Reaksi Warganet Terhadap Berakhirnya Dokumenter 'The Last Dance'

Konten dari Pengguna
18 Mei 2020 15:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Info Sport tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Phil Jackson dan Michael Jordan menjuarai NBA bersama Chicago Bulls. Foto: JEFF HAYNES / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Phil Jackson dan Michael Jordan menjuarai NBA bersama Chicago Bulls. Foto: JEFF HAYNES / AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Serial dokumenter mengenai Michael Jordan dan Chicago Bulls, 'The Last Dance', akhirnya tamat juga. Episode 9 dan 10 dari serial yang menceritakan karier MJ di Bulls ini akhirnya dirilis oleh Netflix dan ESPN pada Minggu (17/5/2020) waktu Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
'The Last Dance' sendiri merupakan dokumenter yang menceritakan karier 'His Airness' di Chicago Bulls, dari tahun 1984 hingga 1998. Dalam rentang waktu tersebut, dokumenter ini mencoba menjelaskan karier seorang Jordan secara menyeluruh, tentunya sebelum ia kembali pada musim 2001-2002.
Kesepuluh episode dari dokumenter ini menyuguhkan perjalanan pemilik nomor 23 ini dari tim NC Tar Heels hingga gelar keenamnya bersama Bulls di musim 1997-1998. Di dalamnya juga dibahas mengenai karier Jordan yang bahkan berhenti dari basket untuk bermain bisbol bersama tim liga minor dari Chicago White Sox pada 1993 dan 1994.
Keinginan tak biasa Jordan, selain didasari kematian sang ayah juga punya latar belakang yang tak kalah unik. Menurut Yahoo! Sports, MJ mencoba mengikuti tren atlet dwiolahraga yang berkembang pada masa itu lewat 'ulah' dari Deion Sanders dan Bo Jackson--yang sempat satu klub dengan Jordan di White Sox-- yang bermain american football di NFL dan bisbol di MLB pada awal dekade 1990-an.
ADVERTISEMENT
Masalahnya adalah Sanders dan Jackson bermain bisbol di kampus dan juga di-draft oleh dua olahraga tersebut, sementara Jordan tidak. Sehingga, ya, hasilnya pasti tahu sendiri.
'The Last Dance' juga menceritakan mengenai relasi Jordan dengan rekan setimnya di Bulls, seperti Scottie Pippen , Dennis Rodman sang raja rebound, Steve Kerr si mesin 3-point, dan Toni Kukoc. Tak lupa juga dibahas hubungan Jordan dan sang pelatih, Phil Jackson sang 'Zen Master' dan Triangle Offense-nya yang legendaris serta General Manager dari Bulls, Jerry Krause.
Inspirasi dari 'The Last Dance' juga terbawa ke dunia sepak bola. Ole Gunnar Solskjaer, pelatih dari Manchester United ikut angkat suara, dan ia mengakui kalau mereka benar-benar inspiratif.
ADVERTISEMENT
Episode 9 dan 10 yang baru ditayangkan menuai banyak reaksi. Hal ini mengingat dua episode ini menjelaskan perjalanan dari Jordan menuju titel keenamnya di tahun 1998. Lawannya kali itu adalah Reggie Miller dan Indiana Pacers di final wilayah timur NBA.
MJ, yang pada saat itu berusia 35 tahun, tetaplah berbahaya bagi tim asal Indianapolis tersebut. Buktinya, Twitter resmi dari Pacers menulis tentang sang legenda tersebut.
Salah satu produser situs web olahraga Bleacher Report, Jeff J, bahkan punya komentar mengenai luar biasanya Jordan di NBA Playoffs musim 1998. Ia sampai menyebut Jordan 'Yesus Hitam'.
Ada ada saja.
Tak hanya itu, sisi kelam dari Steve Kerr juga ikut dibahas. Kerr--yang terkenal pernah baku hantam dengan Jordan di sesi latihan-- kehilangan sang ayah di usia 18 tahun pada 1984 . Saat itu, sang ayah, Malcolm Kerr, ditembak mati di Lebanon. Waktu itu, sang ayah merupakan American University of Beirut.
ADVERTISEMENT
Kerr dan Jordan sama-sama kehilangan ayahnya sehingga mereka punya 'rasa' yang sama. Hal ini yang setidaknya membuat Kerr jadi salah satu pemain yang paling diandalkan Jordan dan Bulls di kala situasi genting.
Terlebih, lawan mereka di final NBA adalah Utah Jazz yang digawangi duet Karl Malone dan John Stockton. Kerr akhirnya dikenal sebagai nama yang membuat tim asal Salt Lake City tersebut gigit jari di dua final beruntun.
Wajar jika warganet menganggap bahwa Kerr juga merupakan pahlawan dari Bulls di era Jordan. Dua unggahan di bawah ini membuktikan bahwa Kerr dan nomor 25 miliknya bukan sekadar 'pelengkap'.
Episode 2 , 3, dan 4 sudah membahas tiga orang terdekat MJ di Bulls, yaitu Pippen, Rodman, dan sang pelatih Phil Jackson. Di dua episode terakhir, karena Pippen dan Phil Jackson memang 'kurang' menjual, Rodman kembali jadi sorotan.
ADVERTISEMENT
Seperti biasa, si 'Ulat' kembali mencari sensasi. Berikut tanggapan warganet mengenai sablengnya pemain bernomor 91 ini di The Last Dance.
Seperti biasa, data dan fakta mengenai NBA Finals 1998 juga selalu diungkit kembali. Hal ini mengingat seri ini merupakan kali terakhir MJ berseragam Bulls
Tentunya, seri ini menuai pujian luar biasa dari para pentonton. Pasalnya, seri ini memperlihatkan bahwa MJ dan nomor 23-nya hanyalah seorang manusia biasa.
'The Last Dance' membuktikan bahwa dokumenter tak selamanya bebal dan membosankan. Dengan keberhasilan dokumenter ini, bukan tidak mungkin akan ada dokumenter serupa tentang almarhum Kobe Bryant di waktu dekat.