Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Banyak Bakteri dan Virus Ditemukan di Bangkai Paus yang Mati di Seram
18 Mei 2017 13:50 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
ADVERTISEMENT
Tim dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merampungkan penelitian atas paus yang terdampar di Seram, Maluku. KKP mendapatkan data kalau ternyata, di bangkai paus itu ditemukan banyak bakteri dan virus.
ADVERTISEMENT
Dalam keterangan pers yang disampaikan Humas KKPK, Kamis (18/5) bangkai paus itu ditemukan pada Selasa, (9/5), terdampar di pesisir pantai Dusun Hulung, Desa Iha, Kecamatan Huamual, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku.
"KKP telah memiliki panduan penanganan mamalia laut terdampar, baik yang masih hidup maupun telah mati. Untuk mendapatkan analisa yang lebih akurat, satu hari setelah penemuan bangkai kami menugaskan 3 (tiga) orang peneliti ahli identifikasi ikan dari Balai Riset Perikanan Laut (BRPL) Muara Baru, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) Jakarta ke lokasi di Ambon," kata Kepala BRSDM KKP, Zulficar Mochtar.
Selain mendokumentasikan, juga memberikan informasi kepada masyarakat setempat, langkah-langkah yang harus dijaga saat berdekatan dengan bangkai ini. Ditenggarai ada banyak jenis virus dan bakteria yang ditemukan di dalam bangkai, ini berakibat fatal bagi manusia.
ADVERTISEMENT
"Menyentuh mamalia laut yang mati sangat tidak disarankan untuk dilakukan oleh perempuan yang sedang hamil, anak-anak atau orang yang sedang mengalami luka di tubuhnya," imbuh Zulficar.
Selanjutnya tim peneliti KKP bersama pihak terkait telah melakukan pengecekan kondisi spesimen, pengukuran morfometrik dan sampling biologi dengan hasil identifikasi bahwa termasuk kelompok paus (whale) pemakan plankton (plankton feeder), bukan cumi-cumi atau gurita, atau lainnya. Spesies paus diharapkan akan dapat ditentukan dari hasil analisis genetik (DNA barcoding) yang akan dilakukan kemudian di Jakarta.
Sementara anggota tim peneliti BRPL KKP, Suwarso menyampaikan bahwa dugaan penyebab kematian masih sulit diidentifikasi secara pasti.
ADVERTISEMENT
Namun beberapa indikator dapat menginformasikan penyebab kematiannya antara lain spesimen terdampar secara tunggal dan tidak terlihat adanya paus lain yang terlihat di perairan Saparua, maka diduga spesimen yang diidentifikasikan sebagai paus tersebut telah mati selama lebih dari seminggu.
Dan melihat kondisi spesimen di mana kepala tidak utuh, dan bagian perut terurai, diduga paus mengalami sakit dan luka sebelum kematian. Spesimen terbawa arus ke arah barat dan terdampar di pantai Hualang.
“Kami melakukan identifikasi berdasarkan ciri-ciri umum yang dapat terlihat pada spesimen, dan dihubungkan secara langsung pada kelompok-kelompok hewan yang dicurigai, yaitu kelompok ikan, cumi-cumi, gurita, cucut dan marine mammals. Tidak ditemukan adanya sisik dan ciri lain dari kelompok ikan, juga tidak ada tentakel (lengan) dan ‘internal shells’ yang merupakan ciri dari hewan lunak (diantaranya gurita dan cucut), demikian juga tidak adanya ciri hiu yang memiliki tulang dari tulang rawan. Dari hal tersebut spesimen ini lebih dekat termasuk dalam kelompok mamalia yaitu paus”, ujar Suwarso.
ADVERTISEMENT
Beberapa ciri yang menguatkan identifikasi sebagai paus diantaranya ditemuinya tulang dan tulang belakang (vertebrae), ekor bercagak dan mendatar, juga bentuk-bentuk yang diduga merupakan bagian rahang (atas dan bawah) beserta alat penyaring air laut untuk menyaring plankton. Turut menjadi tim peneliti BRPL KKP pada identifikasi spesimen di Ambon selain Suwarso adalah Suprapto dan Rosmawati Zaini.
Terkait kondisi spesimen yang sudah menjadi bangkai dan mencemari lingkungan sekitar dan menimbulkan bau tidak sedap, telah diambil langkah disposal dengan menanam/menguburkan bangkai di pantai pasir sekitar.