Konten dari Pengguna

Jangan Dipaksa Bahagia: Mengenal dan Menghindari Toxic Positivity

Stress Management Indonesia
Neuroscience, Holistic, and Humanistic solution centre with the healthy start from home based programme.
24 Desember 2024 13:15 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Stress Management Indonesia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gamabaran (Sumber Foto : Generate Photo by Blackbox.ai)
zoom-in-whitePerbesar
Gamabaran (Sumber Foto : Generate Photo by Blackbox.ai)
ADVERTISEMENT
Pada era digital ini, media sosial telah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama bagi Gen Z. Platform seperti Instagram, TikTok, dan Twitter bukan hanya menjadi tempat berbagi momen, tetapi juga wadah untuk membangun identitas diri. Sayangnya, di balik fitur-fitur positifnya, media sosial sering kali memicu fenomena yang dikenal sebagai toxic positivity.
ADVERTISEMENT
Toxic positivity adalah tekanan untuk selalu terlihat bahagia, sukses, dan sempurna, meskipun kenyataan hidup jauh dari itu. Fenomena ini bukan hanya tidak realistis, tetapi juga dapat memberikan dampak buruk bagi kesehatan mental. Yuk, kenali lebih dalam tentang toxic positivity dan bagaimana cara menghindarinya!
Apa Itu Toxic Positivity?
Toxic positivity adalah sikap atau tekanan untuk tetap positif dalam segala situasi, bahkan ketika situasi tersebut sulit atau menyakitkan. Misalnya, ketika kamu merasa sedih, lalu ada yang berkata, “Kamu harus tetap kuat! Jangan sedih terus dong, banyak orang di luar sana yang lebih menderita.” Meski niatnya baik, ucapan seperti ini malah membuat kamu merasa bersalah karena memiliki emosi negatif.
Menurut Quintero dan Long (2019), toxic positivity adalah fokus berlebihan pada hal-hal positif sambil mengabaikan atau menolak emosi negatif. Padahal, perasaan seperti sedih, marah, dan kecewa adalah bagian alami dari kehidupan yang seharusnya diterima dan divalidasi.
ADVERTISEMENT
Dampak Buruk Toxic Positivity
Toxic positivity mungkin terlihat sepele, tetapi dampaknya bisa cukup serius, terutama bagi kesehatan mental. Berikut adalah beberapa dampak yang perlu kamu waspadai:
1. Menolak Emosi Negatif
Saat kamu memaksakan diri untuk selalu berpikir positif, kamu jadi cenderung menekan emosi negatif. Padahal, menahan emosi seperti sedih atau marah hanya akan membuatmu semakin menderita dan sulit memahami perasaanmu sendiri.
2. Merasa Terisolasi
Pura-pura bahagia di media sosial demi terlihat kuat justru membuatmu semakin jauh dari orang-orang di sekitarmu. Kamu mungkin merasa malu atau takut dianggap lemah jika menunjukkan perasaan yang sebenarnya, sehingga enggan mencari dukungan dari teman atau keluarga.
3. Harga Diri Menurun
Ketika tidak mampu mempertahankan kebahagiaan palsu, kamu mungkin merasa gagal atau tidak cukup baik. Hal ini dapat menurunkan rasa percaya diri dan harga diri, bahkan memicu kecemasan atau depresi.
ADVERTISEMENT
Tanda-Tanda Kamu Terjebak Toxic Positivity
Apakah kamu merasa bersalah ketika sedang sedih? Atau berusaha menyembunyikan perasaanmu agar terlihat “baik-baik saja”? Berikut beberapa tanda toxic positivity yang mungkin kamu alami:
Jika kamu merasa salah satu tanda di atas ada pada dirimu, itu mungkin saatnya untuk lebih jujur pada dirimu sendiri.
Cara Menghindari Toxic Positivity
Untungnya, ada banyak cara untuk melawan tekanan toxic positivity, terutama di media sosial:
1. Validasi Perasaanmu
Tidak apa-apa untuk merasa sedih, marah, atau kecewa. Semua emosi itu valid dan manusiawi. Jangan takut untuk mengakui apa yang kamu rasakan.
ADVERTISEMENT
2. Kurangi Tekanan dari Media Sosial
Ingat, apa yang kamu lihat di media sosial hanyalah sebagian kecil dari kehidupan seseorang. Batasi waktu bermain media sosial dan unfollow akun-akun yang membuatmu merasa tidak cukup baik.
3. Cari Komunitas yang Supportif
Bergabunglah dengan komunitas yang menerima kamu apa adanya dan mendukungmu untuk menjadi versi terbaik dirimu, tanpa harus berpura-pura bahagia.
4. Praktikkan Self-Compassion
Berbaik hatilah pada dirimu sendiri. Alih-alih menuntut dirimu untuk selalu kuat, izinkan dirimu untuk beristirahat dan menerima kenyataan dengan lapang dada.
5. Cari Bantuan Profesional Jika Dibutuhkan
Jika tekanan terasa terlalu berat, jangan ragu untuk mencari bantuan dari psikolog atau konselor. Mereka bisa membantumu memproses emosi dan menemukan cara untuk merasa lebih baik.
ADVERTISEMENT
Hidup tidak selalu tentang kebahagiaan. Ada kalanya kita merasa sedih, kecewa, atau marah — dan itu tidak apa-apa. Jangan biarkan tekanan toxic positivity membuatmu merasa harus terus tersenyum meski sedang terluka. Yuk, mulai sekarang, jadilah lebih jujur pada dirimu sendiri dan berikan ruang untuk semua emosi yang kamu rasakan. Karena pada akhirnya, kebahagiaan sejati datang dari penerimaan diri, bukan dari kepura-puraan.
Penulis Artikel : Lili