news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Bank Sentral China Larang Uang Kripto, Harga Bitcoin Cs Rontok

24 September 2021 20:22 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mata uang kripto. Foto: REUTERS/Dado Ruvic
zoom-in-whitePerbesar
Mata uang kripto. Foto: REUTERS/Dado Ruvic
ADVERTISEMENT
Pasar uang kripto kembali terguncang, kali ini dipicu pernyataan resmi bank sentral China yang melarang transaksi cryptocurrency. People's Bank of China menegaskan larangan tersebut, sekaligus bertekad menghentikan penambangan kripto yang ditetapkan ilegal.
ADVERTISEMENT
"Segala transaksi uang kripto dinyatakan sebagai aktivitas keuangan terlarang. Termasuk layanan yang disediakan oleh bursa asing (di luar China," demikian dinyatakan People's Bank of China di situs mereka.
Dalam pernyataan itu bahkan disebut spesifik, cryptocurrency seperti Bitcoin dan Ethereum tidak dapat diedarkan dan ditransaksikan.
Seiring pernyataan tersebut, harga beragam jenis uang kripto paling populer pun rontok. Dipantau kumparan dari coindesk pada pukul 20.00 WIB, harga Bitcoin anjlok 5,87 persen. Uang kripto paling populer itu harganya USD 41.120 atau sekitar Rp 586 juta.
Ilustrasi cryptocurrency. Foto: Shutter Stock
Padahal pada 7 September 2021 lalu, harganya sempat USD 52.600 atau hampir Rp 750 juta. Hal ini dipicu sentimen positif, diberlakukannya Bitcoin sebagai mata uang resmi di El Salvador.
ADVERTISEMENT
Tapi hal ini kemudian memicu protes masyarakat, apalagi banyak gangguan pada sistem transaksi. Akibatnya harga Bitcoin anjlok keesokan harinya.
Selain Bitcoin, harga cryptocurrency lainnya saat ini juga kompak melorot. Ethereum terperosok lebih dalam yakni 9,35 persen. Demikian juga dengan XRP dan Cardano, sama-sama memerah. Masing-masing minus 7,92 persen dan minus 2,85 persen.
Kebijakan pelarangan yang diambil bank sentral China kali ini, merupakan yang paling keras terhadap uang kripto. China merupakan tempat penambang uang kripto terbesar yang menguras konsumsi listrik. Hal ini bertentangan dengan kebijakan negara yang sedang menekan emisi gas rumah kaca.