Rupiah Anjlok Bikin Tepung Terigu Mahal, Harga Mi Instan Ikut Naik?

17 April 2024 17:41 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas menunjukan uang pecahan rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (3/1/2023). Foto: Muhammad Adimaja/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Petugas menunjukan uang pecahan rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (3/1/2023). Foto: Muhammad Adimaja/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) mengakui melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berdampak pada harga tepung terigu. Namun, harga mi instan belum tentu ikut naik.
ADVERTISEMENT
Nilai tukar rupiah semakin terperosok imbas serangan Iran terhadap Israel. Rupiah anjlok ke Rp 16.220 per dolar AS pukul 15.13 WIB. Melemahnya rupiah terhadap dolar AS merupakan yang terendah sejak Maret 2020.
Ketua Aptindo, Franciscus Welirang, menyebut mi instan merupakan produk konsumer. Kenaikan harga mi instan bergantung permintaan konsumen di pasar.
“Terigu mungkin saja karena pelemahan (rupiah) sudah besar. Mi instan sifat produk dan pasarnya berbeda. Mi instan adalah produk konsumer, kenaikan (harga) lebih pada market demand konsumen,” ujar pria yang akrab disapa Franky saat dihubungi kumparan, Rabu (17/4).
Franky yang juga menjabat sebagai Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) itu menjelaskan, pelemahan rupiah bisa berdampak pada harga tepung terigu karena gandum merupakan produk impor.
Ilustrasi memasak mi instan Foto: dok.shutterstock
Ia mengungkapkan terigu sebagai salah satu komoditas bisa mengalami fluktuasi harga. Seperti pada 2022, ketika harga gandum naik, harga terigu juga ikut melonjak.
ADVERTISEMENT
“Tahun 2023 harga gandum turun, terigu ikut turun. Sekarang yang mengubah rupiah terhadap dolar, bergantung juga posisi harga internasional,” terang Franky.
Terkait kinerja ICBP, selama 2023 penjualan terbesar terletak di Indonesia senilai Rp 47,62 triliun. Kemudian disusul dengan penjualan di Timur Tengah dan Afrika senilai Rp 16,15 triliun, lain-lain senilai Rp 2,54 triliun, dan Asia lainnya senilai Rp 1,58 triliun. Franky menuturkan ICBP sudah punya strategi untuk mengatasi pelemahan rupiah saat ini.
“(Strategi Indofood) menyeimbangkan penerimaan dolar melalui ekspor. Konsep bisnisnya coba diseimbangkan kebutuhan dolarnya melalui ekspor, bisa saja defisit namun hal tersebut menurunkan risiko kurs,” tutur Franky.