LIPSUS Halo Ibu Kota Baru, Gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor

Gubernur Isran Noor: Masyarakat Kaltim Terbuka dengan Orang Luar

2 September 2019 12:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor di Kantor Pemprov Kalimantan Timur, Rabu (28/8). Foto: Dwi Herlambang Ade Putra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor di Kantor Pemprov Kalimantan Timur, Rabu (28/8). Foto: Dwi Herlambang Ade Putra/kumparan
Wajah Gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor tampak sumringah. Dia selalu melempar senyum dan canda selama proses wawancara dengan kumparan di kantornya, Jalan Jl. Gajah Mada, Samarinda, Rabu (28/8).
Hari itu jadwal kegiatan Isran memang sangat padat. Pagi hari dia masih mengurus beberapa keperluan di Jakarta, siang hari sudah kembali ke kantornya di Samarinda sekaligus melakukan wawancara dengan kumparan, dan pukul 13.00 WITA, Isran harus berangkat lagi ke Balikpapan untuk menghadiri acara sore harinya.
Meski jadwal padat, Isran tidak tergesa-gesa. Dia dengan santai menyapa dan menjawab semua pertanyaan yang diajukan kumparan selama 35 menit. Isran yang terus menebar senyum itu terlihat sedang berbahagia, mungkin karena provinsinya terpilih sebagai ibu kota baru.
Menurut pria kelahiran Kutai Timur, 20 September 1957 itu, dia tidak pernah mendengar isu ibu kota akan pindah ke daerah yang dipimpinnya. “Baru hari Senin kemarin diumumkan Bapak Presiden. Baru tahu di situ,” akunya.
Padahal sebelum pengumuman, Kalimantan Timur ramai disebut sebagai salah satu dari tiga kandidat kuat calon ibu kota, selain Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.
Pula di hari Presiden Joko Widodo mengumumkan ibu kota baru, Isran hadir. Dia duduk sejajar dengan Jokowi, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.
Sebelum konferensi pers pengumuman ibu kota baru dimulai, Isran mengaku tidak mengetahui tujuan dirinya diundang. “Baru tahu diumumkan kemarin kan. Saya ikut mendampingi Bapak Presiden di Istana untuk mengumumkan melalui konferensi pers,” katanya.
Isran menyambut dengan senang hati keputusan Presiden Jokowi soal pemindahan ibu kota baru. Dia menjamin, masyarakat asli Kalimantan Timur tidak akan resisten terhadap pendatang.
“Suku Kutai asli daerah itu tidak pernah resisten atau menolak dengan masuknya kebudayaan orang lain ke daerah itu. Memang itu sudah budayanya,” ucap Isran.
Berikut petikan perbincangan kumparan dengan Isran Noor:
Sejak kapan Anda mendengar isu Kalimantan Timur jadi salah satu kandidat ibu kota baru?
Baru hari Senin kemarin diumumkan Bapak Presiden. Baru tahu di situ.
Sebelumnya tidak pernah mendengar?
Nggak ada. Baru tahu diumumkan kemarin kan. Saya ikut mendampingi Bapak Presiden di istana untuk mengumumkan melalui konferensi pers.
Kajian terhadap ibu kota baru itu sudah bergulir selama tiga tahun. Selama tiga tahun itu tidak pernah mendengar?
Kalau kita menyampaikan data saja ke pemerintah pusat, ke Bapak Presiden, ke kementerian terkait, terutama ke Kementerian Bappenas, PUPR, Lingkungan Hidup, Perhubungan, dan lain sebagainya. (Dalam) penyampaian data, saya tidak pernah membandingkan dengan daerah lain, atau misalnya Kalimantan Timur keunggulannya daripada yang lain.
Apa sebenarnya keunggulan Kalimantan Timur?
Kalau saya bicara unggulan nggak bisa, saya hanya bicara data. Misalnya daya dukungnya seperti apa, kemudian status lahan, ketinggian dari permukaan laut, topografi, kondisi sosial, infrastruktur yang sudah ada. Itu saja yang kita sampaikan. Jadi, tidak ada satu kata pun saya membanding-bandingkan daerah Kaltim itu lebih baik, nggak ada.
Calon Ibu Kota Baru Foto: Basith Subastian/kumparan
Apakah ada lobi dengan pemerintah agar Kalimantan Timur dipilih menjadi ibu kota baru?
Oh nggak. Mohon maaf saya paling nggak mau lobi-lobi. Saya sampaikan saja datanya begini.
Kalau kita cross negara kita ini, kemudian titik silang itu kita perkecil atau perbesar, pasti dia akan berada di Kalimantan Timur, berada pada posisi tengah-tengah. Saya sampaikan data ke Bapak Presiden, “Pak, tolong cross ini di peta, lalu kita perkecil atau kita perbesar, pasti berada di Kalimantan Timur.” Artinya secara geografis kondisi Kaltim itu berada di tengah-tengah negara.
Seberapa sering Anda berkomunikasi dengan pemerintah pusat untuk membicarakan ibu kota baru?
Kalau diminta data kita sampaikan dengan menteri Bappenas dan menteri-menteri lain tadi. Saya sampaikan datanya, daya dukung lahan, kondisi sosialnya, Kaltim tidak pernah terjadi konflik SARA.
Masyarakat asli Kaltim dan Kutai itu selalu terbuka dengan saudara-saudara yang dari luar. Apalagi kalau kita lihat dari komposisi jumlah penduduk, pendatang jauh lebih besar daripada penduduk aslinya, terutama dari pulau Jawa itu lebih dari 34 persen. Dari Sulawesi itu lebih kurang 27-28 persen, sisanya itulah penduduk lokal. Tidak ada resistensi dari suku asli daerah yang menolak. Memang sudah budaya mereka sejak dulu terbuka dari mana pun pendatang berada.
Sejumlah warga di pesisir sungai Kuala Samboja, Kalimantan Timur. Foto: Prabarini Kartika/kumparan
Jadi masyarakat Kalimantan Timur relatif siap menerima pendatang baru ?
Suku Kutai asli daerah itu tidak pernah resisten atau menolak dengan masuknya kebudayaan orang lain ke daerah itu. Memang itu sudah budayanya.
Apa ada perubahan yang dirasakan setelah diumumkannya Kalimantan Timur sebagai lokasi ibu kota baru?
Belum ada, kan baru rencana. Rencana, bukan wacana. Rencana itu kan ditindaklanjuti, pemerintah pusat akan segera melakukan yang namanya berkoordinasi bagaimana membuat payung hukum, undang-undang dengan DPR RI.
Kemudian, melakukan persiapan desainnya. Mudah-mudahan secara simultan undang-undangnya bisa selesai dan 2020 dan desain lengkapnya juga bisa selesai 2020. Sehingga 2021 sudah mulai dibangun konstruksinya dan infrastrukturnya.
Nanti kalau lapang jalan Tuhan kasih, kemudian 2024 mulai pindah, paling tidak kantor kepresidenan dulu. Kira-kira seperti itu lah yang saya terima dari Bapak Presiden dan dari tim pusat.
Untuk pembangunan tahap pertama pada 2021, rencananya apa yang akan dibangun terlebih dahulu?
Mudah-mudahan, saya tidak terlalu tahu benar, mungkin istana dan kantor kepresidenan. Kemudian lembaga-lembaga parlemen, misal DPR, DPD RI, (dan) lembaga-lembaga negara lainnya yang diperlukan. Itu menurut saya tidak terlalu sulit kalau negara berkeinginan.
Untuk Istana Kepresidenan apa sudah ada titik lokasinya?
Nggak bisa disampaikan di sini.
Tapi sudah kelihatan gambarannya?
Iya, tapi nggak bisa kujelaskan. Kita punya kesepakatan dengan Bapak Presiden.
Infografik Ambisi Jokowi Membangun Ibu Kota Baru. Foto: Basith Subastian/kumparan
Kapan pemerintahan mulai dipindahkan?
Kalau menurut kemarin diumumkan Bapak Presiden kan 2024 itu sudah bisa mulai pindah sebagian lah.
Ini tahapnya lama. Pembangunan kawasan ibu kota negara itu kan bukan untuk sesaat, tetapi untuk jangka panjang. Arealnya pun diperluas sampai mencapai 180.000 bahkan lebih dari 250.000 (hektare).
Sementara itu, apa saja infrastruktur penunjang yang akan dipersiapkan?
Saya kira itu akan merupakan berdasarkan rencana desain atau desain lengkap mengenai apa saja yang akan dibangun. Pasti itu akan mencakup infrastruktur, jalan. Pasti itu akan bernuansa atau seperti dalam suasana kota pintar. Kira-kira seperti itu.
Namanya kota dalam hutan, namanya kota cerdas, namanya kota penuh dengan imajinasi, artificial intelligence, kemudian ada kota yang berkelanjutan (sustainable city), kota yang tidak kuning, tidak biru, tidak hitam, tidak merah, kira-kira harus apa warna itu? Green city misalnya.
Bisa kita bayangkan nanti satu-satunya ibu kota negara yang berada dalam hutan, nah itu. Kita akan coba ubah. Kalau selama ini di mana kota dibangun RTH-nya itu 30 persen lebih kurang, di sana dibalik.
Kawasan infrastruktur bangunannya itu 30 persen saja, tapi kawasan hijaunya ruang terbuka hijaunya itu bisa mencapai 60-70 persen. Itulah kawasan yang namanya Bukit Soeharto itu bisa digunakan, dan luas areal 180.000 hektare bisa dilakukan. Jadi tidak banyak bangunannya, yang banyak bangunan kayu dan tanaman pohon.
Jadi, apakah wilayah Bukit Soeharto itu yang digunakan hanya wilayah hutan produksinya saja?
Iya, jadi itu kan sedikit saja, Bukit Suharto itu tidak banyak digunakan. Beda dengan kabupaten di Jawa, di Jawa itu dikalahkan oleh kabupaten yang ada di Kutai Kartanegara luasnya. Jadi kalau mau membangun sebuah perencanaan, misalnya kawasan green city, smart city, sustainable city, itu tidak susah, kan arealnya luas.
Dan itu hutan milik negara walaupun ada penduduk yang bermukim di atasnya. Nggak ada masalah mereka direlokasi, tentu biayanya jauh lebih murah kalau itu misalnya dimiliki secara resmi oleh penduduk. Misalnya dia punya sertifikat, kalau dia cuma ada usaha itu dia kan masih berada di kawasan milik lahan negara.
Potret udara proyek pembangunan jalan Tol Balikpapan-Samarinda yang melintasi wilayah Samboja di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
Apakah infrastruktur transportasi sudah memadai untuk menopang ibu kota baru?
Saya tidak mengatakan memadai, tapi ada. Misalnya berada di dua kota utama, Samarinda dan Balikpapan. Di dua kota ini dihubungkan oleh dua jalan arteri dan satu jalan bebas hambatan, jalan tol, segera akan difungsikan. Kemudian pelabuhan lautnya ada di Semayang, Balikpapan, itu pelabuhan besar ekspor. Ada juga di Kota Palaran, Samarinda. Kemudian ada lagi yang kalau di utara sedikit agak jauh itu ada Pelabuhan Maloy yang akan menjadi kawasan ekonomi khusus.
Di dua kota besar tadi ada namanya Bandara Internasional APT Pranoto yang kalian tadi turun ya. Kemudian ada Bandara Sultan Sulaiman di Balikpapan. Status bandara itu internasional. Itu semua nama raja-raja Kutai dulu. Ini kan kawasan kesultanan Kutai semua.
Apa hambatan Kalimantan Timur untuk mendukung menjadi ibu kota?
Ada perbedaan besar antara Kalimantan Timur dan Jakarta. Jakarta itu kota kecil, Kaltim itu kota besar. Paham? Nah kalau udah paham ya selesai. Nah kalau ditanyakan upaya baru saya menjawab, tapi kalau Anda bertanya soal kota besar kota kecil, kota Jakarta itu kecil, Samarinda itu besar.
Karena Kalimantan Timur itu luas, maksud Anda, faktor itu membuat Kaltim butuh angkutan yang lebih fleksibel?
Iya. Kalau itu nggak perlu cerita lagi soalnya kalau sudah besar, berarti sudah ada infrastrukturnya. Maka tadi ibu kota itu tidak berada di Samarinda dan Balikpapan. Dibangunlah di antara dua kota itu.
Sejumlah pihak mengatakan dengan rencana 180.000 hektare berpotensi merusak keberadaan hutan. Bagaimana Anda menjawab permasalahan ini?
Yang namanya kaidah-kaidah lingkungan, itu menjadi referensi. Makanya kalau ingin membuat sebuah ruang terbuka hijau itu lebih luas untuk menjaga lingkungan. Namanya kerusakan alam ini tidak bisa dihindari. Manusia tidak merusaknya, alam akan merusak sendiri dirinya, tidak ada yang abadi. Cuma kaidah-kaidah lingkungan kita harus taati. Dan saya menyadari dan sangat memahami ketika ada ahli lingkungan ada LSM lingkungan, ada yang kontra, itu biasa.
Justru itu menjadi modal dasar bagi perencana, bagi kita ingin ini menguatkan. Jadi kalau kita mengikuti itu bagus ketika ada kritik, ketika ada saran, ketika ada yang memprotes itu bagus.
Makanya disiapkan 180.000 (hektare), sehingga tadi yang namanya kaidah lingkungan tadi bagaimana memelihara, nuansa green city. Itulah sebuah wujud. Ini bukanlah sebuah kerja kecil, (tapi) kerja besar. Dan itu harus diikuti. kaidah lingkungan, jangan ditabrak pokoknya. Jadi kalau misalnya ada hutan produksi di situ, jadikan dia kawasan hijau.
Potret udara bekas tambang batu bara di Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
Setelah pengumuman Kalimantan Timur ditunjuk sebagai calon ibu kota, iklan properti mulai bermunculan. Ada cara khusus untuk menata hal tersebut?
Nah pertanyaan bagus. Jadi nanti pasti akan ada namanya dampak-dampak kejadian, namanya urbanisasi, perpindahan penduduk, migrasi. Tapi tidak mungkin mereka meninggali kawasan imigrasi, urbanisasi di kawasan ibu kota tersebut. Itu akan dibersihkan. Tapi yang dipersiapkan itu adalah kawasan kota penyangga, (yaitu) Balikpapan dan Samarinda. Kemudian sebagian daripada wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara dan kabupaten PPU.
Nah itu yang akan saya koordinasikan dengan para walikota dan bupatinya. Harus ada evaluasi tata ruang, evaluasi pemukiman, karena itu sebagai daerah penyangga. Karena, tidak mungkin orang datang ke kawasan yang akan ditetapkan sebagai kawasan ibu kota negara di dalam 180.000 (hektare) lebih itu.
Jadi di lahan seluas 180.000 hektare itu tidak bisa ditinggali pendatang?
Nggak bisa. Jadi, khusus kawasan ibu kota itu hanya kegiatan-kegiatan pemerintahan. Orang-orang yang tinggal di situ adalah para pejabat negara, pegawai negeri negara. Makanya di situ nanti moda transportasinya diatur.
Mungkin tidak ada orang sebebas-bebasnya memiliki kendaraan. Kendaraan roda duanya mungkin tidak boleh di sana keluyuran. Jadi nanti akan dibuat moda transportasi umum, seperti rel kereta api, mungkin ada juga angkutan umum lainnya. (Akan) Diatur sedemikian rupa. Oh, very good. Saya bisa bayangkan itu bagaimana bangunan rumahmu berada di Bukit Soeharto.
Aturan tata ruang itu sudah dimulai sejak kapan?
Jadi itu akan ada evaluasi tata ruang yang sudah ada karena kalau tidak dilakukan evaluasi tata ruang nanti di mana orang tinggal. Samarinda punya tata ruang, sudah. Balikpapan sudah punya tata ruang. Kutai Kartanegara sudah punya ruang. PPU punya tata ruang. Itu kita lakukan koordinasi untuk dievaluasi tata ruang untuk bagaimana nanti mengantisipasi.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten