Negara Lain Belajar BLT ke RI, Mensos Malah Bagi-bagi Bansos Lalu Dikorupsi

6 Desember 2020 17:30 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kementerian Sosial salurkan bantuan sosial (bansos) untuk lanjut usia (lansia) terdampak pandemi corona di 5 provinsi. Foto: Kemensos
zoom-in-whitePerbesar
Kementerian Sosial salurkan bantuan sosial (bansos) untuk lanjut usia (lansia) terdampak pandemi corona di 5 provinsi. Foto: Kemensos
ADVERTISEMENT
Mensos Juliari Batubara jadi tersangka korupsi program bantuan sosial atau Bansos senilai Rp 17 miliar. Dana sebesar itu berasal dari fee yang dimintanya sebesar Rp 10.000, dari setiap paket Bansos yang nilainya Rp 300.000.
ADVERTISEMENT
"Diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui MJS (Matheus)" ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (6/12) dini hari.
Program Bansos berupa paket sembako itu makin gencar dilakukan, untuk mengatasi dampak pandemi kepada masyarakat miskin. Mengutip data Kementerian Keuangan, program Bansos tahun 2020 ini terdiri dari Program Keluarga Harapan (PKH) dengan anggaran senilai Rp 41,97 triliun.
Selain itu, ada juga bantuan berupa sembako dan Bantuan Tunai Sembako yang mencapai Rp 47,32 triliun. Serta ada juga Bansos khusus wilayah Jabodetabek Rp 7,1 triliun, serta Bansos non-Jabodetabek Rp 33,1 triliun.
Khusus untuk Bansos berupa paket sembako, isinya seperti beras, gula pasir, minyak goreng, telur, sarden, kornet. Tapi sejumlah warga penerima Bansos mengaku, isi paket tidak selalu lengkap seperti itu. Demikian juga volumenya, di periode pembagian selanjutnya terjadi pengurangan.
ADVERTISEMENT
"Waktu bansos pertama dapat beras 10 kilo, yang kemarin cuma 5 kilo. Telur pun enggak dapet, sebelumnya di awal dapat telor 30 biji mungkin sekitar 2 kilo," kata Yuniati dan Siti Julia kompak, keduanya warga Cilebut, Kabupaten Bogor, yang jadi penerima Bansos.
Menteri Sosial Juliari P Batubara mengenakan baju usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan

Negara Lain Belajar BLT ke Indonesia

Bansos berupa sembako memang rawan korupsi. Kerawanan itu mulai dari pengadaan sembakonya, hingga distribusi ke masyarakat penerima. Selain itu, proyek pengadaan sembako yang cenderung tertutup, juga tidak cukup efektif mendongkrak perekonomian.
Ini berbeda dengan bantuan langsung tunai (BLT) yang diserahkan dari pemerintah ke masyarakat penerima melalui transfer tunai (cash transfer). Masyarakat punya keleluasaan menggunakannya, baik untuk modal usaha, hingga kebutuhan konsumsi sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Mantan Menteri Keuangan, Chatib Basri, termasuk salah satu yang sangat mendorong Bansos dalam skema BLT atau cash transfer ini. Menurutnya, negara-negara lain menilai Indonesia sukses mengatasi dampak gejolak ekonomi ke masyarakat, dengan BLT.
"Mereka ingin belajar bagaimana Indonesia berhasil melewati krisis finansial global, taper tantrum, pengalaman menaikkan BBM, soal cash transfer (BLT), ekonomi politik kebijakan," kata Chatib melalui cuitannya di akun twitter.
Sayangnya, selepas Chatib Basri tak lagi menjadi menteri keuangan (2013-2014) di era Presiden SBY, kebijakan BLT itu ditinggalkan. "Sejak tahun 2015 saya sudah menganjurkan perlunya bantuan sosial seperti cash transfer, PKH (Program Keluarga Harapan), cash for work (padat karya tunai), untuk mengurangi kemiskinan," tulisnya lagi.
Efektivitas BLT, juga diungkapkan dua ekonom dari Smeru Research Institute, Vita Febriany and Asep Suryahadi, dalam artikel berjudul 'Lessons from Cash Transfer Programs in Indonesia' di eastasiaforum.org. Menurutnya Indonesia pernah menerapkan 'BLT Tanpa Syarat' atau Unconditional Cash Transfer (UCT), yakni pembagian dana tunai kepada masyarakat terdampak kenaikan harga BBM pada 2005-2006 dan 2008-2009.
ADVERTISEMENT
Sementara 'BLT Bersyarat' atau Conditional Cash Transfer (CCT), diberikan kepada keluarga yang masuk kategori miskin, yakni melalui Program Keluarga Harapan (PKH) sejak 2007. "Sebagian besar uang digunakan untuk kebutuhan pokok. Ada juga sisanya sebagian kecil, yang ditabung untuk biaya pendidikan atau kesehatan," tulis mereka.
Dalam tulisan itu juga diungkapkan, adanya alokasi sebagian BLT untuk biaya pendidikan, terbukti signifikan menurunkan pelibatan anak-anak usia sekolah untuk bekerja membantu ekonomi keluarga.
"BLT serupa diterapkan di Ekuador, namanya Bono de Desarrollo Humano. Hasilnya sama. Anak-anak usia sekolah tidak lagi terpaksa bekerja mencari uang, untuk membantu ekonomi keluarga mereka," lanjutnya.

Negara Maju pun Bagi BLT

Ilustrasi uang. Foto: Jason Lee/REUTERS
Mengatasi dampak pandemi ke masyarakat, negara-negara maju pun memberi bantuan langsung tunai atau BLT. Ekonom Bank Dunia, Ugo Gentilini, mengungkapkan tak kurang dari 90 negara di dunia menjalankan program BLT untuk mengatasi dampak pandemi ke masyarakat mereka.
ADVERTISEMENT
Di Amerika Serikat (AS), sembilan puluh juta orang sejauh ini telah menerima cek tunai hingga USD 1.200, sebagai bagian dari paket stimulus USD 2 triliun dari pemerintahan Donald J. Trump. Kebijakan serupa diambil Hong Kong, yang membagikan setara USD 1.280 kepada setiap penduduk yang berusia di atas 18 tahun.
Pemerintah Jepang pada April 2020 lalu, saat masih di bawah Perdana Menteri Sinzho Abe, bahkan membagi BLT kepada seluruh warganya tanpa kecuali. Baik kaya atau pun miskin, diberi 100.000 yen atau sekitar Rp 14 juta per orang. Hal ini dilakukan karena pandemi COVID-19 dianggap berdampak ke semua lapisan masyarakat, tanpa kecuali.
Pemerintah Abe, saat itu juga mengaku sulit untuk membedakan masyarakat yang terdampak dan yang tidak, oleh pandemi. Program BLT Pemerintah Jepang itu sendiri menelan anggaran hingga 2 persen dari total PDB mereka.
ADVERTISEMENT
Gentilini menyatakan, BLT memang bukan program yang baru dan muncul saat situasi pandemi seperti ini. Sejumlah negara Amerika Latin pernah menerapkannya dan terbukti efektif. Bahkan menurutnya, jika pandemi mereda nanti, program ini tetap dapat dipertahankan sebagai program perlindungan sosial negara.
“Program transfer tunai (cash transfer) atau BLT dapat diserap ke dalam sistem perlindungan sosial negara, saat pandemi sudah mereda. Setidaknya menjadi pilihan kebijakan di saat-saat krisis," kata Gentilini.