Upaya Google dan Facebook Perangi Peredaran Hoax

10 April 2017 15:24 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mesin pencari Google. (Foto: WD Net Studio (CC0 Public Domain))
Persebaran berita palsu atau hoax sekarang semakin mengkhawatirkan. Peredarannya di dunia maya sulit dikendalikan dan dapat menjerumuskan para pengguna internet ke dalam fitnah serta provokasi tak berdasar. Dua perusahaan internet terpopuler di muka bumi saat ini, Google dan Facebook, disoroti dan dianggap paling berpengaruh dalam persebaran hoax. Tentu saja sebagai dua platform yang paling sering digunakan di dunia maya, baik sebagai mesin pencari maupun media sosial, banyak oknum-oknum yang memanfaatkannya untuk menyebar informasi-informasi palsu ke masyarakat. Berita hoax pun kini menjadi masalah besar di seluruh dunia, bukan hanya Indonesia, karena kebohongannya bukan hanya memuat unsur politik, tapi juga unsur lainnya yang bisa memecah belah dan mengarahkan pandangan serta pemikiran ke arah yang tidak benar. Selama ini, Google dan Facebook mengandalkan laporan dari warga untuk menandai konten-konten hoax di dalam platform mereka. Tapi, langkah ini dirasa tidak maksimal dan terbukti hoax masih terus menyebar luas. Google Terus ditekan untuk berperan aktif, Google mulai menyiapkan langkah memerangi konten hoax. Baru-baru ini, mereka menghadirkan sejumlah fitur baru, yang salah satunya adalah pengecekan fakta atau "fact check" pada setiap konten berita. Dalam fitur ini, Google menggandeng pihak ketiga yang memiliki kredibilitas untuk melakukan pengecekan fakta demi memberi legitimasi atas sebuah konten berita. PolitiFact dan Snopes jadi dua pihak yang digandeng oleh Google untuk melakukan pengecekan fakta tersebut, termasuk terhadap perusahaan penerbit seperti The Washington Post dan The New York Times. Konten berita yang sesuai fakta dan kebenaran tentunya akan dibedakan dengan konten palsu lewat pemberian label, seperti "True" untuk yang benar, dan "Mostly False" atau "Pants on Fire" pada berita palsu. Tapi, sayangnya fitur itu tidak memengaruhi urutan hasil pencarian dan tidak ada label khusus pada situs tertentu yang dinilai sering menyebar berita bohong. Hal ini membuat oknum penyebar hoax masih bisa memaksimalkan Search Engine Optimization (SEO) agar situsnya tampil di baris atas pencarian. Ini menjadi catatan bagi Google untuk menyempurnakan fiturnya tersebut. Selain itu, tingginya arus konten di internet membuat Google bisa menambah mitra-mitra pengecekan faktanya di setiap negara. Hal ini dikarenakan berita-berita hoax di setiap negara pastinya berbeda-beda. Google bisa menggandeng media-media kredibel di setiap negara. Baca juga: Mesin Pencari Google akan Beri Petunjuk Berita Benar dan Berita Bohong Facebook Media sosial terpopuler milik Mark Zuckerberg ini sudah beberapa kali menunjukkan upaya mereka dalam menangkal hoax. Sebelum Google, Facebook sudah lebih dahulu menggandeng pihak ketiga sebagai pihak yang mengecek fakta. Langkah ini dilakukan oleh Facebook di Jerman dan Prancis pada awal tahun 2017. Di Jerman, Facebook merangkul organisasi Correctiv, yang telah menandatangani kode etik pengecekan fakta di sebuah institusi jurnalistik dan media, Poynter, di Amerika Serikat. Fitur baru yang dibawa Facebook ke Jerman akan memberi tanda peringatan pada konten yang diidentifikasi tidak kredibel, dan juga alasannya kenapa konten tersebut ditandai sebagai konten bohong. Facebook membuka kesempatan kepada pengguna di Jerman untuk melaporkan konten yang berpotensi bohong atau menyesatkan. Konten itu akan diteruskan kepada pihak ketiga untuk dicek faktanya dan jika diidentifikasi sebagai kabar bohong, maka Facebook akan menandainya dengan keterangan semacam "disputed." Sementara di Prancis, Facebook menggandeng delapan media lokal untuk bekerja sama dalam mengecek kebenaran dan menyaring artikel berita dari hoax. Delapan media kredibel Prancis itu adalah Le Monde, Agence France-Presse (AFP), BFM TV, Franceinfo, France Medias Monde, Liberation, 20 Minutes, dan surat kabar L'Express. Selain itu, Facebook juga mengumumkan fitur bernama CrossCheck, sebuah fitur yang mengizinkan pengguna untuk mengajukan pertanyaan dan mengumpulkan informasi dari 16 media massa Prancis. CrossCheck diluncurkan oleh organisasi First Draft News, sebuah situs yang menyediakan panduan bagaimana menemukan, verifikasi, dan mempublikasikan konten dari media sosial. CrossCheck juga didukung oleh Google News Lab. Baca juga: Tangkal Hoax di Prancis, Facebook Gandeng 8 Media Lokal Untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat seputar berita hoax, Facebook juga akan menampilkan iklan edukasi tentang kampanye Facebook dalam memerangi berita palsu. Selama tiga hari mulai Jumat, 7 April, pengguna yang klik iklan Facebook akan diarahkan ke halaman pusat bantuan. Mereka akan menemukan daftar 10 tips untuk mengidentifikasikan berita palsu. Salah satu tips menyebutkan pengguna untuk selalu skeptis terhadap judul berita, melihat lebih dekat, menyelidiki sumber berita, memperhatikan tanggal berita dan lain sebagainya. Kampanye edukasi ini akan dipromosikan Facebook di 14 negara yaitu Jerman, Prancis, Italia, Inggris, Filipina, Indonesia, Taiwan, Myanmar, Brazil, Meksiko, Kolumbia, Argentina, Amerika Serikat, dan Kanada. Baca juga: Facebook Sebar Iklan Cara Identifikasi Berita Hoax di Indonesia Sejauh ini, upaya-upaya dari Google dan Facebook belum mampu berfungsi secara maksimal dalam memberantas peredaran berita palsu di dunia maya. Masih banyak hoax meresahkan yang mengalir di internet dan bahkan memakan korban. Sebagai sosok yang memiliki pengaruh besar di jagat internet, Google dan Facebook diharapkan dapat terus mengembangkan inovasi baru yang ampuh menangkal hoax, dan langkah nyatanya masih terus ditunggu.
ADVERTISEMENT