BPOM Umumkan Lagi Dua Perusahaan Farmasi Gunakan Zat Berbahaya di Obat Sirop

9 November 2022 12:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala BPOM Penny Lukito (kanan), saat konferensi pers tinjau pangan hasil pengawasan. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kepala BPOM Penny Lukito (kanan), saat konferensi pers tinjau pangan hasil pengawasan. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
BPOM kembali mengumumkan dua perusahaan farmasi lain yang diduga tidak memenuhi standar produksi obat sirop. Tak hanya memenuhi standar yang ditentukan, kedua perusahaan itu juga memiliki cemaran etilen glikol (EG) serta dietilen glikol (DEG) yang melebihi ambang batas dalam produk yang mereka produksi.
ADVERTISEMENT
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny K Lukito, mengatakan dua perusahaan farmasi terbaru yang ia maksud itu adalah PT Samco Farma (Tangerang) dan PT Ciubros Farma (Semarang).
Kedua perusahaan farmasi itu disebut Penny menggunakan kandungan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang dinilai melebihi ambang batas penggunaan dalam produksi suatu obat sirop. Dua zat itulah yang diduga jadi pemicu munculnya penyakit gagal ginjal akut pada anak belakangan ini.
“Berdasarkan hasil pengujian pada bahan baku dan produk jadi PT Ciubros Farma dan PT Samco Farma cemaran EG dan DEG dalam bahan baku pelarut tersebut tidak memenuhi persyaratan dalam produk jadi bahkan melebihi ambang batas aman,” ujar Penny dalam konferensi pers di Depok bersama Bareskrim, Rabu (9/11).
Kepala BPOM Penny Lukito dan Bareskrim mengadakan jumpa pers di Depok terkait obat sirop yang melanggar ketentuan, Rabu (9/11/2022). Foto: YouTube/BPOM
Atas pelanggaran dua perusahaan farmasi itu, pihaknya telah memerintahkan untuk melakukan penarikan terhadap obat sirop yang dikeluarkan oleh kedua perusahaan tersebut. Nantinya seluruh obat sirop yang telah diedarkan bakal dimusnahkan oleh pihak berwenang.
ADVERTISEMENT
Tak hanya diawasi BPOM pusat, penarikan dipastikan Penny juga akan diawasi langsung oleh kantor POM di seluruh Indonesia.
”Kepada kedua industri farmasi tersebut Badan POM telah melakukan tindak lanjut dengan memerintahkan penarikan sirop obat dari peredaran seluruh Indonesia dan pemusnahannya terhadap seluruh batch produk yang mengandung cemaran EG dan DEG melebihi batas aman,” ungkap Penny.
”Jadi, penarikan seluruh produk itu menjadi tugas dan tanggung jawab industri farmasi tersebut, tapi tentunya dimonitor dan didampingi secara aktif karena kejadiannya sekarang berbeda ya, kejadiannya luar biasa, pendampingan langsung juga dilakukan oleh kantor kantor badan POM di seluruh Indonesia,” lanjut Penny.
Suasana pabrik PT Afi Farma di Kediri, Jatim, saat diperiksa penyidik Bareskrim terkait kasus gagal ginjal anak. Foto: Dok. Istimewa
Tak hanya menarik produk, kata Penny, pihaknya dibantu pihak berwenang dalam hal ini Kepolisian juga akan melakukan pemusnahan terhadap obat sirop yang mereka tarik dari peredaran.
ADVERTISEMENT
”Penarikan mencakup seluruh gerai industri besar farmasi, pedagang besar, apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, dan toko obat dan praktik mandiri tenaga kesehatan. Pemusnahan semua persediaan sirop obat ini nanti akan disaksikan oleh petugas unit teknis pelaksanaan BPOM, kemudian akan ada berita acara pemusnahan,” kata Penny.

Tiga Perusahaan Sebelumnya

Pemkot Tangerang tarik ribuan sirup Paracetamol produksi PT AFI FARMA. Foto: Dok. Istimewa
Sebelumnya terdapat tiga industri farmasi yang telah menerima sanksi administratif, yakni pencabutan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk sediaan cairan oral nonbetalaktam dan izin edar sirop obat yang diproduksi ketiga industri farmasi tersebut.
Ketiga industri farmasi yang dimaksud adalah PT Yarindo Farmatama (Serang), PT Universal Pharmaceutical Industries (Medan), dan PT Afi Farma (Kediri). BPOM menyimpulkan bahwa ketiga industri farmasi tersebut telah melakukan pelanggaran di bidang produksi obat dalam sediaan cair atau sirop.
ADVERTISEMENT
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebelumnya juga mengatakan berdasarkan data yang dilaporkan dari seluruh rumah sakit di 28 provinsi menunjukkan hasil pemeriksaan yang konsisten, yakni faktor risiko terbesar penyebab gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) adalah toksikasi dari EG dan DEG pada obat sirop.
Selain itu, Kemenkes memastikan hasil biopsi atau pengambilan jaringan tubuh untuk pemeriksaan laboratorium terhadap pasien GGAPA yang meninggal di Indonesia, terbukti bahwa kerusakan pada ginjal mereka disebabkan oleh senyawa EG.