Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Direktorat Jenderal Bea Cukai tak ingin tinggal diam terkait adanya impor ilegal dengan modus jasa titipan alias jastip . Praktik ini dianggap melanggar Peraturan Menteri Keuangan nomor 203/PMK.04/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut.
ADVERTISEMENT
Dalam aturan tersebut, penumpang hanya diperbolehkan membawa barang pribadi dengan batas nilai USD 500. Jika nilai barang tersebut melebihi USD 500 per orang, maka akan dipungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor.
Lalu, apa saja fakta-fakta yang diungkapkan pemerintah dari fenomena jastip ini?
Ada 422 kasus jastip di Bandara Soetta
Pemerintah mencatat ada sebanyak 422 penindakan untuk kasus jasa titipan atau jastip di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.
Jumlah penindakan ini terjadi sejak Januari-September 2019. Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi, mengatakan pihaknya baru menemukan kasus jastip ini pada dua hari lalu.
Modusnya, pemilik usaha yang diketahui atas nama akun @titipdongkak ini membeli tiket untuk 14 orang. Masing-masing orang tadi akan membawa koper atau tas yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Orang-orang ini yang kemudian akan membawa berbagai barang dagangan si pemilik tadi.
"Kami duga itu punya satu orang karena orang ini pesan tiket sekaligus untuk 14 orang. Tujuannya sama, ke Amsterdam via Dubai lewat Cengkareng. Tapi koper mereka beda-beda," katanya saat ditemui di Kantor Bea Cukai, Jakarta Timur, Jumat (27/9).
iPhone 11 dan tas branded jadi favorit jastip
Heru menjelaskan, sejumlah barang favorit yang ditemukan adalah iPhone 11, tas branded, pakaian mewah, perhiasan berupa kalung dan cincin, hingga sepatu. Tak lupa juga ada beberapa barang kosmetik, hanya saja tidak terlalu banyak.
Dia bercerita pengalaman menarik selama menindak pelaku jastip. Beberapa waktu lalu, Bea Cukai menemukan dugaan kasus jastip terhadap seseorang. Orang ini membawa sepatu baru dalam jumlah yang banyak di koper dengan alasan traveling.
ADVERTISEMENT
"Kami mudah saja melihatnya. Kalau memang dipakai untuk traveling, kenapa nomor sepatunya berbeda-beda. Itu kalau yang dia enggak teliti. Tapi kalau pelaku jastip yang pintar dia memang bawa sepatu dengan nomor yang sama, itu pun masih kelihatan masa baru semua,” ungkap Heru.
Pelaku jastip akan diminta buat NPWP
Banyaknya pelaku jastip membuat pemerintah mulai gerah. Sebab, selama ini pelaku jastip tersebut bisa menjual dengan harga murah karena menghindar dari berbagai pembayaran pajak.
Untuk itu, para pelaku usaha jastip akan diminta memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sehingga pelaku jastip melakukan kegiatan bisnis secara resmi dan menaati prosedur kepabeanan.
"Kami telah mewajibkan pengusaha jastip untuk mencantumkan NPWP dan kami sudah kerja sama dengan pajak," kata Heru.
ADVERTISEMENT
Modus pelaku jastip
Heru juga mengungkap modus-modus dalam sistem jastip. Ia mengatakan, barang-barang yang dibawa umumnya produk mewah yang berasal dari beberapa negara mulai dari Hong Kong, Bangkok, Singapura, Guang Zhou, Abu Dhabi, hingga Australia.
Heru menjelaskan, beberapa modus yang digunakan para pengusaha nakal ini. Pertama, dengan mengirimkan orang-orang berkedok liburan. Mereka dibayar untuk membawa koper kosong yang kemudian diisi dengan barang-barang mewah dari luar negeri.
"Dengan kata lain, mereka lakukan split terhadap nilai barang. Padahal semua barang ini milik satu orang saja," terang Heru.
Heru merasa modus ini mirip dengan split barang yang dikirim e-commerce. Hanya saja, dalam bentuk barang bawaan penumpang.
Dia menduga, setelah pengiriman barang lewat e-commerce dipasang program anti-splitting sejak tahun lalu, banyak yang beralih ke modus split barang penumpang ini.
ADVERTISEMENT
"Ini mirip split waktu kita beli secara online, dia (pelaku) ubah modusnya yang batas minimum harga barangnya USD 500," kata Heru.
Respons pengusaha soal adanya jastip
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) dan Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo, mengapresiasi Ditjen Bea dan Cukai menggagalkan barang impor berkedok jastip.
Modus barang impor ilegal melalui jastip tersebut dinilai merugikan negara dan pengusaha.
"Kami surprise. Ternyata ada modus-modus seperti ini. Selama ini, yang kami khawatirkan ternyata ditindak langsung Direktorat Bea Cukai," kata Wakil Ketua Umum Aprindo, Tutum Rahanta, saat ditemui di Jakarta Timur, Jumat (27/9).
Dia mengatakan, para peritel selama ini mengkhawatirkan fenomena jastip. Adanya Jastip dinilai membuat persaingan tidak sehat di antara pelaku usaha ritel.
ADVERTISEMENT
Sebab, produk impor jastip tidak membayar ketentuan fiskal seperti bea masuk, PPNBM, PPN, PPh, dan ketentuan pajak impor lainnya.
Sementara itu, Sekjen Apindo, Eddy Hussy, meminta pelaku jastip untuk mengikuti ketentuan yang berlaku agar persaingan usaha berjalan secara adil.
Ia berharap agar semua mematuhi aturan yang ada. Hal ini dianggap mampu memberikan jaminan usaha yang adil, dan bisa bersaing di kalangan pengusaha.
"Sekarang itu pemerintah kita semakin hari semakin canggih, mampu mendeteksi semua yang ada di lapangan," ungkap Eddy.