Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Histeria Korban Boeing 737 Max Sebelum Tewas, Bisa Dikompensasi ke Keluarga
2 Juni 2023 7:50 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Kepanikan dan histeria yang dialami korban Boeing 737 Max Lion Air dan Ethiopian Airlines, sebelum akhirnya pesawat jatuh dan menewaskan seluruh penumpangnya, dapat dikompensasi sebagai ganti rugi kepada keluarga para korban. Boeing sebelumnya menolak dalil tersebut, dengan alasan seluruh korban tewas seketika dan tak sempat mengalami kepanikan/histeris.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari The Washington Post, Jumat (2/6), dalih Boeing tersebut dipatahkan oleh putusan hakim federal pada Pengadilan Distrik Chicago, Amerika Serikat (AS), Jorge Alonso. Dia menyebut keluarga korban berhak menuntut ganti rugi atas guncangan emosi yang dialami para korban sebelum tewas.
Pesawat Boeing 737 Max milik Lion Air jatuh di perairan pantai utara Jawa sekitar Kabupaten Karawang, pada 29 Oktober 2018. Penerbangan JT610 Jakarta-Pangkal Pinang itu menewaskan seluruh 189 orang penumpang dan awaknya.
Tak berselang lama, yakni pada 10 Maret 2019 pesawat yang sama milik Ethiopian Airlines juga jatuh, hanya beberapa saat setelah lepas landas di Adhis Ababa. Seluruh 157 penumpang dan awaknya tewas. Kecelakaan yang menelan total korban 346 orang itu, membuat armada Boeing 737 Max sempat dilarang terbang dan dicekal di seluruh dunia.
ADVERTISEMENT
The Washington Post menulis, keputusan itu adalah status hukum terbaru dalam gugatan bertahun-tahun antara keluarga para korban dengan Boeing Co. Kerabat dari 346 orang yang tewas di pesawat Boeing 737 Max di Ethiopia dan Indonesia, masih punya kasus hukum yang akan diadili di Illinois pada 20 Juni 2023.
Alonso mencatat bahwa juri akan mendengarkan kesaksian tentang sejarah Ethiopian Airlines Penerbangan 302, termasuk deskripsi pergerakan pesawat sebelum kecelakaan di luar ibu kota Addis Ababa.
"Bahkan berdasarkan versi paling jelas dari bukti itu, juri dapat dengan jelas menarik kesimpulan yang masuk akal ... bahwa penumpang mengalami tekanan emosional saat pesawat terguncang-guncang, naik dan turun, naik lagi, lalu jatuh," tulis Jorge Alonso lagi dalam keputusannya.
ADVERTISEMENT
Dalam putusannya, Alonso menolak argumen Boeing bahwa penumpang yang jadi korban tidak sempat merasakan sakit dan histeris, karena mereka meninggal seketika saat terjadi benturan.