Bagaimana Cara Melestarikan Budaya Jakarta? Para Cawagub Menjawab

6 Oktober 2024 21:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Proses debat pertama pasangan Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta tahun 2024 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Minggu (6/10/2024). Foto: YouTube/ KPU PROVINSI DKI JAKARTA
zoom-in-whitePerbesar
Proses debat pertama pasangan Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta tahun 2024 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Minggu (6/10/2024). Foto: YouTube/ KPU PROVINSI DKI JAKARTA
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam debat perdana Pilkada Jakarta 2024 yang digelar di JIExpo, Jakarta Utara, Minggu (6/10), calon wakil gubernur independen Kun Wardana mendapat pertanyaan mengenai strateginya untuk memperkuat identitas budaya Betawi berbasis komunitas dan ruang kreatif agar tidak punah.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal ini, para calon wakil gubernur lainnya, termasuk Rano Karno dan Suswono, ikut menjabarkan gagasan mereka.
Menurut Kun, meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya budaya Betawi adalah hal yang utama.
“Cara menjalankannya adalah dengan membangun pendidikan berbasis budaya sejak dini, mulai dari SD hingga SMA,” jelas Kun.
Ia juga menekankan pentingnya menyediakan sarana komunitas di setiap RW serta mendirikan rumah adat Betawi untuk memperkuat identitas budaya lokal.
Proses debat pertama pasangan Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta tahun 2024 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Minggu (6/10/2024). Foto: YouTube/ KPU PROVINSI DKI JAKARTA
Selain itu, Kun menyampaikan pentingnya akses gratis ke fasilitas-fasilitas budaya, seperti di Taman Ismail Marzuki (TIM).
“Kami ingin TIM dikelola kembali oleh Dinas Kebudayaan agar para seniman dan budayawan bisa berkembang tanpa biaya,” lanjutnya.
Ia juga mengusulkan pembentukan dana abadi untuk mendukung seniman dan pekerja seni, baik formal maupun informal, demi terciptanya ekosistem wisata budaya yang kuat di Jakarta.
ADVERTISEMENT
“Dengan dukungan ini, kita dapat menciptakan ekosistem budaya yang lebih baik dan terintegrasi,” jelas Kun.
Proses debat pertama pasangan Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta tahun 2024 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Minggu (6/10/2024). Foto: YouTube/ KPU PROVINSI DKI JAKARTA
Senada dengan Kun, cawagub nomor urut 1 Suswono, pun menanggapi dengan menyatakan pendidikan adalah kunci pelestarian budaya Betawi.
“Gerakan membangun kebudayaan Betawi harus dimulai dari kurikulum pendidikan sejak dini,” tegas Suswono.
Selain itu, ia mengusulkan untuk menghidupkan kembali lembaga adat agar terjadi regenerasi yang berkesinambungan.
“Situs dan cagar budaya juga harus kita jaga agar simbol-simbol kebetawian tetap lestari,” lanjutnya.
Proses debat pertama pasangan Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta tahun 2024 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Minggu (6/10/2024). Foto: YouTube/ KPU PROVINSI DKI JAKARTA
Sementara itu, Rano Karno, calon wakil gubernur Pramono Anung dengan nomor urut 3, turut memberikan pandangan yang lebih filosofis.
Menurutnya, pelestarian budaya bukan hanya tentang fisik, tetapi juga tentang pola pikir.
“Budaya adalah hasil dari budi dan daya, pola pikir masyarakat harus diarahkan agar kebudayaan menjadi bagian dari pengembangan sumber daya manusia,” ujar Rano.
ADVERTISEMENT
"Saya memberikan judul Si Doel Anak Sekolah. Kenapa? Karena yang namanya sekolah bukan hanya di sekolahan. Di tempat ini kita sambil belajar ini. Kita kuliah, kita bertanya, kita menjawab, kita berdebat, di sinilah belajar sesungguhnya," tambahnya.
Rano juga menekankan perlunya membangun balai rakyat dan mengoptimalkan fasilitas seperti TIM sebagai pusat pelestarian budaya.
Cawagub nomor 2 itu pun menyambut baik masukan dari kedua calon lainnya seraya menambahkan bahwa perkembangan teknologi digital juga bisa memainkan peran penting dalam melestarikan budaya Betawi.
“Dengan program internet gratis bagi warga DKI, kita bisa mengunggah seni dan budaya Betawi sebanyak mungkin. Ini cara kita merambah dunia global dengan kekuatan budaya lokal,” jelasnya.
Pendekatan ini, menurutnya, bukan hanya tentang bertindak lokal dengan berpikir global, tetapi juga bertindak global dengan tetap berakar pada budaya Betawi.
ADVERTISEMENT
"Jadi kita bukan think globally act locally, tapi bagaimana kita think globally act globally," tutupnya.