Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Edisi Reguler Majalah Hai Terbit Terakhir Hari Ini
1 Juni 2017 8:14 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT
Life begins at 40.
Pepatah kuno itu mungkin ada benarnya. Setidaknya bagi Hai, majalah remaja pria Indonesia yang terbit pertama kali pada 5 Januari 1977, dan sejak itu sukses melejit menapaki era keemasan pada tahun 1980-an dan 1990-an.
ADVERTISEMENT
Kini pada usia 40 tahun, di bulan Juni, setelah abad berganti, Hai menyetop edisi cetak regulernya. Ia beralih wujud mengikuti tantangan zaman ke format digital.
Bukan berarti edisi cetak akan sepenuhnya ditiadakan. Ia akan tetap terbit, namun dalam bentuk edisi khusus dan tak secara reguler. Alias pada waktu-waktu khusus.
“We need more space,” kata Pemimpin Redaksi Majalah Hai, Bayu Dwi Wardana, di kantornya, Jakarta Barat, saat berbincang dengan kumparan (kumparan.com), Rabu (24/5).
Bayu baru setahun belakangan menjabat Pemred Hai. Ia mengatakan, dunia kini makin tak terbatas dan kian tanpa sekat. Anak-anak muda bisa mengangkasa tanpa harus naik pesawat. Live streaming YouTube membuat siapapun bisa berpindah dalam sekejap dengan mudah dari satu negara ke negara lain.
ADVERTISEMENT
“Kami mau ikuti gerakan anak muda sekarang yang begitu cepat,” ujar Bayu.
Jadi, menurut Bayu, Hai bukannya hilang tinggal kenangan, bukannya memasuki senja kala sehingga sampai perlu diramaikan di media sosial dengan tagar #RIPHaiMagazine.
Alih-alih lenyap, ujar Bayu, Hai bertransformasi agar dapat kembali muda. Tua, bagi Hai, bukan pilihan. Mereka ingin tetap muda supaya bisa menemani remaja pria Indonesia bertumbuh berkembang dari generasi ke generasi.
Dan faktanya, pesat perkembangan teknologi membuat generasi remaja masa kini kerap tak terikat dengan media berformat cetak --dengan tekstur kertas dan harum majalah atau buku yang baru dibeli.
ADVERTISEMENT
Sekarang, cukup bermodal kuota internet atau koneksi wifi supercepat, sofa nyaman di sudut ruangan atau pojok kedai kopi, serta sumber listrik yang mumpuni, lalu voila: segala informasi langsung hadir di depan mata.
Maka pada zaman serbacepat dengan teknologi serbacanggih seperti ini, Hai turut bersicepat mengikuti gerak para millennial.
“Sejak 2003-2004, kami mulai kembangkan online seiring masuknya internet dan media digital. Jadi ada online, cetak, media sosial, event. Inilah Hai dan unit bisnisnya. Jadi ketika heboh dibilang Hai berhenti cetak, sebenarnya sih enggak perlu heboh karena Hai sebagai brand sejak 3-4 tahun lalu punya unit bisnis seperti itu,” kata Bayu.
Artinya, online termasuk dalam unit bisnis Hai, dan itu dapat dijumpai pada hai.grid.id.
Manuver untuk berpacu dengan perkembangan teknologi dan demografi sebetulnya sudah jadi pembahasan utama dalam redaksi Hai sejak belasan tahun lalu, dan terus berjalan sampai saat ini.
ADVERTISEMENT
Ritme anak muda yang serbacepat kerap menjadi tantangan tersendiri. Tak jarang, ketika redaksi sudah membuat rancangan konten media, tren ternyata telah laju bergerak, mambuat rancangan tersebut tergilas gaya termutakhir.
“Misalnya, ketika kami sudah siapkan untuk Snapchat, eh ternyata sekarang udah nggak laku lagi. Jadi akhirnya harus berubah lagi,” ujar Tiara Tri Hapsari, Divisi Komunikasi Hai.
Romantisme Majalah Hai masih cukup kuat terasa hingga kini, terutama bagi generasi paruh baya --tahun 1970-an hingga akhir 1990-an-- yang pernah lama merasakan memegang versi cetak Majalah Hai di tangan mereka.
Namun Hai, ujar Bayu, tak mau berakhir dikenang sebatas majalah cetak. Ia mencoba segala daya untuk beradaptasi sesuai dinamika generasi.
“Secara brand, kami menyebut diri Hai. Di media sosial memang memakai nama HaiMagazine, tapi itu cuma penamaan. Tapi secara keseluruhan, kami Hai,” kata Bayu.
ADVERTISEMENT
Artinya, tentu lagi-lagi, Hai tak sebatas majalah.
Jadi, ucapan mana yang kamu pilih: “Bye, Hai!” atau “Hello again, Hai!”