Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Pakaian kemeja berpadu celana bahan licin dan sepatu pantofel mengkilat yang baru disemir. Blazer berpadu high heels. Mereka ini pekerja profesional. Diistilahkan dengan pekerja kerah putih --terdidik, ahli di bidangnya, dan digaji rutin.
ADVERTISEMENT
Para pekerja kerah putih itu jelas berbeda dengan pekerja kerah biru dengan kegiatan yang didominasi kerja manual --umumnya di pabrik.
Yang terakhir itu lantas lekat dengan sebutan “buruh”. Meski sesungguhnya, perbendaharaan Bahasa Indonesia tak membedakan antara pekerja kerah biru dan kerah putih.
Kamus Besar Bahas Indonesia tegas mengartikan “buruh” sebagai “orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapat upah; pekerja.”
Serupa, Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mendefinisikan pekerja/buruh sebagai “setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain,”
Jika begitu, para buruh berkemeja kerap terlihat lalu-lalang di ibu kota. Mereka, dengan busana rapinya, rela bersahabat dengan asap kendaraan, berdesakan di bus kota dan kereta.
ADVERTISEMENT
Mereka ini, yang disebut kaum profesional, kadang lebih memilih makan di warteg sisi belakang atau samping kantor, ketimbang menyantap makanan yang lebih berkelas di kafe-kafe di gedung perkantoran mereka sendiri.
Gaji Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta sebesar 4 juta belum mampu menutup pengeluaran untuk makan bak kaum borjuis --masyarakat golongan menengah ke atas.
Mari simak seperti apa potret sehari-hari para buruh ibu kota itu.
Selama anda bekerja untuk orang lain demi beroleh upah, jangan terlalu yakin anda bukan buruh.
Kecuali jika anda sudah “naik kelas” dengan menjadi pengusaha yang menggaji orang lain.
Baca juga:
ADVERTISEMENT