Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Mengenal Sejarah Mudik di Indonesia Menjelang Hari Raya Idul Fitri
26 April 2022 18:36 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Mudik merupakan fenomena yang setiap tahun pasti terjadi di Indonesia. Tradisi ini kerap dilakukan oleh masyarakat di momen Hari Raya Idul Fitri, khususnya bagi mereka para perantau di kota-kota besar. Lantas, seperti apa sejarah mudik di Indonesia?
ADVERTISEMENT
Lebaran menjadi momen perayaan Idul Fitri yang jatuh setiap tanggal 1 Syawal dalam kalender Hijriah. Untuk menambah momen perayaannya, para perantau yang tinggal di kota besar seperti Jakarta akan melakukan tradisi mudik ke kampung halaman mereka.
Mudik yang bertujuan untuk merayakan momen Lebaran bersama keluarga ini bisa dilakukan dengan berbagai jalur transportasi, mulai dari pesawat, kereta api, hingga bus. Namun, tak sedikit pula masyarakat yang mudik menggunakan kendaraan pribadi.
Sesampainya di kampung halaman, biasanya para pemudik akan menjalankan berbagai tradisi bersama keluarga. Beberapa di antaranya tradisi takbiran, sungkeman, halal bihalal, dan ziarah kubur.
Meski tak lagi asing dengan fenomena mudik, banyak yang belum tahu seperti apa sejarah mudik di Indonesia. Agar lebih memahaminya, simak pembahasan berikut ini.
Apa Arti Kata Mudik?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mudik memiliki beberapa makna yang tergantung pada penggunaannya. Berikut arti mudik menurut KBBI:
ADVERTISEMENT
Pengertian mudik lainnya adalah perpindahan spontan dan bersifat sementara yang dikategorikan sebagai temporarily migration. Pemudik biasanya bepergian atau pindah dari satu tempat ke tempat lain dalam waktu singkat tanpa niatan untuk menetap.
Lalu, apa perbedaan pulang kampung dan mudik? Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pulang kampung adalah kembali ke kampung halaman. Dalam hal ini, pulang kampung memiliki makna yang merujuk pada aktivitas kembali ke kampung, setelah tidak lagi bekerja di kota.
Dengan begitu, perbedaan mudik dan pulang kampung dapat dilihat dari maknanya yang tertera dalam kamus dan morfologi atau ilmu pembentukan kata. Secara budaya, keduanya bisa disebut sebagai kembar tapi tak serupa.
ADVERTISEMENT
Orang-orang biasa melakukan mudik lebih awal, yaitu seminggu atau sebulan sebelum Lebaran dan dengan catatan berada di kampung halaman untuk sementara waktu. Jika pemudik ini memutuskan berada di kampung halamannya dalam waktu lama, bukan sementara atau mungkin ia ingin menetap, sah-sah saja jika disebut sebagai pulang kampung.
Banyak yang beranggapan bahwa mudik berasal dari bahasa Jawa, yakni singkatan dari 'mulih disik' yang artinya pulang dulu atau pulang sejenak. Tak jelas bagaimana istilah mulih disik atau mudik kemudian dipakai secara luas sebagai aktivitas pulang ke kampung halaman saat mendekati Hari Raya Idul Fitri.
Namun, lain halnya dengan tulisan n Bambang B. Soebyakto yang berjudul Mudik Lebaran. Tulisan yang tercantum dalam Jurnal Ekonomi Pembangunan ini memaparkan, bahwa mudik berasal dari bahasa Melayu, yakni kata udik yang artinya desa.
ADVERTISEMENT
Kata udik sendiri memiliki tiga pengertian, yaitu sungai yang berada di atas atau hulu sungai; desa, dusun, kampung; dan kurang sopan santun, kampungan, serta canggung tingkah lakunya. Dua arti awal merupakan kata benda, sedangkan yang terakhir adalah kata sifat.
Sifat-sifat kata udik tersebut masih terserap untuk memberi pengertian untuk kata mudik, yakni pulang ke kampung asal dan berlayar ke udik.
Sejarah Mudik di Indonesia
Apa yang menyebabkan mudik dianggap tradisi? Tradisi mudik tercatat pertama kali sejak zaman Kerajaan Majapahit di tahun 1200-an.
Waktu itu nama Indonesia masih belum ada, melainkan dinamakan dengan Nusantara. Istilah mudik pun belum digunakan. Aktivitas mobilisasi tersebut hanya dilakukan oleh beberapa pejabat Majapahit yang berkuasa di luar pusat kerajaan Majapahit.
ADVERTISEMENT
Di suatu waktu, mereka kembali mengunjungi pusat kerajaan untuk menghadap raja yang sekaligus menjadi momen berakhirnya kunjungan mereka ke kampung halaman. Fenomena ini yang kemudian menjadi cikal bakal dari aktivitas mudik.
Saat kerajaan Mataram Islam berkuasa pada tahun 1500-an, mudik Hari Raya Idul Fitri juga dilakukan oleh pejabat kerajaan tersebut. Mereka sengaja pulang kampung saat hari raya besar itu tiba dan tak lupa mengunjungi keluarga tercinta mereka di kampung halaman.
Istilah mudik sendiri baru populer dan digunakan di tahun 1950-an. Masyarakat Jawa mengenal istilah mudik yang berasal dari kata 'mulih disik' yang artinya pulang sejenak atau pulang dulu.
Apakah mudik termasuk budaya? Aktivitas mudik ini sangat erat kaitannya dengan budaya para petani Jawa. Berdasarkan buku berjudul Pertanian dan Kemiskinan di Jawa milik Taufik Abdullah, tradisi mudik lekat sekali dengan kebiasaan petani Jawa yang mengunjungi tanah kelahirannya untuk berziarah ke makam para leluhur.
ADVERTISEMENT
Mendoakan leluhur adalah sebuah kewajiban yang perlu mereka tunaikan. Bagi mereka, mengunjungi makam leluhur menjadi aspek spiritual yang sangat penting. Meskipun tradisi berziarah harus dipisahkan dalam kondisi ruang geografis yang berbeda.
Mengapa ada istilah mudik menjelang Hari Raya di Indonesia? Budaya ziarah menjelang Hari Raya Idul Fitri yang dimiliki masyarakat Jawa ini, sebelumnya berasal dari upacara sraddha atau dikenal dengan nyandran.
Upacara sradda menjadi cikal bakal ziarah yang dilakukan masyarakat Jawa di berbagai daerah. Nyandran yang berasal dari upacara tersebut menjadi tradisi pembersihan makam yang dilakukan di pedesaan.
Masyarakat Jawa akhirnya rela melakukan perjalanan jauh hanya untuk melaksanakan kewajiban mereka, yakni mendoakan dan membersihkan para makam leluhur. Dari sinilah istilah mulih disik atau mudik menjadi membudaya di kalangan masyarakat Jawa.
ADVERTISEMENT
Maraknya mudik juga dipengaruhi oleh perpindahan ibukota Indonesia dari Yogyakarta menuju Jakarta. Perpindahan ibukota yang diikuti dengan pembangunan besar-besaran, membuat masyarakat ramai melakukan urbanisasi.
Setidaknya berdasarkan laporan statistik kependudukan, pada tahun 1948-1949 jumlah penduduk Jakarta saat itu hanya berada di angka 800.000 jiwa. Kemudian, tahun 1950-an jumlah penduduk di Jakarta tiba-tiba melonjak hingga 1,4 juta jiwa.
Lonjakan jumlah penduduk yang berasal dari daerah luar Jakarta terjadi, karena banyak masyarakat yang memiliki mimpi dan angan-angan besar terhadap kota Jakarta. Saat itu, mereka punya proyeksi masa depan yang lebih cerah saat berada di ibukota.
Ketika banyak orang yang pindah ke Jakarta untuk mencari pekerjaan, terdapat momen para perantau yang merindukan keluarganya di kampung. Saat itulah, mereka akan melakukan aktivitas mudik.
ADVERTISEMENT
Semakin banyak masyarakat Indonesia yang melakukan mudik, pada tahun 1960-an pemerintah Indonesia memberikan perhatian serius pada kegiatan mudik ini. Jalur kereta api yang beroperasi pada masa kolonial kembali diaktifkan untuk menampung para pemudik.
Memasuki tahun 1980-an, opsi kendaraan masyarakat yang ingin melakukan mudik juga semakin variatif. Mulai dari pesawat terbang, kereta api, bus, hingga kendaraan pribadi.
Kapan Mudik Biasanya Dilakukan?
Mudik biasanya dilakukan pada tujuh hari sebelum Lebaran hingga tujuh hari sesudah Hari Raya Idul Fitri. Secara budaya, kegiatan mudik Lebaran identik dengan kemenangan yang diperoleh umat Muslim setelah sebulan menunaikan kewajiban ibadah puasa.
Adapun tujuan kegiatan mudik menurut situs Indonesia Baik milik Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, di antaranya:
ADVERTISEMENT
(VIO)