Konten dari Pengguna

Parenting ala Prancis, Dapatkah Dilakukan di Indonesia?

Karina Ratnamurti
Foreign Service. Mother of Three.
11 Maret 2021 18:08 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Karina Ratnamurti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Parenting style a la Prancis dipopulerkan oleh Pamela Druckerman pada bukunya berjudul “Bringing up Bébé”. Buku tersebut sangat populer di kalangan ibu muda yang menginginkan pola pengasuhan yang lebih baik bagi anaknya. Tapi apakah benar pola pengasuhan ini baik dan bisa diaplikasikan di Indonesia?
Foto : koleksi pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Foto : koleksi pribadi
Tiga tahun setelah membaca buku tersebut, saya berkesempatan untuk mencoba gaya parenting Prancis kepada dua anak balita saya, dan inilah hasilnya:
ADVERTISEMENT
Anak Prancis memakan semuanya!
Foto dari Shutterstock, oleh Lucky Business
Siapa yang tidak kenal Café de la Paix di Paris? Hampir setiap turis mengunjungi restoran legendaris yang terletak di kawasan Opera Garnier. Ketika mengunjungi restoran tersebut bersama keluarga, saya dapat membedakan antara orang Prancis dan turis. Ya, Druckerman benar! Anak Prancis memakan segala yang disajikan di hadapannya, dan bersikap baik di meja makan.
Cukup satu bulan setelah anak saya bersekolah setingkat taman kanak-kanak (maternelle) di Paris, saya terkesan dan melihat banyak sekali perkembangan. Anak saya terbuka terhadap makanan baru, seperti couscous, dan memakan semua sayuran di piringnya. Ia juga menghabiskannya, dan bersikap baik di meja makan.
Contoh menu kantin sekolah di Paris, dengan mengangkat hasil tani khas daerah Auvergne-Rhône-Alpes. Terdapat juga hari khusus dimana menunya berasal dari produk pertanian berasaskan prinsip pembangunan berkelanjutan. Sumber gambar : www.cde15.fr
Kantin sekolah di Paris menyediakan menu makanan yang beragam, terdiri dari goûter (cemilan) pada jam 9-10 pagi, makan siang pada jam 12.00, serta goûter kembali pada jam 15.00/16.00. Begitu pula di rumah, disarankan tidak ada jadwal makan di luar jam tersebut.
ADVERTISEMENT
Di sekolah, satu meja makan terdiri dari 5-6 anak, dan terdapat satu pembimbing. Pembimbing tersebut mengajarkan anak makan dengan pisau, garpu, dan menerangkan asal makanan tersebut. Di sekolah anak saya, dalam satu bulan kantin sekolah memiliki satu menu khas dari daerah di Prancis, dan dalam satu minggu terdapat satu hari di mana menunya adalah vegetarian.
Orang tua diberikan tema menu di awal bulan, sehingga dapat memilih dietary restriction yang sesuai, termasuk menu yang dapat dikonsumsi muslim. Pemerintah melalui kantin sekolah memperkenalkan menu daerah, menu organik, vegetarian, dan juga menggunakan bahan yang dihasilkan oleh petani asli Prancis. Setiap melihat menu mingguannya, seperti makan di restoran fine dining!
Sistem pendidikan dan kebiasaan makan di sekolah Prancis sangat berperan penting dalam peningkatan gizi anak. Orang tua Indonesia dapat mengikutinya dengan membiasakan anak makan dengan gizi seimbang sebagai bekal sekolah, memperkenalkan makanan daerah, mengurangi makanan instan, serta memberdayakan hasil tani Indonesia.
ADVERTISEMENT

Mandiri dan Waspada

Druckerman kaget ketika melihat anak Prancis bermain tanpa pengawasan di taman bermain, sementara orang tuanya mengobrol dengan teman-temannya. Sementara ia menilai bahwa anak Amerika terlihat sangat diawasi dengan penuh ketakutan oleh orang tuanya. Bagaimana dengan orang tua Indonesia? Saya melihat banyaknya ketakutan orang tua Indonesia untuk melepas anaknya bermain tanpa pengawasan, dan anak diikuti sebagaimana pelayan butik mewah mengawasi pembelinya. Ketakutan tersebut sangat wajar, karena sebagai orang tua, kita harus waspada terhadap orang tidak dikenal yang bisa memanfaatkan keadaan.
Anak-anak bermain disalah satu taman bermain di Paris. Foto dari Shutterstock oleh Elena Dijour
Anak saya pernah hilang di salah satu stasiun terbesar di Paris: Gare du Nord karena lepas dari pegangan tangan. Pelajaran yang saya dapat dari orang tua di Prancis adalah: ajarkan kewaspadaan sedari kecil. Dalam kurikulum TK di Prancis, salah satu pelajaran pertama yang didapatkan adalah: kemampuan menyebrang jalan sendiri, dan mengenal tugas Polisi.
ADVERTISEMENT
Suatu saat, anak saya bermain skuter jauh di depan saya. Sulit sekali mengejarnya dengan tangan penuh belanjaan, dan bayi di gendongan. Ia pun mendekati perempatan ramai, melihat kiri dan kanan, menghentikan skuternya dan langsung melihat ke arah orang tua nya, memastikan bahwa ia tidak hilang dan tersesat. Fiuh!
Dapat saya simpulkan bahwa rata-rata orang tua Prancis tetap mengontrol, namun tidak obsesif dan menerapkan gaya helicopter parenting. Anak terlihat lebih waspada terhadap bahaya dan lebih mawas diri. Sepertinya bisa diadaptasi juga di Indonesia, tapi tetap waspada dengan penculikan ya!

Sopan santun

Anak di Prancis terlihat sangat patuh terhadap orang tua nya. Menurut Pamela, orang tua Prancis bersikap sebagaimana layaknya orang tua zaman dahulu, dan tidak menjadikan anak sebagai raja, seperti orang tua di Amerika pada umumnya, atau dalam bukunya disebutkan “child king”. Benarkah demikian?
Ilustrasi "child king". Foto dari Shutterstock oleh Valery Sidelnykov
Di sekolah Prancis, saya melihat lebih banyak anak yang patuh dan sopan dibandingkan yang membangkang. Tapi, bukan berarti tidak ada anak nakal di Prancis. Semua tetap tergantung bagaimana orang tua mendidiknya, dan banyak faktor lainnya. Namun, dalam hal ini, saya melihat langsung bahwa peran pendidikan sangat besar.
ADVERTISEMENT
Tingkat TK di Prancis memiliki karakter yang unik: dalam satu kelas terdapat tiga tingkat, yaitu Petite Section (mulai 3 tahun), Moyenne Section (mulai 4 tahun), dan Grande Section (umur 5 tahun). Pada setiap kelas, murid Grande section memiliki tanggung jawab untuk mengawasi dan membimbing adik-adik di Moyenne dan Petite section. Mereka sudah memiliki tanggung jawab mengasuh dan mendidik sedari kecil. Tugas yang diberikan pun sederhana, seperti misalnya membimbing adik petite section untuk membereskan spidol, atau mengantarnya ke toilet.
Foto dari Shutterstock oleh Fizkes
Sepertinya, perpaduan didikan di rumah untuk tidak menjadikan anak sebagai “child king” dan peran nurturing sedari dini dapat membuat anak secara natural bersikap lebih baik dan patuh pada orang yang lebih tua.
ADVERTISEMENT

Apakah berarti Pengasuhan ala Prancis lebih baik?

Tiga poin di atas hanyalah sebagian kecil dari pola pengasuhan Prancis yang ditulis Druckerman. Ia menegaskan bahwa bukunya ditulis berdasarkan generalisasi pengalamannya dalam memperhatikan lingkungannya membesarkan anak. Lingkungan Druckerman berasal dari kalangan menengah, pekerja kantoran, serta berpendidikan yang berlokasi di Paris dan kawasan sub urban sekitar Paris.
Berlatar belakang lingkungan yang kurang lebih sama dan di lokasi yang sama, saya melihat bahwa tidak semua hal dapat kita terapkan di Indonesia. Pemerintah Prancis sangat berperan dalam mempersiapkan generasi masa depannya, terlihat dari keseriusannya dalam hal sesederhana menyusun menu kantin dan kurikulum TK.
Sistem yang dibuat pemerintah Prancis sepertinya sangat mendukung pembangunan karakter anak-anak Prancis. Namun demikian, bukan berarti mustahil untuk diterapkan di Indonesia. Walaupun menantang, kita juga dapat mulai membiasakan pemberian makanan dengan gizi seimbang, mengajari waspada diri sejak kecil, juga membantu mengasuh anak yang usianya lebih kecil. Et voila, sebagai orang tua, kita juga nantinya akan santai dan memiliki lebih banyak waktu untuk me time.
Orang tua juga butuh me-time. Foto dari Shutterstock oleh Wavebreakmedia