Muhammadiyah Geram: Tahu-Tempe Simbol Usaha Rakyat Kecil, Masak Dikerjain Juga?

4 Januari 2021 15:35 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Proses pembuatan tahu, di pabrik kawasan Jakarta Barat. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Proses pembuatan tahu, di pabrik kawasan Jakarta Barat. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Kelangkaan kedelai yang menghambat usaha produksi tahu tempe mengundang keprihatinan berbagai kalangan. Pengurus Pusat atau PP Muhammadiyah bahkan mengaku geram dengan persoalan ini.
ADVERTISEMENT
"Benar 1.000 persen! Tahu tempe itu simbol produk ekonomi rakyat kecil, masak dikerjain juga?" kata Ketua Bidang Ekonomi PP Muhammadiyah, KH. Anwar Abbas, dalam pernyataan yang diterima kumparan, Senin (4/1).
Dia berpendapat, kalau harga kedelai naik, maka biaya produksi dari para pembuat tahu dan tempe tentu akan meningkat. Kalau biaya produksi mereka meningkat, tentu harga jual mereka juga harus meningkat. Tapi kalau harga jualnya meningkat, maka daya beli masyarakat tentu akan menurun. Sehingga keuntungan dari produsen dan pedagang tahu serta tempe tersebut akan menurun.
"Dan kalau hal ini yang terjadi, tentu akan sangat berdampak atau berpengaruh kepada tingkat kesejahteraan para produsen dan para pedagang tahu dan tempe, serta juga kepada warga masyarakat. karena mereka tidak lagi mampu membeli sesuai dengan kebutuhan pokoknya," ujar KH. Anwar Abbas.
Ketua Bidang Ekonomi PP Muhammadiyah, KH. Anwar Abbas. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
PP Muhammadiyah pun meminta pemerintah untuk secepatnya mengatasi masalah ini, agar dunia usaha dan kehidupan ekonomi masyarakat kembali menggeliat serta tidak ada yang dirugikan.
ADVERTISEMENT
"Kalau ada pihak-pihak yang melakukan praktik tidak terpuji dengan melakukan penimbunan dan atau melakukan spekulasi soal kedelai ini, maka Muhammadiyah meminta pemerintah untuk menindak mereka dengan tegas dan menggiring mereka ke pengadilan untuk dijatuhi hukuman, sesuai dengan besar dan dampak buruk dari kesalahannya," tandasnya.
Sementara itu Sekjen Kementerian Perdagangan, Suhanto, mengeklaim stok kedelai cukup untuk kebutuhan industri tahu dan tempe nasional. Oleh karena itu, Kementerian Perdagangan menjamin tahu dan tempe tetap tersedia di masyarakat.
Suasana sepi di salah satu pabrik tahu saat aksi mogok berproduksi di Jakarta, Sabtu (2/1/2021). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
Tapi dia mengakui ada kenaikan harga kedelai, yang jadi bahan baku tahu dan tempe. Harga kedelai impor di tingkat perajin naik dari Rp 9.000 per kg pada November 2020 menjadi Rp 9.500 per kg pada Desember 2020.
ADVERTISEMENT
"Berdasarkan data Asosiasi Importir Kedelai Indonesia (Akindo), para importir selalu menyediakan stok kedelai di gudang importir sekitar 450.000 ton. Jadi kalau kebutuhan kedelai untuk para anggota Gakoptindo sebesar 150.000—160.000 ton per bulan, maka stok tersebut seharusnya cukup untuk tiga bulan ke depan,” kata Suhanto melalui keterangan tertulis yang diterima kumparan.
Sementara kalangan perajin tahu tempe mengaku sulit mendapatkan kedelai. Kalau pun ada harganya mahal, dan tak bisa ditutupi dengan harga jual tahu tempe. Data BPS juga mengungkapkan, tahu tempe selama Desember 2020 mengalami inflasi masing-masing 0,06 persen dan 0,05 persen.