Konten Media Partner

5 Pilihan Obat BAB Berdarah Sesuai Penyebabnya

26 Desember 2022 17:43 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Keluhan buang air besar berdarah bisa ditangani dengan mengonsumsi obat BAB berdarah. Foto: Pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Keluhan buang air besar berdarah bisa ditangani dengan mengonsumsi obat BAB berdarah. Foto: Pexels.com
ADVERTISEMENT
Keluhan buang air besar (BAB) berdarah sebaiknya tidak disepelekan sebab gangguan ini bisa menjadi pertanda adanya masalah pencernaan yang serius. Salah satu langkah menangani masalah tersebut adalah dengan mengonsumsi obat BAB berdarah.
ADVERTISEMENT
BAB berdarah atau hematochezia adalah kondisi yang terjadi akibat pendarahan di salah satu organ pencernaan. Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan BAB berdarah, yakni ambeien, infeksi usus, radang usus, fisura ani, hingga divertikulitis.
Gangguan BAB berdarah biasanya ditangani obat BAB berdarah. Obat-obatan ini diberikan sesuai dengan penyebab yang mendasarinya. Lantas, apa saja obat BAB berdarah tersebut? Simak jawabannya di bawah ini.

Obat BAB Berdarah

Salah satu obat BAB berdarah adalah obat kortikosteroid. Foto: Pexels.com
Obat BAB berdarah biasanya disesuaikan dengan masalah pencernaan yang mendasarinya. Misalnya, jika BAB berdarah disebabkan ambeien, dokter akan memberikan obat untuk mengatasi ambeien.
Sebelum memberikan resep obat, dokter akan melakukan diagnosis terlebih dahulu untuk mengetahui penyebab BAB berdarah. Setelah itu, dokter akan menganjurkan beberapa perawatan terkait kondisi yang dimaksud, termasuk memberikan obat BAB berdarah yang tepat.
ADVERTISEMENT
Mengutip dari jurnal Rectal Bleeding oleh Ahmed O. Sabry dan Tanuj Sood, berikut daftar obat yang sering digunakan untuk mengatasi BAB berdarah.

1. Antibiotik

Antibiotik adalah obat yang dikonsumsi untuk mengatasi bakteri penyebab infeksi. Dokter mungkin akan meresepkan obat ini untuk melawan bakteri Helicobacter pylori, bakteri penyebab gangguan pencernaan, seperti ulkus peptikum, tukak lambung, gastritis yang bisa membuat feses berdarah.
Antibiotik bekerja dengan cara membasmi dan membunuh bakteri serta menghambat pertumbuhannya. Obat ini juga sering diberikan untuk mengatasi berbagai jenis bakteri penyebab masalah pencernaan lainnya, seperti Salmonella, dan E. coli.

2. Obat Penekan Asam Lambung

Obat penekan asam lambung adalah jenis obat yang bekerja untuk mengurangi produksi asam lambung di perut. Produksi asam lambung yang berlebihan akan melukai lapisan dinding dan menyebabkan tukak lambung.
ADVERTISEMENT
Selain itu, obat ini bisa menyebabkan sindrom Mallory-Weiss, gangguan pada kerongkongan yang bisa akibat iritasi oleh asam lambung. Sindrom ini memiliki gejala berupa BAB berdarah.
Beberapa obat penekan asam lambung yang bisa dikonsumsi adalah inhibitor pompa proton (PPI), H2 blockers, dan bismuth subsalicylate.

3. Obat Kortikosteroid

Obat BAB berdarah selanjutnya adalah obat-obatan kortikosteroid. Kortikosteroid merupakan obat yang bekerja sebagai imunosupresan atau menurunkan aktivitas imun dalam tubuh.
Selain itu, kortikosteroid juga bisa mengurangi peradangan. Hal ini bisa dimanfaatkan untuk menangani inflammatory bowel disease atau peradangan pada usus, seperti penyakit Crohn dan kolitis ulseratif yang menyebabkan BAB berdarah.
Jika BAB berdarah disebabkan oleh peradangan, dokter akan menyarankan obat kortikosteroid, seperti prednisone untuk mengurangi peradangan dan mengatasi berbagai macam gejalanya, termasuk BAB berdarah.
ADVERTISEMENT

4. Obat Ambeien

Ambeien merupakan gangguan pencernaan yang bisa mengakibatkan feses tercampur dengan darah. Kondisi ini disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat, seperti kurang makan makanan berserat, malas bergerak, duduk terlalu lama, dan lain-lain.
Dokter mungkin akan meresepkan beberapa obat ambeien jika BAB berdarah disebabkan oleh gangguan ini. Adapun jenis obat yang sering digunakan untuk mengatasi ambeien adalah krim hidrokortison, obat pencahar, dan suplemen serat.
Obat-obatan ini bekerja untuk mengurangi rasa tidak nyaman, nyeri, dan peradangan pada bagian anus. Dengan ditanganinya ambeien, keluhan BAB berdarah pun akan ikut mereda.

5. Obat Kemoterapi

Kanker kolorektal merupakan salah satu faktor penyebab BAB berdarah. Pertumbuhan tumor ganas pada pada usus besar (kolon) atau rektum ini bisa mengakibatkan pendarahan, sehingga feses yang dikeluarkan akan bercampur dengan darah.
ADVERTISEMENT
Dokter akan melakukan berbagai macam cara untuk mengatasi kanker, termasuk pemberian jenis obat-obatan yang menunjang kemoterapi.
Obat-obatan ini bekerja dengan cara menghancurkan sel kanker yang berbahaya bagi tubuh. Pada penderita polip, obat kemoterapi digunakan untuk menghambat pertumbuhan tumor jinak tersebut sebelum berkembang menjadi sel kanker.

Apakah BAB Berdarah Bisa Sembuh dengan Sendirinya?

BAB berdarah bisa sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan tertentu jika disebabkan oleh gangguan pencernaan ringan. Foto: Pexels.com
Pada dasarnya, BAB berdarah bisa sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan tertentu. Namun, hal tersebut hanya berlaku pada beberapa kondisi, seperti gastroenteritis, fisura ani, wasir, dan angiodisplasia. Beberapa kondisi ini biasanya akan membaik dengan sendirinya atau bisa disembuhkan dengan perawatan rumahan.
Namun, pada kondisi tertentu, BAB berdarah tidak dapat disembuhkan dengan sendirinya dan harus segera diobati dengan bantuan medis. Kondisi-kondisi tersebut adalah polip usus, divertikulitis, kanker kolorektal, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, waktu penyembuhan keluhan BAB berdarah akan terhambat jika penderita mengonsumsi obat-obatan tertentu, seperti obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), obat pengencer darah, dan lain-lain.
Untuk mempercepat penyembuhannya, penderita perlu menerapkan pola hidup sehat, seperti perbanyak minum air putih, konsumsi makanan yang kaya akan serat, hingga rutin berolahraga.
Jika BAB berdarah disertai dengan pendarahan hebat, pusing, detak jantung tidak teratur, dan sesak napas, Anda perlu memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan bantuan darurat medis.
Artikel ini telah direview oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.
(SAI)