10 Tanya Jawab Seputar Kebijakan Baru Sistem Zonasi Sekolah

13 Desember 2019 15:47 WIB
comment
14
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mendikbud Nadiem Makarim di acara pelantikan Rektor UI Prof Ari Kuncoro. Foto: Dok. Humas UI
zoom-in-whitePerbesar
Mendikbud Nadiem Makarim di acara pelantikan Rektor UI Prof Ari Kuncoro. Foto: Dok. Humas UI
ADVERTISEMENT
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, memastikan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di sekolah masih akan menggunakan sistem zonasi. Meski begitu, ada perbedaan sistem zonasi di era kepemimpinan Nadiem dengan kebijakan sebelumnya, Moms.
ADVERTISEMENT
Kebijakan baru dibuat lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas sekolah di beberapa daerah.
Bagaimana maksudnya dan apa saja perbedaannya dengan sistem zonasi sekolah yang selama ini berlaku?
kumparanMOM merangkum penjelasan yang ada di laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) untuk Anda:
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2019). Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Dalam Permendikbud terbaru terkait PPDB, Pemerintah Pusat memberikan fleksibilitas daerah dalam menentukan alokasi untuk siswa masuk ke sekolah melalui jalur zonasi, jalur afirmasi, jalur perpindahan orangtua/wali, atau jalur lainnya (dapat berupa jalur prestasi).
Kebijakan di era Muhadjir Effendy, PPDB dengan sistem zonasi terbagi melalui tiga jalur yaitu jalur zonasi minimal 80 persen, jalur prestasi maksimal 15 persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen.
ADVERTISEMENT
Pada kebijakan yang baru, bertambah menjadi empat jalur dan komposisi berubah yaitu jalur zonasi minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, jalur perpindahan maksimal 5 persen dan jalur prestasi sisanya 0-30 persen disesuaikan dengan kondisi di setiap daerah.
ilustrasi zonasi sekolah Foto: Putri Sarah Arifira/kumparan
Aturan PPDB ini dirancang agar daerah bisa menyesuaikan aturan berdasarkan karakteristik dan kebutuhannya. Itulah mengapa jalur zonasi dan afirmasi ini secara eksplisit disebutkan proporsi minimal untuk memudahkan daerah dengan tetap dan atau menambah persentase jalur prestasi tersebut jika dibutuhkan.
Setelah menentukan kuota jalur Zonasi, kuota jalur afirmasi, dan seterusnya, daerah secara transparan harus menjelaskan ketentuan PPDB masing-masing kepada masyarakat, terutama pemangku kepentingan yang berkaitan dengan ketentuan ini.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Sekolah Dasar Islam. Foto: Shutter Stock
Jalur afirmasi disediakan untuk siswa yang menerima program penanganan keluarga tidak mampu dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah (misalnya penerima KIP). Jalur ini merupakan komitmen Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan layanan akses pendidikan berkualitas untuk anak-anak dari keluarga tidak mampu.
Pemerintah Daerah dapat menentukan proporsi siswa yang diterima melalui jalur ini dengan mengacu pada persentase siswa yang menerima program penanganan keluarga tidak mampu dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah di daerah tersebut.
Ilustrasi anak sekolah dasar. Foto: Shutterstock
PPDB adalah suatu proses yang sangat perlu memperhatikan konteks lokal, Moms. Misalnya berapa banyak sekolah negeri di suatu wilayah, berapa banyak anak usia SD yang akan melanjut ke SMP, serta dari SMP ke SMA, berapa banyak anak penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) di daerah tersebut, berapa banyak yang kondisi ruang kelasnya rusak, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Mendikbud Nadiem Makarim menyampaikan, bahwa akan lebih efisien, sesuai konteks, dan tepat sasaran apabila masing-masing Daerah yang mengatur regulasi PPDB yang disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing daerah.
Hal ini juga selaras dengan semangat otonomi daerah, Pemerintah Pusat memberikan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria sesuai dengan UU Pemerintahan Daerah sebagai rambu- rambu yang digunakan oleh Pemerintah Daerah.
Ilustrasi sekolah dasar. Foto: Shutter Stock
Jawabannya jalur afirmasi, jika kuota afirmasi belum terpenuhi untuk sekolah tersebut. Hal ini dilakukan agar siswa dalam zona yang tidak menerima program penanganan keluarga tidak mampu dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah tidak terhalangi untuk masuk ke sekolah tersebut.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, kesempatan yang diberikan pemerintah pada siswa dari keluarga tidak mampu sedapat mungkin tidak merugikan siswa dari kelas sosial lainnya.
Ilustrasi rapor anak Foto: Shutterstock
Kembali ke tujuan besar dari PPDB adalah untuk pemerataan kesempatan pendidikan, di mana akses terbuka untuk semua anak, maka jalur prestasi yang terlalu besar bisa menjauhkan kita dari tujuan tersebut.
Daerah tidak harus membuka jalur ini, karena mungkin akses sekolah sudah sangat besar dari segi suplai, maka semua anak dalam zona sudah bisa tertampung.
ilustrasi anak di perbatasan pergi ke sekolah. Foto: ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah
Ini adalah hal yang perlu diperhitungkan Pemerintah Daerah ketika membuat zona. Harusnya kasus seperti ini tidak banyak, karena jika banyak artinya metode penetapan zonanya keliru.
ADVERTISEMENT
Oleh karena tidak banyak, hal-hal seperti ini seharusnya bisa diselesaikan Pemerintah Daerah, melalui musyawarah yang hasilnya demi kebaikan anak.
Sejumlah siswa sekolah dasar mengikuti program Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMTAS) oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Foto: Dok. Pemprov DKI
Ketika PPDB berlandaskan pada hasil tes, sekolah memang lebih homogen. Menjadi tidak adil ketika terdapat sekolah homogen yang mayoritas siswanya siap belajar dan orang tua mereka siap untuk mendukung anak belajar, sementara di sekolah lainnya berkumpul siswa dengan kondisi yang sebaliknya.
Guru yang efektif adalah guru yang mampu menggunakan berbagai strategi dan pendekatan dalam mengajar anak-anak dengan kemampuan yang berbeda-beda. Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah meningkatkan kapasitas guru-guru dalam menggunakan pendekatan yang beragam atau differentiated instruction.
ADVERTISEMENT
Mendidik semua anak tanpa diskriminasi adalah tugas setiap satuan pendidikan. Prinsip ini berlaku untuk semua, pemerintah pusat, daerah, sekolah dan juga guru.
Ilustrasi anak berangkat sekolah Foto: Shutterstock
Dengan aturan yang lebih fleksibel, diharapkan praktik seperti ini tidak lagi terjadi karena tidak ada lagi anak yang tidak mendapatkan sekolah.
Harapan orang tua dan anak untuk bisa masuk sekolah tertentu terjadi ketika kualitas pendidikan tidak merata. Maka dengan perubahan sistem PPDB ini, pemerataan kualitas belajar di seluruh sekolah menjadi prioritas pemerintah baik di pusat maupun di daerah.
Maka dalam jangka menengah dan jangka panjang, harapannya tidak ada lagi orang tua yang menggunakan cara yang melanggar aturan dalam mendaftarkan anaknya karena kualitas sekolah sama baiknya.
ADVERTISEMENT
Praktik ini sebenarnya sudah lama sering terjadi, bukan ketika diterapkan aturan zonasi saja. Hal ini merupakan masalah korupsi di sekolah secara umum. Praktik ini sudah ada baik ketika PPDB sepenuhnya jalur seleksi (sebelum ada aturan zonasi) maupun saat diterapkannya zonasi. Kita perlu kebijakan lain terkait penanggulangan korupsi untuk menghentikan praktik-praktik ini.
Bagaimana, Moms? Apakah Anda masih memiliki pertanyaan lain terkait kebijakan baru sistem zonasi sekolah ini?