Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Warga RW 11 Kelurahan Tamansari , Kota Bandung, nelangsa. Saat ini, mereka hanya bisa berteduh dan tidur secara berdesak-desakan di bawah atap Masjid Al-Islam, bersama barang-barang mereka.
ADVERTISEMENT
Warga hanya bisa meratapi nasib setelah rumah mereka digusur Pemkot Bandung, Kamis (12/12) pagi, untuk pembangunan rumah deret. Santer menyeruak, proses penggusuran paksa yang dilakukan Satpol PP Pemkot Bandung dibantu personel kepolisian dilakukan dengan kekerasan.
Saat itu, Satpol PP datang bersama kendaraan berat yang akan melakukan pembongkaran. Namun, kedatangan Satpol PP sempat mendapat penolakan dari warga setempat.
Bahkan warga sempat menutup akses masuk ke area RW 11 Tamansari. Sempat pula terjadi dialog antara warga dengan petugas Satpol PP, namun tak membuahkan hasil.
Petugas Satpol PP lantas masuk ke area pemukiman warga. Warga yang masih bertahan terus berteriak menolak proses eksekusi penggusuran.
Situasi sempat memanas antara petugas Satpol PP Kota Bandung dengan sejumlah pemuda. Kericuhan terjadi saat petugas hendak mengoperasikan alat berat.
Aksi dorong-dorongan terjadi saat warga diminta mundur. Namun, karena jumlah petugas lebih banyak, warga tak mampu berbuat banyak.
ADVERTISEMENT
Kepala Satpol PP Kota Bandung, Rasdian Setiadi, menegaskan pihaknya hanya menjalankan tugas penggusuran.
"Kita tetap berikan pengertian bahwa memang kita harus segera membangun (proyek rumah deret). Bagaimana pembangunan dimulai kalau tidak diratakan?" kata Rasdian di lokasi, Kamis (12/12).
Rasdian mengaku menurunkan hampir seluruh kekuatan personelnya sebanyak 5 SSK dibantu polisi dan TNI. "Total ada 1.260 sesuai rencana pengamanan yang dibuat Kabag Ops (Kepala Bagian Operasi)," imbuhnya.
Selain mendapat perlawanan dari warga setempat, proses penggusuran juga mendapat perlawanan. Sebanyak 25 pemuda diamankan karena diduga melanggar ketertiban. Menurut polisi, tiga pemuda di antaranya kedapatan membawa senjata tajam dan ketapel.
"Kemudian di antara 25 (pemuda yang diamankan), ada 3 yang dibawa ke Polrestabes yang didalami terkait dengan membawa sajam dan ketapel," kata Kabid Humas Polda Jabar Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko.
ADVERTISEMENT
Truno menegaskan pihaknya hanya membantu mengamankan situasi saat proses penggusuran. Sedangkan Satpol PP Bandung yang bertugas sebagai pelaksana penggusuran.
"Tugas kepolisian itu kan perlindungan, pengayoman dan pelayanan. Mendasari tugas pokok itu, kita diminta perbantuan oleh Satpol PP," ujar Truno.
Sementara itu, sebanyak 8 petugas kepolisan dan Satpol PP ikut menjadi korban akibat terkena lemparan batu.
Selang sehari kemudian, 20 pemuda dari 25 yang diamankan telah dipulangkan setelah dilakukan pendataan, dipanggil orang tuanya, dan membuat surat pernyataan.
Di sisi lain, muncul berbagai video di media sosial yang menunjukkan aparat melakukan kekerasan atau tindakan represif dalam proses penggusuran di Tamansari . Polrestabes Bandung tengah menyelidiki video itu dengan bekerja sama dengan Tim Siber Polda Jabar.
ADVERTISEMENT
"Ini kan menyangkut video visualisasi sedang didalami," kata Kapolrestabes Bandung, Kombes Irman Sugema, di Mapolrestabes Bandung, Jumat (13/12).
Tak hanya itu, tim Propam juga ikut diterjunkan untuk mengusut dugaan kekerasan yang dilakukan oknum polisi kepada pemuda, seperti dalam video yang beredar.
kumparan sempat mewawancarai salah seorang warga Tamansari , yang diduga menjadi korban kekerasan aparat. Enjo (39) membenarkan sempat ada kericuhan saat proses penggusuran.
Sebab, menurutnya, belum ada kesepakatan sebelumnya, bahkan warga tidak mendapat sosialisasi terlebih dahulu soal penggusuran itu. Dalam perlawanannya, warga malah mendapatkan lemparan gas air mata dari aparat. Warga terpaksa menjauh dan alat berat langsung meratakan rumah-rumah warga.
"Nah, pada saat mereka mengeluarkan gas air mata kita mencoba untuk mereka mundur karena belum ada kesepakatan dari warga. Kesepakatan dalam artian enggak ada sosialisasi dulu dan enggak ada obrolan dulu ke warga ini bakal dikosongkan," kata Enjo.
Tak berhenti di situ, Enjo yang lari ke depan Balubur Town Square (Baltos) dan hendak mengecek kondisi anaknya yang berada di masjid malah mendapat hadangan dari polisi. Ia diminta untuk mundur kembali sambil dipukuli lima hingga enam orang anggota kepolisian menggunakan kepalan tangan dan pentungan.
ADVERTISEMENT
"Nah, akhirnya saya lari ke ATM Baltos dan di sana mulai dihajar habis-habisan. Ada sekitar lima sampai enam orang lah. Itu polisi semua tapi enggak tau dari Brimob atau Dalmas. Pokoknya, pihak polisi aja yang mukul saya," terang dia.
Karena wajahnya memar, Enjo segera dibawa ke tim medis Polrestabes Bandung untuk mendapat perawatan. Namun, lagi-lagi ia malah mendapat aksi kekerasan dari petugas Satpol PP yang berjumlah lima hingga enam orang.
"Pengobatan sudah. Sudah diobatin, lagi istirahat saya direpresif lagi gitu sama pihak mereka. Dari Satpol PP banyak lah yang mukul saya ada sekitar lima sampai enam orang," lanjut dia.
Ia pun dibawa aparat ke Polrestabes Bandung untuk pendataan dan mendapat perawatan di RS Bhayangkara. Ia baru bisa pulang dan bertemu istri dan anaknya di Masjid Al-Islam Jumat (13/12) dini hari.
ADVERTISEMENT
Dugaan aksi kekerasan aparat ini mendapat kecaman dari banyak pihak. Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa menjadi salah satu pihak yang lantang mengecam cara kepolisian dan Satpol PP dalam menangani penggusuran di Tamansari.
"Ya saya lihat videonya ya. Videonya itu luar bisa gitu loh. Berarti ada yang salah dengan aparat kemanan kita. Saya kecam ini. Masyarakat yang tidak bawa senjata, tidak melawan pun, kok digebuk?" kata Desmond.
Aktivis '98 itu protes keras kepada Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Rudy Sufahriadi yang tak berhasil melakukan penggusuran secara humanis. Bahkan, dia menganggap Irjen Rudy layak dicopot oleh Kapolri Jenderal Idham Aziz.
"Dan saya protes keras ini khususnya kepada Kapolda Jawa Barat ya Pak Rudi, berengsek itu orang (Irjen Rudy). Iya harus dievaluasi, Kapoldanya harus turun. Harus diganti oleh Idham," tegasnya.
ADVERTISEMENT
Banyak pihak menyayangkan kasus itu terjadi dua hari setelah perayaan Hari HAM Internasional pada 10 Desember lalu. Sebanyak 10 organisasi masyarakat sipil mendesak pemerintah menghentikan penggusuran paksa ini.
10 organisasi masyarakat yang mendesak ini terdiri dari YLBHI, KontraS, Amnesty International Indonesia, HRWG, JATAM, LBH Jakarta, Sindikasi, Lokataru Foundation, ICJR, dan LBH Masyarakat.
Ketua Divisi Kampanye dan Jaringan YLBHI, Arip Yogiawan, menganggap aksi kekerasan itu yang terjadi saat penggusuran di Tamansari sebagai bentuk merendahkan martabat manusia.
"Di hari itu, 12 Desember, Satpol PP Kota Bandung bersama Polrestabes Bandung dikerahkan untuk melaksanakan penggusuran paksa dengan penggunaan kekuatan yang berlebihan, termasuk penembakan gas air mata, bahkan disertai kekerasan maupun perlakuan lain yang kejam dan merendahkan martabat manusia," jelas Arip.
ADVERTISEMENT
Imbas dari kasus itu, Kemenkumham diminta mencabut predikat Kota Bandung sebagai Kota Peduli HAM. Permintaan itu disampaikan aliansi masyarakat sipil bernama Barisan Rakyat Untuk Hak Asasi Manusia Bandung (BARA HAMBA), yang terdiri dari LBH Bandung, Walhi Jabar, Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI), hingga Aliansi Jurnalis Independen Bandung.
"Tindakan brutal Pemerintah Kota Bandung merampas ruang hidup warga RW 11 Kelurahan Tamansari membuat kota ini tidak layak menyandang predikat kota peduli HAM," kata Willy Hanafi dari LBH Bandung.
Willy mendesak negara memberi tindakan tegas kepada aparat yang melakukan tindak represif.
Polemik Kepemilikan Tanah di Tamansari
Willy menganggap penggusuran di Tamansari menunjukkan tindakan sewenang-wenang pemerintah. Sebab, Pemkot Bandung tak pernah menunjukkan bukti kepemilikan atas tanah yang dihuni warga di Tamansari.
ADVERTISEMENT
"Keputusan MA yang menolak gugatan tidak berhubungan dengan keabsahan aset tanah itu sebagai milik pemerintah," terang Willy.
Selain itu, terdapat surat pemberitahuan tertanggal 9 Desember yang meminta warga membongkar bangunannya secara mandiri. Akan tetapi, surat itu baru diterima warga pada 11 Desember, sehari sebelum penggusuran.
Di dalam surat itu, menurut Willy, tidak diberitahukan petugas akan menggusur paksa rumah warga. Meski pemerintah sebelumnya mengklaim penggusuran dilakukan secara legal.
"Warga masih menanti putusan atas gugatan terkait penerbitan izin lingkungan untuk proyek Rumah Deret Tamansari dari Pengadilan Tata Usaha Negara Kota Bandung. Apalagi, ditemukan fakta jika tanah tersebut statusnya adalah tanah negara bebas berdasarkan pernyataan Badan Pertanahan Negara Kota Bandung yang menolak pengajuan sertifikat dari pihak pemerintah dan warga," jelas Willy.
ADVERTISEMENT
Respons Pemkot Bandung
Wali Kota Bandung, Oded M. Danial, mengklaim penggusuran di Tamansari sudah sesuai prosedur. Dia justru membela Satpol PP dan kepolisian.
"Kalau tudingan seperti itu namanya juga di lapangan saya sih silakan saja memahamilah saya kira. Tapi yang jelas di lapangan sesungguhnya saya lihat dari foto-foto yang ada, baik itu Satpol PP maupun kepolisian saya kira sangat luar biasa mereka menahan kesabaran," kata Oded.
Oded menanggapi santai soal berbagai pihak yang kini mempertanyakan kelayakan predikat Kota Bandung sebagai Kota Peduli HAM. Menurut dia, penggusuran untuk memberi tempat tinggal yang layak huni dan menata kawasan kumuh. Dalam prosesnya, upaya-upaya mediasi telah dilakukan pemerintah.
"Begini, ini kan program sudah lama namanya pembangunan rumah layak huni untuk masyarakat dan penataan kawasan kumuh karena itu milik pemerintah Kota Bandung ya kita akan tata dengan konsekuensi yang prosesnya itu sudah sangat luar biasa," terang dia.
Ia juga telah bertemu dengan perwakilan warga Tamansari. Ia dan warga sepakat menyewa rumah di sekitar Tamansari. Menurut Oded, pihaknya memberikan fasilitas rumah kontrak selama satu tahun penuh, menunggu proses pembangunan rumah deret selesai.
ADVERTISEMENT
“Kita sudah ngobrol. Jadi solusi pertama, insyaallah mereka akan cari kontrakan masing-masing karena mereka tidak mau pindah ke Rancacili. Kita sudah sepakati sesuai sama dengan yang lain,” kata Oded usai menjumpai warga di RW 11 Kelurahan Tamansari.
ADVERTISEMENT