Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Nasionalisme Sumber Daya Dibajak Oligarki: Menggugat Keberpihakan pada Rakyat
Peneliti di Pusat Riset Masyarakat dan Budaya-BRIN. Surel: [email protected]
24 Desember 2024 15:03 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari HIDAYATULLAH RABBANI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Oleh Hidayatullah Rabbani (Peneliti BRIN)
ADVERTISEMENT
Nasionalisme sumber daya adalah gagasan yang menempatkan kekayaan alam sebagai milik bersama rakyat untuk meningkatkan kesejahteraan publik, memperkuat kedaulatan negara, dan menjaga keberlanjutan lingkungan. Di Indonesia, kekayaan alam yang melimpah seharusnya menjadi modal utama bagi pembangunan yang adil dan merata. Namun, meskipun jargon nasionalisme sumber daya sering digaungkan oleh pemerintah dan politisi, realitasnya justru jauh dari harapan. Dominasi oligarki dan kolusi antara bisnis dan politik telah menggerogoti cita-cita nasionalisme ini, menyebabkan ketimpangan yang mendalam serta penderitaan masyarakat di daerah penghasil sumber daya.
ADVERTISEMENT
Nasionalisme Sumber Daya: Harapan yang Tertunda
Konsep nasionalisme sumber daya lahir dari semangat perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pada dasarnya, kekayaan alam harus dikelola untuk kepentingan rakyat banyak, bukan segelintir elite. Setelah Reformasi 1998, ada harapan besar bahwa sumber daya alam Indonesia dapat dimanfaatkan secara lebih adil dan transparan. Retorika nasionalisme sumber daya sering disandingkan dengan upaya memperbaiki sistem politik dan ekonomi untuk memajukan kesejahteraan rakyat.
Namun, harapan ini kerap kandas oleh kebijakan yang lebih memprioritaskan kepentingan ekonomi jangka pendek daripada pemerataan sosial dan keberlanjutan lingkungan. Sektor-sektor strategis seperti tambang, kehutanan, dan perkebunan kelapa sawit menjadi ajang eksploitasi oleh segelintir elite yang memperkaya diri mereka sendiri. Dengan dalih mendorong pembangunan, pemerintah sering kali berkolaborasi dengan oligarki yang menguasai sumber daya ini. Akibatnya, nasionalisme sumber daya berubah menjadi slogan kosong yang tidak memberikan manfaat nyata bagi rakyat.
ADVERTISEMENT
Dominasi Oligarki dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam
Di sektor pertambangan, dominasi oligarki sangat mencolok. Di Kalimantan, misalnya, perusahaan-perusahaan besar menguasai tambang batu bara dengan dukungan izin yang diberikan pemerintah. Sementara keuntungan dari eksploitasi tambang ini mengalir ke kantong pemilik modal, masyarakat lokal hanya mewarisi kerusakan lingkungan, polusi, dan hilangnya mata pencaharian. Situasi serupa terjadi di sektor kehutanan dan perkebunan sawit, di mana perusahaan besar memperoleh izin pengelolaan lahan tanpa memperhatikan hak-hak masyarakat adat.
ADVERTISEMENT
Kolusi Politik dan Bisnis: Merusak Agenda Nasionalisme Sumber Daya
Proses pemberian izin usaha pertambangan (IUP) dan ekspansi perkebunan sawit adalah contoh nyata kolusi ini. Perusahaan besar sering mendapatkan izin tanpa melalui proses evaluasi yang memadai. Di sisi lain, masyarakat lokal kehilangan hak atas tanah mereka tanpa mendapatkan kompensasi yang layak. Dalam kasus ini, kepentingan rakyat diabaikan demi keuntungan segelintir elite yang mendominasi ekonomi dan politik.
ADVERTISEMENT
Kebijakan moratorium izin baru untuk perkebunan sawit yang dicanangkan pemerintah, misalnya, sering kali dilanggar melalui praktik korupsi. Perusahaan besar tetap mendapatkan izin dengan memanfaatkan celah hukum dan hubungan dekat dengan pejabat. Dampaknya, deforestasi terus terjadi, sementara masyarakat adat semakin terpinggirkan dari tanah leluhur mereka.
Nasionalisme Sumber Daya sebagai Alat Retorika
Selain menjadi ajang eksploitasi, nasionalisme sumber daya sering digunakan sebagai alat retorika politik. Para pemimpin mengklaim mendukung nasionalisme sumber daya untuk meraih simpati publik, namun kebijakan yang mereka ambil justru memperburuk kondisi masyarakat dan lingkungan.
Kebijakan hilirisasi sumber daya alam, misalnya, kerap diklaim sebagai upaya untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. Namun, implementasinya sering kali dikuasai oleh konglomerat besar yang memiliki kedekatan dengan kekuasaan. Proyek-proyek hilirisasi ini lebih banyak menguntungkan perusahaan besar daripada masyarakat lokal. Transparansi yang minim dan korupsi struktural membuat manfaat hilirisasi tidak pernah dirasakan oleh rakyat secara luas.
ADVERTISEMENT
Retorika serupa juga terjadi di sektor pertambangan. Pemerintah sering menyatakan bahwa eksploitasi tambang akan meningkatkan penerimaan negara, namun kenyataannya, dampak negatif terhadap masyarakat lokal dan lingkungan jauh lebih besar dibandingkan manfaat ekonomi yang dihasilkan. Masyarakat sekitar tambang sering kali hidup dalam kemiskinan, sementara perusahaan tambang terus mengeruk keuntungan tanpa memberikan kontribusi signifikan kepada pembangunan lokal.
Dampak terhadap Masyarakat Lokal dan Lingkungan
Dominasi oligarki dan kolusi bisnis-politik memberikan dampak buruk yang signifikan bagi masyarakat lokal dan lingkungan. Di banyak daerah penghasil sumber daya, masyarakat tidak mendapatkan manfaat yang sebanding dengan kekayaan alam yang dieksploitasi. Sebaliknya, mereka menjadi korban dari konflik lahan, kerusakan lingkungan, dan marginalisasi sosial.
Di sektor perkebunan sawit, masyarakat adat sering kehilangan tanah mereka yang diambil alih oleh perusahaan besar. Tanpa kompensasi yang layak, mereka dipaksa meninggalkan tanah leluhur yang menjadi sumber penghidupan. Selain itu, ekspansi sawit menyebabkan deforestasi yang masif, menghilangkan keanekaragaman hayati, dan memperburuk perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
Kerusakan lingkungan akibat tambang batu bara dan mineral juga menjadi masalah serius. Di Kalimantan dan Papua, hutan-hutan yang subur berubah menjadi kawasan tambang yang gersang. Pencemaran air akibat limbah tambang merusak sumber air masyarakat, mengancam kesehatan mereka, serta menghancurkan ekosistem lokal. Dampak ini menciptakan beban berat bagi masyarakat yang bergantung pada sumber daya alam untuk bertahan hidup.
Oligarki, Korupsi, dan Kerusakan Institusi Publik
Selain dampak sosial dan lingkungan, dominasi oligarki merusak institusi publik yang seharusnya melindungi kepentingan rakyat. Lembaga negara seperti Kementerian ESDM, KLHK dan lembaga pengawas lainnya sering kali gagal menjalankan fungsinya akibat tekanan dari elite ekonomi dan politik. Transparansi dalam pengelolaan sumber daya alam menjadi masalah besar, dengan banyaknya kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi dan pengusaha besar.
ADVERTISEMENT
Ketidakmampuan institusi publik untuk mengawasi pengelolaan sumber daya alam memperparah ketidakadilan yang sudah ada. Alih-alih memperjuangkan kesejahteraan rakyat, kebijakan yang dihasilkan lebih sering menguntungkan pihak-pihak yang memiliki akses ke kekuasaan. Dalam situasi ini, nasionalisme sumber daya menjadi konsep yang kehilangan makna dan hanya menjadi alat legitimasi bagi praktik eksploitatif.
Melawan Pembajakan Nasionalisme Sumber Daya
Nasionalisme sumber daya seharusnya menjadi pijakan untuk menciptakan keadilan sosial, menjaga keberlanjutan lingkungan, dan memperkuat kedaulatan negara. Namun, di Indonesia, konsep ini telah dibajak oleh oligarki dan kolusi politik-bisnis yang merusak tujuan mulianya. Kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang tidak transparan dan berorientasi pada keuntungan jangka pendek telah menyebabkan kerusakan lingkungan, konflik sosial, dan marginalisasi masyarakat lokal.
Untuk melawan pembajakan nasionalisme sumber daya, diperlukan reformasi besar-besaran dalam sistem politik dan ekonomi. Transparansi dalam pemberian izin, pengawasan ketat terhadap praktik korupsi, dan penguatan hak masyarakat adat adalah langkah awal yang harus dilakukan. Selain itu, masyarakat harus didorong untuk berpartisipasi aktif dalam pengelolaan sumber daya alam agar kekayaan Indonesia benar-benar menjadi milik bersama. Hanya dengan cara ini, nasionalisme sumber daya dapat kembali menjadi instrumen untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dan kedaulatan negara.
ADVERTISEMENT
Referensi
Warburton, E. (2023). Resource Nationalism in Indonesia: Booms, Big Business, and the State. Cornell University Press.
Berenschot, W., Dhiaulhaq, A., & Hospes, O. (2021). Ekspansi dan konflik kelapa sawit di Indonesia: Evaluasi efektivitas mekanisme penyelesaian konflik.
https://bersihkanindonesia.org/2020_tahun_ugal_ugalan_rezim_oligarki_tambang
https://www.mongabay.co.id/2018/11/07/rezim-ekstraksi-oligarki-dan-lubang-tambang/
https://transparansi.id/elit-politik-dalam-pusaran-oligarki-nikel-korupsi-struktural-dan-dampaknya-bagi-orang-halmahera/
https://www.mongabay.co.id/2024/01/27/laporan-jatam-beberkan-jaringan-oligarki-tambang-dan-energi-di-kubu-capres-cawapres/
https://projectmultatuli.org/serial/hilirisasioligarki/
https://spks.or.id/detail-berita-oligarki-mencengkram-proyek-biodiesel
https://www.forestdigest.com/detail/2481/pembangunan-oligarki
https://thegeckoproject.org/id/articles/the-making-of-a-palm-oil-fiefdom/
https://www.eyesontheforest.or.id/news/duta-palma-dalam-pusaran-kejahatan-hutan-konflik-sawit