Alasan Greenpeace Pasang #Reformasidikorupsi di Patung Pancoran dan HI

23 Oktober 2019 10:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aksi pemasangan spanduk di Bundaran HI, Jakarta Pusat, pada Rabu (23/10). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Aksi pemasangan spanduk di Bundaran HI, Jakarta Pusat, pada Rabu (23/10). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Greenpeace Indonesia menggelar kampanye penyelamatan lingkungan di dua tempat populer di Jakarta, yaitu di Patung Dirgantara di Pancoran dan Tugu Selamat Datang di Bundaran HI. Bentuk kampanye tersebut yaitu pengibaran spanduk kuning raksasa berisi peringatan atas kerusakan lingkungan.
ADVERTISEMENT
Pantauan di Patung Dirgantara di Pancoran, Jakarta Selatan, tampak dua spanduk terpasang di puncak patung bertuliskan ‘Orang Baik Pilih Energi Baik’ dan satunya lagi ‘Lawan Perusak Hutan’. Dua spanduk ini dibubuhi dengan tagar #reformasidikorupsi.
Masyarakat yang melintasi Patung Pancoran yang memiliki tinggi 38 meter ini, bisa melihat dan membaca isi spanduk berwarna kuning terang yang terlihat mencolok dari keempat sisi jalan yang melewati patung.
Aksi pemasangan spanduk di Patung Pancoran, Jakarta Pusat, pada Rabu (23/10). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Juru kampanye Iklim dan Energi Greenpeace, Didit Haryo, mengatakan, melalui kampanye ini pihaknya ingin mengingatkan pemerintah untuk serius menyelamatkan lingkungan.
“Kita mendorong Presiden Jokowi di periode kedua untuk mengambil kebijakan yang lebih strategis dan lebih berani dalam menyelamatkan lingkungan ini, salah satunya dalam menyelamatkan hutan, dalam memilih energi yang lebih baik buat Indonesia,” ungkap Didit di sekitar Patung Pancoran, Rabu (23/10).
ADVERTISEMENT
Dia mengatakan, saat ini merupakan momen yang tepat untuk melakukan kampanye penyelamatan lingkungan itu. Pasalnya, Jokowi tengah menetapkan kabinet yang akan membantunya, termasuk yang bertanggung jawab untuk lingkungan hidup.
Aksi pemasangan spanduk di Bundaran HI, Jakarta Pusat, pada Rabu (23/10). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
“Apalagi hari ini kan pemilihan kabinetnya Jokowi, kami sangat berharap orang-orang yang dipilih adalah orang-orang yang punya komitmen tinggi terhadap penyelamatan lingkungan. Bukan orang-orang yang berkontribusi besar terhadap pengrusakan lingkungan,” ujarnya.
Menurut Didit, Indonesia saat ini masih belum siap menghadapi krisis iklim yang semakin nyata di depan mata. Maka itu, pihaknya mendesak agar pemerintah serius memikirkan ancaman krisis iklim.
“Pemerintah kita punya komitmen yang sangat besar, sangat ambisius, 29 persen penurunan emisi dari Indonesia di tahun 2030. Yang artinya ini komitmen global. Namun kenyataannya di lapangan, untuk mencapai komitmen tersebut akan sangat jauh ketika pemerintah Jokowi masih bergantung terhadap energi fosil batu bara dan kebakaran hutan masih terjadi,” ujarnya.
Aksi pemasangan spanduk di Bundaran HI, Jakarta Pusat, pada Rabu (23/10). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Selain kepada pemerintah, menurut Didit, kampanye kali ini juga menyasar masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat di Ibu Kota. Ia berharap, kesadaran akan penyelamatan lingkungan itu semakin meluas, sehingga dengan begitu, akan semakin banyak orang yang akan mendesak pemerintah untuk serius menangani kerusakan lingkungan.
ADVERTISEMENT
“Harapannya masyarakat sadar, dan mereka paham bahwasanya Indonesia sedang tidak baik-baik saja,” kata Didit.
Dalam rilis Greenpeace yang diterima kumparan, Greenpeace mencatat tingkat perusakan hutan Indonesia masih tinggi. Sepanjang 2014-2018, terhitung sudah 3 juta hektar hutan mengalami deforestasi. Sementara dari sisi lain, penggunaan energi fosil, yaitu batu bara, juga masih tinggi, mencapai angka 58 persen. Kedua sisi di atas merupakan penyebab utama emisi gas rumah kaca.
Aksi pemasangan spanduk di Patung Pancoran, Jakarta Pusat, pada Rabu (23/10). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Tak hanya itu, kebakaran juga terus terjadi setiap tahunnya di berbagai wilayah Indonesia. Setara dengan dari angka deforestasi, luasan hutan yang terbakar sepanjang 2015-2018 mencapai 3,4 juta hektar (rilis Greenpeace berdasarkan data resmi pemerintah).
Tambahan, salah satu yang menjadi sorotan Greenpeace sejak lama adalah produksi berikut penggunaan batu bara, yang dipandang terkait dengan politik kroni. Greenpeace menilai, politik itu menjadi ganjalan besar dalam upaya penyelamatan lingkungan di Indonesia.
Aksi pemasangan spanduk di Patung Pancoran, Jakarta Pusat, pada Rabu (23/10). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Kekhawatiran itulah yang kemudian diekspresikan melalui tagar #reformasidikorupsi, tagar yang populer sejak bulan lalu.
ADVERTISEMENT
“Batu bara sebagai sektor ekonomi sangat dipengaruhi oleh para kroni, dan sangat erat dengan korupsi politik. Setelah reformasi politik dan pelaksanaan otonomi daerah, elite politik nasional, dan daerah masuk ke bisnis batu bara dengan memanfaatkan kekuasaan mereka,” Greenpeace.