5 Kisah Mahasiswa Indonesia yang Bertahan di Wuhan dari Virus Corona

29 Januari 2020 6:55 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas memindai penumpang untuk mencegah penyebaran virus corona di Bandara Internasional Changi, Singapura. Foto: AFP/ROSLAN RAHMAN
zoom-in-whitePerbesar
Petugas memindai penumpang untuk mencegah penyebaran virus corona di Bandara Internasional Changi, Singapura. Foto: AFP/ROSLAN RAHMAN
ADVERTISEMENT
Kementerian Luar Negeri mengatakan masih ada 234 mahasiswa Indonesia di wilayah terisolasi China akibat wabah virus corona pada Selasa (28/1). Mereka berada di Kota Wuhan, Xianing, Huangshi, Jingzhou, Xianyang, Enshi, dan Shiyan.
ADVERTISEMENT
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan 100 mahasiswa diantaranya berada di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, yang merupakan asal dan pusat vius corona. Retno memastikan pemerintah melalui KBRI Beijing terus menjalin komunikasi dengan 100 WNI yang masih ada di Wuhan.
"Komunikasi kita dengan para pelajar kita buka terus, dari waktu ke waktu kita berkomunikasi dengan mereka untuk memastikan bahwa mereka dalam kondisi sehat. Alhamdulillah mereka dalam kondisi sehat pada tanggal 24 Januari kemarin," ucap Retno.
Foto udara di kawasan perumahan dan komersial Wuhan di provinsi Hubei. Foto: Hector Retamal / AFP
Terisolasi di China akibat virus corona, tentu bukanlah hal yang menyenangkan bagi mereka. Mereka harus tetap waspada dan menjaga kesehatan agar tidak tertular virus corona yang masih belum ditemukan obatnya.
Selain itu, selama pemerintah pusat belum berencana mengevakuasi mereka dari China, para mahasiswa itu mau tak mau harus menetap dan menjalani keseharian di sana.
ADVERTISEMENT
Namun terlepas dari 234 mahasiswa yang masih terisolasi, sudah ada beberapa mahasiswa Indonesia yang sudah pulang ke Indonesia. Mereka menceritakan situasi di China setelah virus corona mewabah.
Berikut kumparan rangkum 5 mahasiswa yang bertahan di China dari virus corona:
Suasana di Wuhan University Foto: Shutter Stock
Didied Poernawan Affandy bisa dikatakan beruntung. Sebab, mahasiswa doktoral dari kampus Huazhong University of Science and Technology (HUST) itu sudah kembali ke Indonesia pada 15 Januari sebelum pemerintah China mengunci sejumlah kota akibat mewabahnya virus corona atau 2019-nCov.
Didied yang juga Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya (UB) sedang menempuh pendidikan S3 di HUST, Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China. Di mana kota tersebut merupakan kota pertama yang teridentifikasi terjangkit virus corona.
ADVERTISEMENT
Ia bercerita tentang kondisi Wuhan sebelum ditutup pemerintah China. Ia mengungkapkan bahwa meski telah jatuh korban, namun Kota Wuhan masih dalam kondisi normal.
“Kalau waktu di sana itu masih normal walau sudah ada 2 yang meninggal. Sebenarnya di sana bukan tidak bisa keluar. Sebenarnya bisa, tapi tidak berani keluar,” kata Didied.
Seorang pria mendorong seorang anak yang duduk di atas koper saat mereka mengenakan masker untuk melindungi dari virus corona. Foto: Nicolas Asfouri / AFP
Menurutnya pada awal Januari, Kota Wuhan mulai menjadi sangat sepi. Namun, ia berpikir bahwa hal itu dikarenakan tengah liburan. Ia bercerita bahwa virus corona itu teridentifikasi pertama jauh dari lokasi ia menimba ilmu.
“Saya keluar ya cuman cari makan dekat-dekat di situ. Kalau dari lokasi penyebaran memang jauh. Karena distriknya sebenarnya berbeda. Kira-kira jaraknya bisa lebih dari 100 km,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Ia menyatakan bahwa Wuhan dibagi menjadi tiga distrik, distrik tempat ia menimba ilmu merupakan distrik pendidikan banyak kampus dan institusi pendidikan berada. Sedang virus corona itu menyebar pertama di distrik bisnis.
Akibat mewabahnya virus tersebut, ia yang seharusnya sudah kembali lagi pada akhir Januari ini ke kampusnya terpaksa harus menunda kepergiannya. Pihak kampus HUST juga telah mengumumkan penundaan jadwal untuk semester ini.
Sapriadi, mahasiswa asal Aceh yang berkuliah di Wuhan, China. Foto: Dok. Sapriadi
Muhammad Sahuddin tengah menempuh kuliah di Nanjing, China. Sahuddin sendiri tiba di Bandar Udara Sultan Iskandar Muda (SIM), Aceh Besar, Selasa (28/1) sekitar pukul 10.45 WIB.
Sahuddin tiba di Aceh dengan penerbangan dari China via Kuala Lumpur, Malaysia. Setiba di bandara SIM Aceh Besar, dia diperiksa kesehatannya oleh petugas dari Dinas Kesehatan Aceh dan tim posko komunikasi Dinas Sosial Aceh.
ADVERTISEMENT
Sahuddin menjadi mahasiswa asal Aceh pertama yang pulang dari China setelah kasus Virus Corona merebak di sana.
Muhammad Sahudin, Mahasiswa Indonesia di Nanjing, China, yang baru tiba di Aceh, Selasa (28/1/2020). Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
Sahuddin mengaku bersyukur bisa kembali menginjakkan kaki di Tanah Seulanga. Namun, dia merasa sedih karena 12 mahasiswa asal Aceh lainnya yang berada di Wuhan belum bisa kembali.
"Sedih, karena teman masih ada di Wuhan," ujar Sahuddin.
Di Nanjing, kata dia, saat memesan tiket pulang, jumlah warga yang telah terjangkit sebanyak tiga orang. Sementara saat dia sudah keluar dari Kota Nanjing, jumlah warga yang terjangkit Virus Corona mencapai delapan orang.
Sahuddin berharap masyarakat jangan panik dan merasa takut ketika berada di dekatnya karena Virus Corona.
"Orang di sekitar saya jangan panik, karena saya aman dari corona dan sehat," tutupnya.
Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya (Unesa) di Wuhan tak terinfeksi virus corona. Foto: Antara
ADVERTISEMENT
Rio Alfi merupakan salah satu mahasiswa asal Pekanbaru, Riau yang tengah menempuh studi S2 di Wuhan, Provinsi Hubei, China. Rio mengatakan, kondisi psikis mereka saat ini sudah mulai menurun dan kondisi fisik sehat. Pasokan logistik juga mulai menurun.
“Teman-teman di sini secara fisik alhamdulillah sehat, terhindar dari virus. Tapi psikologis ya memang sedikit down karena tidak tau sampai kapan Wuhan akan diisolasi,” kata Rio saat dihubungi.
Menurutnya logistik cukup sulit untuk didapat karena seluruh transportasi dihentikan sehingga logistik yang masuk ke Wuhan juga terbatas. Bahkan, jika mencari ke toko maka akan berebut dengan warga lokal.
“Barangnya sedikit sekarang. Enggak banyak masuk ke Toserba (toko serba ada, red). Jadi kalau kita ke sana berebut sama warga lokal,” ucap mahasiswa S2 di China University of Geosciences (CUG), Wuhan, Hubei.
Kondisi Mahasiswa Indonesia di Wuhan, China. Foto: Dok. Fadil
Rio menuturkan logistik yang ia miliki hanya mampu mencukupi 2 sampai 3 hari ke depan. Ia dan warga negara Indonesia di sana berharap segera keluar dari sana. Tapi mereka menyadari hal itu mustahil tanpa campur tangan pemerintah.
ADVERTISEMENT
“Sejauh ini KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) sudah mengusahakan jalan terbaik bagi kami di sini dan sudah berkoordinasi dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Tiongkok Wuhan,” ujar pria yang kini tinggal di Wuhan bersama istri dan anaknya itu.
Menurut Rio, virus corona sudah menjangkit 2 ribu orang di Wuhan dan 80 orang lainnya sudah meninggal dunia. Saat ini dirinya hanya bisa menggantungkan diri kepada pemerintah.
“Mungkin pemerintah lebih tau yang terbaik untuk kita. Saya yakin negara akan melakukan yang terbaik untuk warganya. Harapan saya kalau bisa dipindahkan dari Wuhan,” tutupnya.
Mahasiswa Aceh yang berada di Kota Wuhan, Hubei, China, berkumpul di dalam asrama. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Fadil merupakan mahasiswa di Central China Normal University, Wuhan, China. Sejak Wuhan diisolasi, ia mengaku tak bisa bergerak bebas. Bersama 20 temannya, mereka membatasi ruang gerak di asrama kampus.
ADVERTISEMENT
"Kami lebih memilih untuk stay di asrama saja. Paling kami keluar itu kami membeli bahan baku untuk kami masak di asrama dan setiap kami keluar juga itu diwajibkan pakai masker supaya mencegah penyebaran virus dari udara," kata Fadil kepada kumparan.
Aktivitas di Wuhan, menurut Fadil kini begitu lengang, tak banyak aktivitas warga dan toko di sana yang buka. Ia hanya sesekali keluar hanya untuk membeli makanan untuk persediaan di asramanya.
"Jadi memang kita secara tidak langsung terkurung-lah di Wuhan. Untuk stok bahan makanan kita paling beli di toko-toko sekitar kampus," jelas dia.
Fadil mengatakan, lokasi Kampusnya cukup jauh dari pasar tempat pertama kali ditemukannya virus corona. Saat ini ada 20 mahasiswa asal Indonesia yang kuliah di Central China Normal University, Wuhan.
Aneka kuliner yang ada di street food di Wuhan Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Ayu Larasati, mahasiswa asal Surabaya sedang menempuh pendidikan di China. Melalui akun instagramnya, ia menyebarkan video warga di Wuhan yang saling berteriak 'Jiayou' atau 'semangat' dari tempat tinggal mereka.
Kondisi Kota Wuhan saat ini sepi karena virus corona. "Saya denger teriakan itu kemarin malam (27 Januari). Merinding," kata Ayu saat dihubungi.
Ayu mengaku kaget saat hampir seluruh warga kota Wuhan saling berteriak menyemangati. Mengingat sudah 100 orang meninggal dunia akibat virus corona.
"Merinding campur haru. Enggak nyangka aja ternyata kita bisa saling kasih semangat lewat teriakan itu. Bener-bener rame, banyak banget yang teriak jiayou," ucap mahasiswa Pendidikan Bahasa Mandarin Universitas Negeri Surabaya (Unesa).