Gas Air Mata, Peredam Huru-hara yang Dipakai Sejak Perang Dunia

24 Mei 2019 13:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas kepolisian menembakan gas air mata ke arah massa aksi saat terjadi bentrokan di kawasan Tanah Abang. Foto: Antara/Muhammad Adimaja
zoom-in-whitePerbesar
Petugas kepolisian menembakan gas air mata ke arah massa aksi saat terjadi bentrokan di kawasan Tanah Abang. Foto: Antara/Muhammad Adimaja
ADVERTISEMENT
Gas air mata menjadi salah satu senjata yang dipakai untuk menghalau massa anarkis pada sebuah demonstrasi. Biasanya, dengan ditembakkan ke arah kerumunan massa yang mulai ricuh.
ADVERTISEMENT
Seperti pada kerusuhan di sekitar Bawaslu, 21-22 Mei silam. Gas air mata digunakan untuk memecah konsentrasi massa. Setelah ditembakkan, massa pun tampak berlarian menghindari asap mengepul yang memedihkan mata.
Pemilihan gas air mata sebagai salah satu jenis senjata ternyata sudah dipraktikkan sejak lama. Salah satu sumber yang ditulis Anna Feigenbaum menyebut, penggunaan senjata ini bermula pada Perang Dunia I.
Ilustrasi penggunaan gas air mata di Perang Dunia I. Foto: Dok. Wikipedia
“Secara umum disepakati bahwa pasukan Prancis (yang pertama) menembakkan granat gas air mata yang diisi dengan methylbenzyl bromide ke parit (pasukan) Jerman pada bulan Agustus 1914,” tulis Anna dalam bukunya berjudul Tear Gas: From the Battlefields of World War I to the Streets of Today (2017).
Saat itu, perang dilanda stalemate karena masing-masing pasukan nyaman berlindung dalam parit perlindungan. Untuk mengubah situasi, Prancis menggunakan granat gas air mata yang bisa membuat pasukan dalam parit tersebut panik dan bisa diserang.
Ilustrasi penggunaan gas air mata di Perang Dunia I. Foto: Dok. Wikipedia
Dalam hukum perang internasional, gas air mata dilarang karena termasuk ke dalam senjata kimia. Lewat Deklarasi Den Haag 1899, sejumlah negara sepakat untuk tidak menggunakan senjata yang bisa menyebabkan kematian karena sesak nafas (asfiksia) atau gas yang merusak.
ADVERTISEMENT
Namun, gas air mata justru populer digunakan untuk meredam huru-hara sipil. Pertimbangannya, yakni efektif untuk membubarkan massa. Penggunaan gas air mata juga dianggap tidak atau kurang mematikan (non/less-lethal weapon).
Massa berhamburan ketika ditembakan gas air mata saat kerusuhan terjadi di Jalan Jati Baru Raya, Tanah Abang. Foto: Antara/Hafidz Mubarak A

Bukan Gas

Apa yang dimaksud sebagai gas air mata sebenarnya sama sekali tak berwujud gas. Wujud senyawa yang dipakai, aslinya berbentuk aerosol padat atau cair hasil evaporasi.
Setidaknya ada 3 jenis gas air mata, di antaranya CS (2 chlorobenzylidene malonitrile), CN (chloroacetophenone), dan CR (dibenzoxazepine). Ketiga jenis ini merupakan tipe bahan yang bisa menyebabkan iritasi jika terkena tubuh. Jenis ini pun bisa dilepaskan sebagai asap halus, uap air, hingga semprotan.
Gas air mata didesain untuk menyerang berbagai indra secara bersamaan. Menyebabkan trauma fisik maupun psikologis. Ia dapat menyebabkan keluarnya air mata berlebihan, rasa terbakar, penglihatan kabur, kemerah-merahan, hidung ingusan,” tulis Anna.
Massa aksi di dkawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Gas air mata juga bisa membuat lubang hidung dan mulut terasa seperti terbakar. Selain itu, bisa juga menyebabkan dada terasa sesak, merasa seperti dicekik, hingga muntah.
ADVERTISEMENT
kumparan pun mencoba mencari tahu kepada mereka yang pernah terkena gas air mata secara langsung. Salah satunya yakni Diaz Abraham, salah seorang jurnalis di Jakarta. Ia pernah merasakan gas air mata polisi ketika berdemonstrasi di Gedung DPR pada era presiden SBY.
“Rasanya mata perih, walaupun sudah cuci muka. Temen gue dulu sampai ada yang ngerasain sesak. Mungkin memang dia penyakitan atau sesak bisa jadi karena gas air mata, soalnya asapnya cukup pekat,” kata pria yang akrab disapa Diaz ini.
Kerusuhan di kawasan Bawaslu Foto: Iqbal Firdaus/kumpaan
Menurut Diaz, terkena gas air mata itu seperti terasa seperti mencium bau olahan makanan pedas asam di dapur yang membuat mata terasa perih. Tapi, dari analogi itu, gas air mata terasa lebih pedas lagi.
ADVERTISEMENT
“Berapa kali lipat, ya? Enggak bisa dibayangin, sih, karena perihnya kayak kebakar. Bahkan, kalau lewat setelah ada tembakan gas air mata, kadang kita masih ngerasain,” pungkasnya.