Konten dari Pengguna

Museum Pos Indonesia: Sejarah, Koleksi, dan Arsitekturnya

Kabar Harian
Menyajikan beragam informasi terbaru, terkini dan mengedukasi.
27 Mei 2022 22:16 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi seseorang mengunjungi Museum Pos Indonesia. Foto: Unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi seseorang mengunjungi Museum Pos Indonesia. Foto: Unsplash.com
ADVERTISEMENT
Museum Pos Indonesia merupakan salah satu museum populer yang ada di kota Bandung. Museum yang banyak memiliki barang peninggalan sejarah ini tentunya bisa menjadi salah satu destinasi wisata pilihan yang edukatif.
ADVERTISEMENT
Museum Pos Indonesia sendiri terletak di Jalan Cilaki No. 73 Bandung, Jawa Barat. Museum ini merupakan salah satu yang tertua di Bandung.
Jika dilihat dari namanya, museum ini memuat barang-barang yang berkaitan erat dengan pos, baik kantor pos, surat, prangko, dan lain-lain.
Awal mulanya, museum tersebut dikhususkan untuk menyimpan koleksi prangko saja dari berbagai negara dan tahun pembuatannya.
Namun, seiring berjalan waktu, museum ini kemudian sedikit mengubah konsep dan koleksinya. Akan tetapi, Museum Pos Indonesia tentunya masih berhubungan erat dengan pos, surat, dan lain-lain.
Artikel ini akan membahas lebih lanjut mengenai Museum Pos Indonesia, mulai dari sejarah, koleksi, hingga arsitekturnya. Simak ulasan selengkapnya di bawah ini.

Sejarah Museum Pos Indonesia

Museum Pos merupakan salah satu tempat yang dijadikan sebagai suatu destinasi wisata museum yang berada di Kota Bandung. Hal ini disebabkan oleh banyaknya peninggalan sejarah yang tersimpan di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Jika dilihat secara historis, museum ini telah berdiri sejak masa penjajahan Hindia Belanda. Awalnya, museum ini disebut sebagai gedung Pos Telegraph dan Telepon (PTT). Pada saat itu, museum ini hanya mengoleksi prangko dari dalam maupun luar negeri.
Pada tahun 1931 telah dibuka Museum PTT yang terletak di bagian sayap kanan bawah Gedung Kantor Pusat PTT, Jalan Cilaki, nomor 55, Bandung, (sekarang nomor 73) atau tepatnya di sayap timur gedung pusat pemerintahan Provinsi Jawa Barat yang lebih terkenal dengan Gedung Sate.
Akibat adanya perpindahan kekuasaan dari Belanda ke Jepang setelah Perang Dunia ke-II, Museum Pos Indonesia menjadi terbengkalai.
Akhirnya, pada tahun 1980, koleksi dari museum ini diusahakan untuk dilengkapi dengan cara melakukan inventarisasi dan pengumpulan benda-benda bersejarah yang kemudian dijadikan sebagai koleksi museum.
ADVERTISEMENT
Tahun 1983, Museum Pos Indonesia sudah banyak menambah koleksinya. Koleksi museum ini tidak hanya berupa prangko, tetapi juga berupa benda-benda dan peralatan yang ada hubungannya dengan proses sejarah pos dari masa ke masa.
Pada 27 September 1983, Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi resmi mengubah gedung Pos Telegraph dan Telepon (PTT) menjadi Museum Pos Indonesia.
Melalui informasi yang disajikan oleh Museum Pos Indonesia, pengunjung juga dapat menelusuri sejarah perkembangan Pos Indonesia dari masa setelah kemerdekaan.
Pada tahun 2013, Museum pos ini pun sudah dilengkapi gadget Win Audio tour guide, yang memudahkan pengunjung, untuk merasakan pengalaman berkeliling museum dengan menyenangkan tanpa mengurangi nilai informasi edukasinya.

Koleksi Museum Pos Indonesia

Ilustrasi koleksi prangko Museum Pos Indonesia. Foto: Unsplash.com
Mengutip dari laman Dinas Pariwisata Kota Bandung, Museum Pos Indonesia banyak mengoleksi benda-benda yang berkaitan dengan pos, surat, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Sebelum memasuki area dalam museum, pengunjung akan langsung melihat gambar sebuah prangko pertama Hindia Belanda yang terbit pada 1 April 1864.
Prangko tersebut memiliki ukuran yang sangat besar dan diletakkan di area depan museum. Saat memasuki museum pengunjung akan melihat sejumlah prangko dan diorama yang menggambarkan kegiatan pos keliling desa pada era 80-90an.
Museum ini mengoleksi banyak prangko-prangko dari Indonesia dan berbagai negara yang tentunya sangatlah bersejarah. Ada sekitar 131.000.000 keping prangko yang terdapat dalam museum tersebut.
Museum Pos Indonesia juga menyimpan sekitar 200 koleksi peralatan yang berkaitan dengan surat menyurat, yakni berupa timbangan paket, alat cetak perangko, surat-surat berharga, armada pengantar surat, dan lain sebagainya.
Selain bisa melihat koleksi prangko dan peralatan surat menyurat, pengunjung juga akan melihat banyak koleksi benda-benda pos dari masa ke masa seperti baju dinas (seragam pos). Semua benda pos yang dipamerkan merupakan koleksi dari peninggalan zaman kolonial sampai tahun 2000an.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, ada pula koleksi berupa surat-surat yang sudah berumur lebih dari ratusan tahun. Surat-surat tersebut sebagian besar merupakan surat berharga dari beberapa Raja Nusantara yang ditujukan untuk Gubernur Jenderal Inggris, Thomas Stamford Bingley Raffles.

Arsitektur Museum Pos Indonesia

Ilustrasi pengunjung Museum Pos Indonesia. Foto: Unsplash.com
Museum Pos Indonesia merupakan sebuah gedung yang dibangun pada 27 Juli 1920. Gedung ini mempunyai luas sebesar 700 m persegi yang berdiri tegak di atas lahan tanah seluas 706 meter persegi.
Arsitektur atau perancang desain gedung ini adalah Ir. J. Berger dan Leutdsgebouwdienst. Gedung ini memiliki tampilan yang mencirikan masa Renaissance dna tampilan arsitektur khas Italia pada masa Renaissance.
Dikelola secara swasta di bawah naungan PT. Pos Indonesia Persero, sebagian koleksi prangko dipajang dalam papan-papan kayu yang dilindungi kaca sehingga bisa dinikmati langsung.
ADVERTISEMENT
Namun, ada beberapa koleksi atau barang bersejarah yang hanya bisa dilihat dengan bantuan petugas museum karena koleksi-koleksi tersebut disatukan ke dalam papan-papan yang terhubung secara vertikal.
Sekilas papan-papan yang disatukan itu seperti lemari kayu dengan ukuran 1,5 x 1 x 2,5 meter.
Itulah beberapa informasi mengenai Museum Pos Indonesia. Museum ini buka setiap hari Senin-Jumat dan hari libur mulai pukul 9 pagi hingga 4 sore. Untuk mengunjungi museum ini, pengunjung tidak dikenakan tiket masuk alias gratis.
(SAI)