Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Tubuh yang dibuat gempal, rambut warna-warni, senyum yang lebar, atraksi sulap yang mencairkan suasana adalah imaji paradoks yang diciptakan badut kepada penonton. Satu sisi, badut diundang untuk membawa keceriaan, disisi lain sosok badut disodorkan oleh para orang tua untuk menakut-nakuti anak yang nakal.
Para psikolog percaya, jauh sebelum Stephen King meluncurkan novel IT-nya dan menampilkan wujud Pennywise ke dalam mimpi buruk penonton, Coulrophobia sebutan untuk fobia akan badut sudah melanda sebagian orang. Sebuah penelitian yang dipimpin oleh Dr. Curtis dari University of Sheffield menunjukan bahwa 250 anak diusia 4 hingga 16 tahun menggambarkan sosok badut sebagai sosok yang menakutkan.
Merujuk pada Cambridge Dictionary, badut atau clown diartikan sebagai orang yang dengan sengaja berlaku konyol dan bodoh. Namun ternyata sosok badut yang dianggap jenaka ini, memang memiliki sejumlah daftar hitam di berbagai belahan dunia. Histori kriminal yang dilakukannya membuat ikon keceriaan dan kelucuan pada badut tergantikan dengan sosok yang menyeramkan.
ADVERTISEMENT
Sebut saja Jean-Gaspard Deburau, seorang seniman pantomim terkenal asal Prancis yang memerankan karakter Pierrot di atas panggung opera. Ia melakukan tindak kriminal yang menobatkan dirinya sebagai badut pembunuh pertama di dunia.
Ironi memang, aktris pujaan yang dikenal piawai menghibur penonton justru berbalik menjadi pelaku pembunuhan. Saat itu pada tahun 1836 Deburau tak mampu menahan diri dari olokan anak laki-laki yang ia temui di jalan. Alih-alih mengusir anak tersebut agar tidak mengolok, ia justru memukul anak laki-laki tersebut dengan tongkat panjangnya dalam sekali pukulan hingga meninggal.
Atas tindakanya itu, penulis jalan hidup Deburau, Tristan Rémy menulis bahwa sifat ceria Deburau diatas panggung sama sekali tidak mencerminkan dirinya.
"Ketika dia membedaki wajahnya, sifatnya, pada kenyataannya, berada di atas angin. Dia berdiri pada ukuran hidupnya — pahit, pendendam, dan tidak bahagia."
ADVERTISEMENT
Deburau telah berhasil dengan apik menutupi emosi negatif dengan riasan wajah putihnya. Hal ini selaras dengan teori yang disampaikan psikolog asal Kanada, Rami Nader mengenai kepalsuan emosi dibalik riasan badut.
Nader pada Health.com menyebutkan bahwa riasan badut yang berlebihan memang cenderung menyebabkan seseorang menyembunyikan sifat aslinya.
"Mereka memiliki ekspresi yang besar, tiruan, dan dilukis, yang kamu tahu bahwa sebenarnya hal itu tidak mewakili perasaan badut tersebut karena tidak ada yang bisa bahagia sepanjang waktu."
Dan sayangnya cerita tragis perihal kenaifan badut belum selesai hingga panggung opera gulung tikar. Pada tahun 1972, John Wayne Gacy kembali membuat teror akan citra badut. Ia menjadi pelaku utama pembunuhan berantai yang bengis. Aksinya dilancarkan dalam kurun waktu 7 tahun dengan total korban 45 orang.
ADVERTISEMENT
Berkedok riasan badut Pogo The Clown, Gacy melancarkan aksinya dengan modus beragam. Dari membius, mengajak minum hingga memborgol korban untuk menonton aksi sulapnya, Gacy dengan tega hati membunuh korban-korban yang hampir semua laki-laki muda. Ia mengubur mayat-mayat korban di ruangan bawah tanah dan sungai Des Plain.
Atas perilaku kejinya, Gacy si badut Pogo mendapat hukuman suntik mati pada tahun 1994.
Dan sayangnya mimpi buruk soal badut pembunuh, tidak berhenti hingga para badut tersebut diadili di dunia nyata. Penokohan badut dalam karya fiksi kini juga digambarkan sebagai sosok negatif. Dari karakter yang mengidap gangguan mental hingga pelaku kriminal, eksploitasi karakter badut yang amoral terus dimunculkan pelaku industri layar lebar.
Tentu saja kemunculan karakter Pennywise di film IT salah satunya. Senyum lebar yang mengembang jelas tidak dapat menutupi keinginannya untuk membunuh tujuh anggota geng The Looser.
ADVERTISEMENT
Dan kabar buruknya tidak hanya karakter Pennywise yang tenar di dunia Hollywood, masih tersisa karakter terkenal lainnya yang memainkan peran badut pembunuh. Dari Pranksters musuh Superman, Jokers rival Batman, hingga Harlequins, karakter-karakter badut pembuat onar tersebut makin melunturkan karakter badut yang dulunya dikenal menggemaskan.
Walau begitu, sosok badut juga sering kali berada dalam posisi yang lemah. Mereka terabaikan dan mendapat penolakan dari masyarakat. Salah satu yang paling ekstrem adalah penolakan pameran yang pernah terjadi di Florida pada tahun 2006 lalu, sejumlah massa merusak patung-patung badut yang dipamerkan di pameran seni publik di Saratosa. Patung-patung badut yang terbuat dari fiberglass ini dikotori, dipatahkan, dipenggal hingga disemprot dengan cat. Aksi brutal yang ditujukan kepada pameran "Clowning Around Town" telah menodai julukan yang disandang Saratosa sebagai surganya sirkus keliling pada musim dingin.
ADVERTISEMENT