Data Pelanggaran Strobo: 585 Orang pada 2021, 307 Ditilang Sepanjang 2022

13 Mei 2022 12:51 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rombongan mobil berotator melintas di Jalan Jenderal Sudirman Jakarta, Kamis (12/5/2022). Foto: Jonathan Devin/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Rombongan mobil berotator melintas di Jalan Jenderal Sudirman Jakarta, Kamis (12/5/2022). Foto: Jonathan Devin/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri terus melakukan penindakan hukum kepada para pengendara yang melanggar penggunaan strobo/rotator di jalanan.
ADVERTISEMENT
Sebab, hal itu kerap meresahkan pengendara yang melintas. Terlebih mereka yang menggunakan lampu strobo di luar kewenangan, sudah begitu memaksa meminta jalan untuk didahulukan.
Kasubdit Penindakan dan Pelanggaran (Dakgar) Ditgakkum Korlantas Polri, Kombes Pol I Made Agus, mengatakan selama periode 2021-2022 total sebanyak 892 tilang telah dilakukan kepada kendaraan yang menggunakan strobo/rotator di jalanan.
“Pelanggaran Lalu Lintas penggunaan strobo/rotator adalah sebagai berikut; Tahun 2021, 585 Tilang; Tahun 2022, 307 Tilang,” kata Made kepada kumparan, Jumat (13/5).
Lampu Strobo Foto: ShutterStock
Untuk itu, Made mengatakan sebagai upaya mencegah terjadinya pelanggaran penggunaan strobo/rotator di jalanan, Korlantas Polri akan menerapkan Operasi secara terpusat beserta jajaran Ditlantas yang mana pelanggaran penggunaan sirine/rotator yang tidak sesuai dengan ketentuan masuk dalam sasaran penindakan.
ADVERTISEMENT
“Korlantas Polri bersama jajaran Ditlantas Polda melibatkan petugas gabungan dari Propam Polri, POM TNI dan Satpol PP melaksanakan penindakan pelanggaran lalu lintas penggunaan strobo/rotator yang tidak sesuai dengan ketentuan yang dilaksanakan secara rutin maupun saat pelaksanaan Operasi Zebra,” jelas dia.

Strobo dan Moral Pejabat

Penggunaan sirene, lampu strobo dan rotator di mobil pejabat memang dibolehkan. Aturannya tertuang dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Meski sudah diatur dalam UU, Pengamat Kebijakan Publik Riant Nugroho menilai hak tersebut tidak harus selalu digunakan. Menurutnya seharusnya pejabat publik bisa mengatur waktu dengan baik saat berpergian sehingga saat menemukan kemacetan tidak harus sampai membuka jalan demi tidak terlambat sampai tujuan.
ADVERTISEMENT
"Kita kan hidup bukan dari hukum kan ya, kalau dari segi kepatutan adalah apabila itu ada pejabat yang itu hendak bepergian dan dia rapat di sebuah tempat yang menggunakan pembukaan jalan yang sifatnya ekstrem, maka disarankan pejabat tersebut untuk berangkat lebih dini atau menggunakan metode lain itu yang tidak mengganggu publik," kata Riant saat dihubungi kumparan, Kamis (12/5).
"Karena pada dasarnya yang namanya pejabat pemerintah itukan pelayan publik, di mana-mana pelayan publik itu ngalah kepada yang dilayani artinya apabila ada jalan macet tidak boleh pejabat itu secara kepatutan meminta dilayani oleh di masyarakat apa pun catatannya," tambah dia.
Menurut Riant menyalakan rotator memang hak pejabat publik sesuai dengan UU LLAJ. Namun, pejabat akan lebih terlihat elegan bila itu tidak digunakan.
ADVERTISEMENT
"Lebih terhormat apabila mereka tidak menggunakan rotator. Kecuali betul-betul emergency banget, itulah perlu di mana manajemen waktu dari asisten-asisten pejabat tadi, 'pak, karena macet bapak perlu jalan jam segini', itu masalah waktu bukan masalah kekuasaan," kata Riant.