Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Pengusaha Soroti Dampak Konflik Iran-Israel Bisa Picu Kenaikan Inflasi di RI
17 April 2024 13:11 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid mengatakan, dunia usaha melihat konflik Timur Tengah yang terus meluas dapat mendorong kenaikan harga komoditas minyak mentah dan menyebabkan pelemahan nilai tukar Rupiah.
"Kami melihat pemerintah Indonesia dan dunia perlu mendorong deeskalasi konflik agar tidak memengaruhi kemampuan pemulihan ekonomi dunia," katanya kepada kumparan, Rabu (17/4).
Oleh karena itu, dia meminta pemerintah terus memperhatikan langkah antisipasi terhadap kenaikan harga minyak, pengaruh terhadap mata rantai pasok, maupun komoditas impor, melalui pengendalian fiskal.
"Sebab, faktor-faktor ini memengaruhi peningkatan inflasi dan pelemahan nilai tukar Rupiah. Pengendalian fiskal sepanjang tahun ini perlu menjadi faktor yang diperhatikan pemerintah dalam mengkalkulasi dampak tekanan eksternal melalui eskalasi konflik Timur Tengah," jelas Arsjad.
Meskipun perekonomian nasional masih terjaga, ditandai dengan cadangan devisa yang solid hingga USD 140 miliar atau setara impor 6,4 bulan, Arsjad melihat ketergantungan impor terhadap kebutuhan BBM dapat menekan nilai tukar Rupiah lebih jauh.
ADVERTISEMENT
Selain itu, lanjut dia, tekanan eksternal yang disebabkan konflik geopolitik ini dapat memengaruhi berbagai sektor perekonomian nasional, seperti beberapa industri dan mata rantai pasok (supply chain) mengalami gangguan dan kenaikan biaya, sehingga menekan kemampuan daya beli masyarakat.
"Sektor industri yang bergantung pada bahan baku impor juga terdampak dengan naiknya biaya bahan baku ataupun sektor usaha yang memiliki utang dalam bentuk USD akan mengalami kenaikan biaya beban utang," tutur Arsjad.
Selain itu, Arsjad juga menggarisbawahi dampak awal yang memengaruhi instrumen finansial di Indonesia. Setidaknya harga komoditas emas, minyak mentah, dan US10Y bond yield telah mengalami peningkatan.
Risiko di pasar finansial tersebut, menurutnya, akan meningkatkan kekhawatiran pelaku pasar atau kepercayaan investor yang ditunjukan dengan tekanan capital outflow.
ADVERTISEMENT
"Sehingga pemerintah juga perlu menjaga tekanan yang dapat membuat aliran modal keluar serta menjaga kepercayaan investor terhadap pasar modal dalam negeri," imbuh Arsjad.
Di sisi lain, dia juga meminta Bank Indonesia perlu memperhatikan arah kebijakan suku bunga serta strategi pengendalian nilai tukar yang menjaga stabilitas moneter agar dapat memberikan kepercayaan pada pasar.
"Selain itu, kerjasama strategis regional juga terus menerus perlu dikomunikasikan segera dengan berbagai bank sentral dunia demi mengantisipasi dampak regional dan global eskalasi konflik," pungkasnya.