Benarkah Tumbuhan Teh Herbal Ini Dijajakan Sebagai Obat COVID-19?

Dasar Binatang
Menyajikan sisi unik dunia binatang, menjelajah ke semesta eksotisme lain margasatwa
Konten dari Pengguna
2 Desember 2020 12:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dasar Binatang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi teh herbal. Foto: Youtube. dok/Fox News
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi teh herbal. Foto: Youtube. dok/Fox News
ADVERTISEMENT
Dalam video Facebook yang diposting pada tanggal 30 Maret, seorang pria di São Paulo, Brasil, menunjukkan kantong plastik kecil yang dipegangnya. Kantong itu berisi parutan kulit pohon berlabel “teh quina” dan mengklaim bahwa teh dapat disajikan sebagai minuman untuk membuat imun kebal terhadap COVID-19. Dilansir dari National Geographic, begini penjelasan teh herbal yang dipercaya sebagai alternatif obat virus corona.
ADVERTISEMENT
Ketika para ilmuwan di seluruh dunia mencari cara untuk mencegah dan mengobati COVID-19, beberapa orang Brasil beralih ke herbal untuk pengobatan. Mereka menemukan keluarga tanaman yang dikenal secara lokal sebagai quina, yang sering digunakan di Amazon dan komunitas pedesaan lainnya untuk memerangi malaria dan kondisi peradangan.
Pohon itu diduga telah mengilhami apa yang kemudian menjadi hydroxychloroquine, obat yang disebut-sebut oleh Presiden Brasil Jair Bolsonaro dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump sebagai pengobatan untuk COVID-19, meskipun kurangnya bukti ilmiah yang kuat.
Selama beberapa dekade, hydroxychloroquine telah digunakan untuk melawan penyakit seperti malaria dan lupus, meskipun terdapat efek samping termasuk toksisitas jantung. Dua orang politisi juga telah memicu perdebatan apakah obat tersebut aman bagi yang telah mengkonsumsinya untuk kebal terhadap virus corona.
ADVERTISEMENT
Sebagai respons perdebatan itu, sebuah penelitian terhadap 800 orang di New England, Amerika Serikat, melaporkan tidak ada bukti bahwa hydroxychloroquine membantu mencegah COVID-19. Terlebih lagi, pohon quina dan teh yang dipromosikan dalam video itu mungkin bisa lebih berbahaya daripada menguntungkan.

Sejarah quina sebagai pengobatan

Pada tahun 1638, seorang bangsawan Spanyol jatuh sakit karena demam tinggi. Dia dirawat oleh kelompok adat di Amazon dengan zat pahit yang mereka sebut quina. Beruntungnya, quina membuat demam mereda dan pada akhirnya sang pasien sembuh. Penyakit itu lalu dikenal dengan malaria saat ini.
Obatnya berasal dari pohon Andes yang kemudian diberi nama genus Cinchona. Orang Eropa pulang dengan membawa tanaman itu dan menjualnya sebagai obat yang dikenal sebagai bubuk "Jesuit". Lebih dari empat dekade kemudian, tanaman juga menyelamatkan Raja Inggris Charles II dari malaria.
Salah satu varietas Cinchona. Foto: Youtube .dok/DW Historias Latinas
Perlu waktu berabad-abad sebelum para ilmuwan menemukan varietas Cinchona khusus ini sebagai sumber kina. Ini juga kemudian menginspirasi obat-obatan sintetis termasuk klorokuin dan hidroksikloroquine.
ADVERTISEMENT
Ketika orang Eropa terus mengeksploitasi Cinchona untuk melawan malaria, pohon Peru itu berada pada ambang kepunahan. Abad berikutnya, terdapat jalan keluar untuk mencari pengganti kulit kayu. Beberapa ditemukan dan juga diberi nama quina.

Apakah quina justru berbahaya?

Maria das Graças Lins Brandão, seorang apoteker dan ahli kimia organik dari University of Minas Gerais, mengatakan bahwa pohon alternatif itu mengandung alkaloid lain, bahan kimia alami yang pahit seperti kina. Zat tersebut disinyalir meyakinkan orang Eropa bahwa tanaman memiliki khasiat obat yang sama. Bahkan, banyak dari tanaman yang beracun dan tak boleh tertelan sama sekali.
Brandão dan timnya telah membuat database tanaman Brasil dan mempelajari DNA kulit kayu yang dijual di pasar terbuka sebagai quina. Empat dari 36 sampel dinyatakan palsu. Sedangkan 32 lainnya sama sekali tidak terkait dengan genus Cinchona dan efek pengobatannya tidak diketahui.
ADVERTISEMENT
Banyak orang yang menganggap bahwa teh sebagai pilihan yang lebih aman daripada mengonsumsi obat produksi industri farmasi. Faktanya, tumbuhan dapat memodifikasi dirinya sendiri tergantung musimnya. Jadi bisa saja tanaman memproduksi zat yang aman dan beberapa saat kemudian mengeluarkan bahan kimia berbahaya.

Membunuh pohon

Karena banyak orang beralih ke teh kina palsu sebagai pengobatan alternatif untuk COVID-19, ada juga kekhawatiran bahwa tanaman itu sendiri bisa menderita. Menurut Brandão, konsumsi obat herbal tertentu tidak hanya membahayakan kesehatan bagi yang meminum, tetapi juga dapat merusak lingkungan dengan penebangan pohon yang tak terkendali.
Para ahli setuju bahwa tanaman seperti quina Brasil dapat memiliki khasiat terapeutik lain, tetapi belum diketahui apakah itu dapat mengobat penyakit tertentu termasuk COVID-19.
ADVERTISEMENT
“Kami membutuhkan lebih banyak studi. Sebuah studi kecil membutuhkan waktu setidaknya empat tahun. Yang kami butuhkan adalah waktu,” kata Lauro Euclides Soares Barata, seorang ahli kimia organik dari University of the West of Pará.
Ilustrasi teh herbal. Foto: scym from Pixabay