Ujian Nasional Dihapus, Apa Kata Presiden Joko Widodo?

12 Desember 2019 17:25 WIB
comment
10
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim. Foto: REUTERS/Willy Kurniawan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim. Foto: REUTERS/Willy Kurniawan
ADVERTISEMENT
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, menghapus sistem Ujian Nasional (UN) mulai tahun 2021. Hal ini ditetapkan oleh Mendikbud pada Rabu (11/12) dalam peluncuran empat program pokok kebijakan pendidikan “Merdeka Belajar”.
ADVERTISEMENT
Program tersebut meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.
Hal ini ternyata telah disetujui dan didukung oleh Presiden Joko Widodo, Moms.
"Sudah diputuskan oleh Mendikbud bahwa UN mulai tahun 2021 sudah dihapus. Artinya sudah tidak ada UN lagi tahun 2021," kata Jokowi usai meresmikan Tol Layang Jakarta Cikampek di Cikarang, Kamis (12/12).
"Saya kira kita mendukung apa yang sudah diputuskan Mendikbud," tambahnya.
Presiden Joko Widodo (kanan) menyerahkan DIPA dan Daftar Alokasi Transfer Daerah kepada Mendikbud Dikti Nadiem Makarim di Istana Negara, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Tak hanya menyatakan dukungannya, Presiden Joko Widodo juga turut menjelaskan tentang rencana pelaksanaan Ujian Nasional yang akan diganti dengan sistem penilaian lain yakni asesmen kompetensi.
"Yang diasesmen adalah sekolah, guru dan juga ada yang namanya survei karakter. Dari situ bisa dijadikan evaluasi pendidikan kita sampai ke level mana. Nanti sudah dihitung," ujar dia.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut Jokowi menjelaskan, "Artinya mau tidak mau nanti setiap sekolah akan ada angka-angkanya, yang angkanya di bawah grade tentu saja harus diperbaiki dan diinjeksi sehingga bisa naik levelnya. Akan kelihatan sekolah mana yang perlu disuntik."
Mendikbud Nadiem Makarim sebelumnya memastikan Ujian Nasional (UN) terakhir kali bakal dilaksanakan tahun 2020. Untuk tahun 2021, UN akan diganti dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter.
“Penyelenggaraan UN tahun 2021 akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerik), dan penguatan pendidikan karakter,” jelas Nadiem seperti tercantum dalam siaran pers yang diterima kumparanMOM pada Rabu (11/12).
Mendikbud juga mengatakan, "Arah kebijakan ini juga mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti PISA dan TIMSS."
ilustrasi anak mengerjakan ujian Foto: Shutterstock
Psikolog dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, yang juga merupakan praktisi dan pemerhati pendidikan menjelaskan, hasil PISA yang tidak menggembirakan merupakan refleksi melakukan sasaran balik.
ADVERTISEMENT
Apa maksudnya?
Ifa mengumpamakan, di dunia pendakian gunung, saat tersesat kehilangan arah ke titik tujuan, seorang pendaki yang andal dapat menggunakan teknik dasar navigasi darat untuk mengenali posisi di mana dia berada. Salah satunya adalah menghitung back azimuth yang dikenal sebagai back reading atau sasaran balik.
Nah, kekeliruan UN sebagai peta navigasi untuk mengukur mutu pendidikan dilakukan dengan cara mengukur kompetensi mata pelajaran, Moms. Padahal yang seharusnya diukur adalah tangga kompetensi dasar dalam membaca, bernalar, dan berpikir ilmiah. Jelas jauh berbeda, bukan?
Ilustrasi anak Sekolah Dasar Foto: Shutterstock
Itulah kenapa, menurut Ifa, kita harus rendah hati mengakui selama 17 tahun pelaksanaan UN telah menyesatkan arah tujuan pendidikan.
"UN telah mereduksi tujuan pendidikan. Biarpun sudah dilepaskan fungsinya bukan sebagai penentu kelulusan namun faktanya masih tetap digunakan sebagai alat seleksi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Ini keliru!" tegasnya ketika dihubungi kumparanMOM, Kamis (12/12).
ADVERTISEMENT
Kekeliruan ini kata dia, menghilang kesempatan untuk mengembangkan alat asesmen baru yang betul-betul bisa mengukur tangga kompetensi bakat anak.
"Padahal anak terlahir dianugerahi kecerdasan majemuk yang beragam sesuai dengan bakat dan potensinya," ujarnya.
Ilustrasi anak dan matematika Foto: Shutterstock
Tak hanya itu, Ifa memaparkan bagaimana kekeliruan Ujian Nasional dalam mengukur mata pelajaran berdampak pada terjadinya kasta rumpun pelajaran IPA dianggap lebih istimewa dari rumpun ilmu sosial dan seni.
"Seharusnya, anak yang punya bakat di bidang sosial dan seni perlu dapat bekal kemampuan berpikir ilmiah yang sama dengan anak IPA. Di kelas tingkat akhir SMP dan SMA, jam pelajaran seni budaya, olahraga, PPKn, prakarya seringkali diambil oleh pelajaran yang akan diujikan dalam UN," Ifa menyayangkan.
ADVERTISEMENT
"Padahal seni budaya, olahraga, PPKn, prakarya ditambah ekstrakurikuler adalah perangkat enabler pendidikan karakter untuk mengolah keterampilan socio-emotional. Anak yang punya keterampilan emosi dan sosial yang sehat akan mencapai wellbeing karena mental anak bahagia bisa menekuni bakatnya," tutupnya.