Bersama Brendan Rodgers, Leicester City Terbang Tinggi

29 Oktober 2019 14:26 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Brendan Rodgers memberikan instruksi kepada Harvey Barnes. Foto: REUTERS/David Klein
zoom-in-whitePerbesar
Brendan Rodgers memberikan instruksi kepada Harvey Barnes. Foto: REUTERS/David Klein
ADVERTISEMENT
Brendan Rodgers tak terima kisahnya di Inggris berakhir nahas setelah dipecat Liverpool. Maka, manajer asal Irlandia Utara itu mengambil keputusan berani pada Februari silam: Meninggalkan raksasa Skotlandia, Celtic, demi kembali ke Premier League. Destinasi Rodgers ialah Leicester City.
ADVERTISEMENT
Keputusan ini mulanya menimbulkan tanda tanya. Pasalnya, 2018/19 merupakan musim ketiga Rodgers di 'Surga' -- begitulah fan Celtic menyebut kandang mereka, Celtic Park. Selayaknya surga, Rodgers sudah hidup makmur dan bahagia di sana.
Pada dua musim sebelumnya, Rodgers sudah membawa Celtic merasakan treble domestik. Untuk musim lalu pun dia berpeluang membawa The Hoops kembali menjuarai tiga trofi di Skotlandia. Sementara, Leicester sedang tertatih-tatih di papan tengah.
Namun, Rodgers punya pertimbangan lain. Dia sadar pamor Scottish Premier League takkan pernah bisa menyaingi Premier League. Satu-dua cibiran bahwa prestasi Celtic dicapai di farmers league sangat besar kemungkinannya sampai ke telinga Rodgers.
Kejayaan berhasil dibawa Rodgers. Foto: Reuters/Russell Cheyne
Padahal, sudah sejak lama Rodgers meminta pengakuan dari dunia bahwa dia merupakan salah satu manajer jempolan. Bahkan, hasrat ini sudah terlihat ketika dunia menjuluki Swansea City binaannya sebagai Swansealona pada musim 2011/12.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Leicester tak kalah ambisiusnya. Setelah secara mengejutkan menjuarai Premier League pada 2015/16, The Foxes ingin lepas dari titel tim medioker. Namun, meski memiliki kualitas skuat yang lumayan, target ini tak pernah tercapai.
Namun, tanda tanya soal keputusan Rodgers dan Leicester ini terjawab seiring waktu. Kini Leicester berada di posisi ketiga Premier League dengan 20 poin, atau hanya tertinggal 2 poin dari Manchester City yang berada di posisi kedua.
***
Setelah Claude Puel didepak, Rodgers mengubah drastis rupa permainan Leicester. Tidak ada lagi Leicester yang reaktif. Yang ada, Leicester makin percaya diri untuk memimpin pertandingan.
Dalam sepak bola menyerang ala Rodgers, terasa ada nuansa Pep Guardiola. Wajar saja, karena Rodgers mengagumi kegeniusan eks pelatih Barcelona itu sejak lama. Selayaknya Guardiola, Rodgers juga menitikberatkan penguasaan bola dalam timnya.
ADVERTISEMENT
Sejak Rodgers datang, Leicester tampil dengan 4-1-4-1 dengan James Maddison juga Youri Tielemans menjadi gelandang tengah yang berperan sebagai free 8. Seperti Manchester City binaan Pep Guardiola, dua gelandang free 8 di Leicester juga bebas bergerak ke mana saja.
James Maddison merayakan gol ke gawang Liverpool. Foto: REUTERS/Phil Noble
Namun, Rodgers tak sekadar copy-paste gagasan Guardiola di timnya. Dalam versi Guardiola, dua gelandang free 8 bakal fokus menyerang di luar kotak penalti dan ruang operasinya di tengah. Sementara, dua full-back memberikan opsi serangan dari sisi tepi.
Untuk Leicester sendiri, Maddison dan Tielemans dibolehkan untuk bertukar posisi dengan Harvey Barnes dan Ayoze Perez yang berada di sayap kiri dan kanan. Dengan begitu, kelancaran serangan dari tengah dan sisi sayap tetap terjaga.
ADVERTISEMENT
Skema serangan Leicester tak hanya bisa bermula dari pemain sayap dan gelandang saja. Full-back pun juga bisa melakukannya. Namun, Rodgers tahu menciptakan serangan dengan cara seperti ini memiliki risiko besar. Sehingga, modifikasi pun dilakukan.
Misalnya sang full-back kiri Ben Chilwell melakukan overlapping. Barnes bakal pindah ke posisi gelandang kiri, lalu Maddison menjadi gelandang kanan. Sementara, Tielemans mundur untuk menemani Wilfried Ndidi di posisi gelandang bertahan.
Sementara, tiga bek tersisa memperpendek jarak dan berdiri di tengah. Dengan kata lain, formasi berubah menjadi 3-2-4-1 ketika satu full-back maju. Jika sang full-back gagal saat menyerang, tim bisa bertransisi lebih cepat ke formasi semula dengan cara ini.
Selain dua hal tadi, cara kerja Jamie Vardy juga tak kalah menarik. Biasanya, tim yang mengandalkan penguasaan bola bakal meminta striker tunggal untuk menekan ketika tim kehilangan bola. Namun, Vardy tak menjalankan tugas macam ini.
ADVERTISEMENT
Selebrasi gol Jamie Vardy ke gawang Southampton. Foto: Reuters/David Klein
Tugas Vardy ketika kehilangan bola sangatlah sederhana. Topskor Premier League 2015/16 itu hanya diminta membuka jalur umpan secara horizontal. Vardy tak menemukan kesulitan dalam menjalankan instruksi ini, dan 9 gol musim ini ialah buktinya.
Namun, Leicester tak hanya jago mengancam lawan dari open-play saja. Dari total 25 gol mereka musim ini, 19% di antaranya tercipta dalam skema bola mati. Ini artinya, Rodgers sudah memberikan Leicester terlalu banyak opsi dalam membikin gol.
Kemenangan super telak 9-0 atas Southampton, Sabtu (26/10/2019), adalah penampilan tergila Leicester musim ini.
Ryan Bertrand tertunduk usai Southampton takluk 0-9 dari Leicester City. Foto: REUTERS/David Klein
Dalam skema open-play, sang full-back Ben Chilwell menyumbangkan satu gol. Dari posisi gelandang, Youri Tielemans juga membikin satu gol. Dari sisi sayap Ayoze Perez membikin hattrick. Sementara, sang striker Vardy membukukan dua gol.
ADVERTISEMENT
Untuk skema bola mati, dua gol diciptakan Leicester. Jamie Vardy melalui titik putih pada menit ke-90+4. Lalu James Maddison melalui sepakan tendangan bebas sembilan menit sebelumnya.
Sekarang mari membahas yang dilakukan Leicester binaan Rodgers ketika diserang. Tentu, kala itu terjadi, Leicester takkan hanya bergantung kepada sang bek tengah andalan Caglar Soeyuencue atau aksi brilian sang kiper Kasper Schmeichel saja.
Ndidi dan Pereira, aset penting Leicester City. Foto: Reuters/Andrew Boyers
Pressing bakal menjadi kunci ketika Leicester kehilangan bola. Tujuannya, dengan langkah kolektif Leicester ini, pemain lawan yang sedang menguasai bola terpaksa melakukan back-pass atau menyerang dari sisi tepi -- yang mana lebih mudah diantisipasi.
Menengok yang dilakukan Wilfried Ndidi ketika tim diserang pun tak kalah menariknya. Jika lawan baru mencapai middle third, gelandang bertahan asal Nigeria ini bakal memutus jalur serangan di tengah. Namun, lain cerita jika lawan telah sampai di final third.
ADVERTISEMENT
Andai serangannya dari tepi, Ndidi bakal mendekati full-back. Dengan begitu, bek-bek tengah Leicester tak perlu bergeser posisi demi merebut bola. Cara ini sukses meminimalisir celah pertahanan Leicester, dan mereka cuma kebobolan 8 gol musim ini.
***
Tentu, Premier League musim ini masih panjang dan menyuguhkan banyak misteri. Akan tetapi, rentetan hasil positif yang dipetik Leicester di Premier League musim ini menandakan Rodgers telah melakukan tugasnya dengan sangat baik.
Kini, Leicester boleh kembali menengok ke atas. Bermimpi besar, dan berusaha mewujudkannya bersama B-Rod.