Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Teknik Menulis Standar SPMI yang Terukur Agar Lulusan Berdaya Saing Global
8 Mei 2025 11:02 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari SEVIMA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ribuan rektor dan dosen dari Sabang sampai Merauke memadati auditorium virtual Seminar SEVIMA. Di hadapan para pimpinan perguruan tinggi itu, Dr. Dandi Darmadi, M.A.P.—pakar digitalisasi kampus yang kini menjadi Koordinator MBKM & Dosen Administrasi Publik di Universitas Andi Djemma, Palopo—mengupas tuntas cara merumuskan Standar Penjaminan Mutu Internal (SPMI) yang “jelas, terarah, dan benar‑benar bisa dikerjakan” oleh seluruh unit di kampus.
ADVERTISEMENT
“Standar yang bagus tidak berhenti di kertas,” tegas Dandi membuka paparannya. “Ia harus memuat siapa berbuat apa, sampai kapan, dan diukur dengan indikator yang semua orang bisa baca sama—bukan tafsir kanan‑kiri.”
Menulis Peran dan Tanggung Jawab secara Eksplisit
Menurut Dandi, kesalahan paling banyak ditemui saat penyusunan standar ialah kalimat yang bersifat umum dan multitafsir. Ia mencontohkan indikator capaian kurikulum unggul:
“Karena kurikulum adalah milik Program Studi, standar harus menyebut aktor utamanya secara gamblang,” ujarnya. “Tulis: Ketua Program Studi bersama Wakil Dekan I bidang akademik wajib memastikan prodi memiliki kurikulum yang mampu membawa lulusan bersaing di tingkat internasional. Dengan kalimat begini, siapa yang bertanggung jawab jelas, targetnya pun terukur.”
Dandi mengingatkan, setiap standar minimal memuat empat elemen: (1) tujuan yang selaras visi misi, (2) indikator kinerja yang dapat diaudit, (3) penanggung jawab, dan (4) tenggat waktu. “Tanpa empat komponen itu, standar rawan jadi dokumen indah yang dilupakan,” katanya disambut tawa ringan peserta.
ADVERTISEMENT
Hubungkan dengan Akreditasi dan Pasar Kerja
Lebih dari sekadar kepatuhan regulasi, standar SPMI—bila ditulis baik—menjadi alat strategis menuju akreditasi unggul dan pengakuan internasional. “Ketika indikator kita eksplisit menargetkan daya saing global, otomatis standar itu sudah ‘naik kelas’—melampaui SN‑DIKTI dan selaras dengan skema akreditasi internasional seperti ASIC atau FIBAA,” papar Dandi.
Ia menambahkan, kata kunci “daya saing” harus diterjemahkan ke ukuran konkrit, misalnya presentase lulusan diterima di industri multinasional, kelulusan sertifikasi profesi global, atau rasio mahasiswa asing pada program pertukaran. “Jangan takut menetapkan angka. Standar tanpa angka tak ubahnya slogan,” ujarnya.
Mengapa Perlu Bahasa Operasional
“‘Mampu’, ‘optimal’, ‘baik’—itu kata‑kata favorit drafting standar yang sebenarnya bahaya,” kritik Dandi. Menurutnya, bahasa operasional menuntut kejelasan ukuran (mis. skor minimal, frekuensi, atau rentang waktu). “Ganti ‘mampu mengelola kelas dengan baik’ menjadi ‘menggunakan metode active learning minimal di 50 % sesi tatap muka setiap semester’. Jelas dan bisa diperiksa,” tandasnya.
ADVERTISEMENT
Dukungan Teknologi SEVIMA Platform
Sebagai Training Manager SEVIMA, Dandi menekankan bahwa standar bagus membutuhkan sistem pendukung. “Anda boleh menulis standar paling elegan; kalau data akademik tercecer di spreadsheet berbeda‑beda, audit mutu akan tersendat,” ujarnya. SEVIMA Platform—yang kini dipakai lebih dari 1 200 perguruan tinggi—menyediakan modul spesifik untuk memetakan indikator, workflow persetujuan, hingga dashboard capaian real‑time.
“Dengan dasbor itu, ketua prodi atau dekan bisa melihat setiap indikator—hijau, kuning, merah—tanpa menunggu laporan triwulan. Itu membuat perbaikan berjalan instan, bukan musiman,” jelas Dandi.
Komitmen Pimpinan dan Budaya Mutu
Sesi tanya jawab mengerucut pada satu isu: siapa yang “memaksa” standar dijalankan?
“Tidak ada standar berjalan sendiri. Kuncinya komitmen pimpinan,” jawab Dandi. “Rektor harus memasukkan capaian indikator ke kontrak kinerja setiap pejabat akademik. Ketika evaluasi tahunan tiba, angka‑angka SPMI menjadi bahan rapat, bukan sekadar lampiran.”
ADVERTISEMENT
Ia menutup seminar dengan ajakan membangun budaya mutu yang hidup:
“SPMI itu maraton, bukan sprint akreditasi. Tulis standar yang lugas, tetapkan indikator berani, pakai teknologi untuk memantau, dan pastikan pimpinan bicara mutu setiap hari. Kalau empat hal ini jalan, kita tidak hanya memenuhi aturan—kita memanusiakan pendidikan tinggi Indonesia agar dihargai dunia,” pungkas Dandi, disambut tepuk tangan panjang peserta.
Dr. Dandi Darmadi, M.A.P. telah sepuluh tahun lebih mendampingi kampus di berbagai provinsi merancang SPMI, mengelola MBKM, dan bertransformasi digital. Di SEVIMA, ia memimpin tim pelatihan yang memastikan setiap fitur platform—mulai dari kurikulum, SIAKAD, hingga quality assurance—dimanfaatkan optimal oleh civitas akademika.
Seminar SEVIMA kali ini menjadi pengingat kuat bagi perguruan tinggi bahwa menulis standar SPMI bukan sekadar kewajiban, melainkan pijakan menuju reputasi global dan lulusan yang siap bersaing di mana saja.
ADVERTISEMENT