Indef: Rencana PPN Sembako Bisa Naikkan Angka Kemiskinan RI

14 September 2021 11:48 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Keuangan Sri Mulyani berkunjung ke Pasar Santa, Jakarta Selatan, untuk berbelanja dan menjelaskan PPN Sembako (14/6). Foto: Instagram/@smindrawati
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani berkunjung ke Pasar Santa, Jakarta Selatan, untuk berbelanja dan menjelaskan PPN Sembako (14/6). Foto: Instagram/@smindrawati
ADVERTISEMENT
Institute for Development on Economics and Finance (Indef) menilai rencana pemerintah untuk menarik pajak pertambahan nilai atas barang kebutuhan pokok atau PPN sembako memiliki sejumlah dampak buruk.
ADVERTISEMENT
Wacana tersebut muncul lewat salah satu kebijakan yang tengah digarap pemerintah, yakni Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Menurut Peneliti Center of Macroeconomics and Finance Indef, Riza A Purnama, rencana pajak tersebut bakal diiringi sejumlah risiko saat diimplementasikan.
Perubahan pada undang-undang perpajakan ini membuat barang dan jasa yang masuk kategori kena pajak bertambah pula. Terutama adanya penambahan klausul yang menyebut barang kebutuhan pokok tertentu.
Pemerintah sebelumnya menekankan sembako yang disasar ini utamanya adalah yang dikonsumsi masyarakat kalangan menengah ke atas. Namun, kata Riza, kelompok masyarakat menengah ke bawah pun berisiko turut terdampak. Sehingga, angka kemiskinan dinilai bisa meningkat.
"Hal ini berpotensi memberikan dampak pada kenaikan barang-barang. Dan yang kedua adalah batas garis kemiskinan dapat terkerek naik jika tidak dilakukan dengan hati-hati," ujar Riza dalam webinar Indef membahas sembako kena pajak, Selasa (14/9).
ADVERTISEMENT
Menurut Riza, penentuan batas mana barang yang dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan ke atas tersebut masih kabur. Oleh karenanya, tidak menutup kemungkinan sembako yang tidak masuk kategori juga turut terkerek harganya.
Sedangkan langkah antisipasi seperti pemberian subsidi, rawan akan terjadi masalah penyaluran yang tidak tepat sasaran. Soalnya selama ini akurasi data dalam berbagai penyaluran subsidi juga kerap bermasalah.
"Peningkatan PPN pada barang kebutuhan pokok perlu dipertimbangkan karena mempengaruhi inflasi, volatile food, batas garis kemiskinan, kemudian mekanismenya terutama yang harus diperhatikan. Kita tidak ingin nanti kenaikan PPN bukan justru memberikan benefit seperti diharapkan, tapi justru memberikan dampak buruk pada ekonomi," tuturnya.
Berdasarkan bahan materi Ditjen Pajak yang diterima kumparan, pemerintah akan menerapkan empat skema tarif PPN dalam RUU KUP yang tengah dibahas bersama Komisi XI DPR RI. Untuk skema pertama, yakni tarif PPN umum sebesar 12 persen.
ADVERTISEMENT
Skema kedua adalah tarif terendah 5-7 persen untuk barang atau jasa yang dikonsumsi untuk masyarakat banyak. Untuk barang kebutuhan pangan dasar rumah tangga yang merupakan konsumsi paling besar masyarakat, dijaga agar harganya terjangkau, sehingga dikenai tarif 5 persen. Sedangkan untuk jasa tertentu (misalnya pendidikan dan angkutan umum) dikenai tarif 7 persen untuk menjaga jasa agar tetap berkualitas dan terjangkau.
Skema ketiga, tarif tertinggi 15-25 persen untuk barang mewah atau sangat mewah, contohnya rumah, apartemen mewah, pesawat terbang, yacht, serta barang mewah lainnya seperti tas, arloji, dan berlian.
Skema keempat, tarif PPN Final 1 persen untuk pengusaha atau kegiatan tertentu.