Alasan 4 Mahasiswa UIN Yogya Baru Gugat Presidential Threshold Setelah Pilpres

3 Januari 2025 12:42 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta penggugat presidential threshold di MK (dari kiri ke kanan) Rizki Maulana Syafei, Tsalis Khoirul Fatna, Enika Maya Octavia, dan Faisal Nasirul Haq. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta penggugat presidential threshold di MK (dari kiri ke kanan) Rizki Maulana Syafei, Tsalis Khoirul Fatna, Enika Maya Octavia, dan Faisal Nasirul Haq. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Gugatan ambang batas atau presidential threshold (PT) 20 persen untuk nyapres yang dilayangkan empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK).
ADVERTISEMENT
Padahal sebelumnya sudah ada 30-an permohonan serupa yang ditolak dan tidak diterima.
Lalu kenapa empat mahasiswa, yakni Rizki Maulana Syafei, Tsalis Khoirul Fatna, Enika Maya Octavia, dan Faisal Nasirul Haq baru mengajukan gugatan setelah Pilpres 2024?
"Lalu kenapa baru sekarang? Lalu kenapa tidak sebelum Pilpres? Sederhana saja jawabannya bahwa semakin dekat dengan Pilpres, maka tekanan-tekanan politik itu akan semakin luar biasa," kata Enika di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Jumat (3/1).
Enika Maya, salah satu dari empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta penggugat presidential threshold di MK. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Enika menegaskan langkah dia dan ketiga temannya adalah perjuangan akademik dan perjuangan advokasi konstitusional. Oleh karenanya, mereka cerminkan hal tersebut dengan mengajukan permohonan setelah Pilpres 2024.
"Dalam permohonan kami pun, sudah kami pertegas bahwa kenapa kami ajukan setelah Pilpres? Karena kami ingin kajian-kajian yang dilakukan Mahkamah Konstitusi tidak mendapat preseden atau pengaruh-pengaruh buruk secara politik, melainkan benar-benar kajian akademis, melainkan benar-benar kajian substansi hukum, dan hal ini terbukti," kata mahasiswa angkatan 2021 ini.
Unjuk rasa tolak ambang batas presiden di depan Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (8/8). Foto: Maulana Ramadhan/kumparan
Dari Februari 2024 keempatnya beracara di Mahkamah Konstitusi sempat terhalang perselisihan tentang hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres dan kemudian di Januari 2025 setelah hampir 1 tahun beracara di Mahkamah Konstitusi, pada akhirnya ada angin segar bagi demokrasi Indonesia.
ADVERTISEMENT
Menurut Enika, soal gugatan ini sudah diajukan hingga 32 kali oleh berbagai pihak pemohon, namun ditolak karena tidak memiliki legal standing atau kedudukan hukum sebagai penggugat, termasuk mereka.
Penggugat uji materi undang-undang (UU) Pemilu batas usia capres-cawapres Almas Tsaqibbirru Re A. saat ditemui di Manahan, Solo, Jawa Tengah, Senin (16/10/2023). Foto: Mohammad Ayudha/ANTARA FOTO
Namun, kemudian muncul putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang membuat putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming, bisa maju sebagai cawapres. Dalam putusan uji materi yang diajukan Almas Tsaqibbirru — mahasiswa FH Universitas Surakarta (Unsa) — itu pemilih mempunyai legal standing.
"Jadi, ketika pemilih seperti kita ingin mengajukan judicial review undang-undang pemilu itu tidak bisa. Kita tidak punya legal standing ke Mahkamah Konstitusi. Tapi, kemudian muncul Putusan 90, putusan yang menyatakan bahwa pemilih itu juga bisa punya legal standing. Akhirnya, kami mulai men-draft atau kemudian menulis terkait dengan gugatan permohonan ini itu di pertengahan Februari," jelasnya.
Enika Maya, salah satu dari empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta penggugat presidential threshold di MK. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan

Gugatan Ke-33

Enika pun menyatakan bahwa gugatan nomor 62/PUU-XXII/2024 yang dia dan teman-temannya ajukan merupakan permohonan personal.
ADVERTISEMENT
Hingga akhirnya gugatan ke-33 terkait hal ini diajukan oleh 4 mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tersebut dan dikabulkan MK. Semua pihak pun bersorak.
Berkat keempat anak muda itu, kini parpol — termasuk parpol gurem — bisa mengajukan capres-cawapresnya sendiri, tak harus dibatasi ambang batas 20 persen yang membuat parpol harus berkoalisi.