Hanya PDIP dan Hanura yang Setujui Hak Angket KPK

28 April 2017 9:57 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Sidang Paripurna DPR RI. (Foto: Antara/Hafidz Mubarak A)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang Paripurna DPR RI. (Foto: Antara/Hafidz Mubarak A)
DPR RI kembali riuh, kali ini lembaga yang berisikan 560 wakil rakyat itu tengah disorot lantaran mewacanakan hak angket untuk KPK. Tapi ternyata hanya PDIP dan Hanura yang bulat menyetujui hak angket.
ADVERTISEMENT
Wacana ini bergulir dari kasus megaproyek e-KTP yang merugikan negara hampir Rp 2,3 triliun. Kasus ini menyeret banyak anggota DPR, salah satunya anggota Fraksi Hanura, Miryam S Haryani. Miryam sudah dipanggil bersaksi dalam sidang kasus tersebut.
Dalam kesaksiannya, Miryam menyebut diancam oleh penyidik KPK agar menyebut anggota DPR yang terlibat. Namun penyidik KPK Novel Baswedan, justru mengungkap Miryamlah yang diancam rekan-rekan anggota Komisi III agar tak menyebut nama-nama anggota DPR yang terlibat kasus e-KTP.
Miryam terlihat sedang mengusap air mata. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Miryam terlihat sedang mengusap air mata. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Saat rapat komisi III dan KPK pada 17-18 April lalu, Komisi III mendesak agar KPK memperdengarkan rekaman percakapan pemeriksaan tersebut. Namun KPK bergeming, lembaga anti rasuah itu enggan membuka rekaman pemeriksaan Miryam. Dari situ digulirkan hak angket untuk memperjelas masalah.
ADVERTISEMENT
Beberapa anggota komisi III lalu meneken hak angket dan mengirimkan suratnya kepada pimpinan DPR. Surat itu dibacakan pada sidang paripurna kemarin. Namun tak semua fraksi setuju terhadap hak angket ini. Hanya PDIP dan Hanura yang terang-terangan setuju.
Miryam dan penyidik Irwan, Ambarita, Novel (Foto: Antara/Sigid Kurniawan)
zoom-in-whitePerbesar
Miryam dan penyidik Irwan, Ambarita, Novel (Foto: Antara/Sigid Kurniawan)
PDIP melalui Alex Indra mengatakan sikap partainya menyetujui hak angket lantaran anggotanya telah dicemarkan nama baiknya. "Oleh karena itu sikap fraksi memahami ketika yang bersangkutan menggunakan hak tersebut untuk mencari kebenaran atas namanya yang difitnah," ujar Alex, Kamis (27/4) kemarin.
Begitu juga dengan Hanura, partai yang dipimpin Oesman Sapta ini mendorong hak angket yang menyeret kadernya, Miryam. Namun Hanura membatasi agar tidak diarahkan kepada objek penyidikan, seperti BAP.
"Hanura mendukung hak angket, tetapi hanya diarahkan pada obyektivitas penyidikan, sehubungan dengan ada isu panas yang dilempar bahwa ada penekanan terhadap saksi MH (Miryam Haryani) oleh beberapa oknum anggota DPR," ujar Sekertaris Fraksi, Dadang Rusdiana.
ADVERTISEMENT
Miryam S. Hariyani (tengah), kader Partai Hanura. (Foto: Miryam Haryani/Facebook)
zoom-in-whitePerbesar
Miryam S. Hariyani (tengah), kader Partai Hanura. (Foto: Miryam Haryani/Facebook)
Demokrat, PKS, Gerindra, Golkar, PKB, menolak hak angket yang digulirkan untuk KPK. Namun beberapa kader partai itu ada yang ikut menandatangani. Sementara tiga partai yakni PAN, PPP dan Nasdem masih ingin mengkaji bagaimana hak angket ini berjalan nantinya.
Berbagai alasan penolakan dari Fraksi Demokrat misalnya, partai yang dinahkodai SBY itu takut hak angket menjadi upaya lemahkan KPK. PKS Gerindra dan Golkar beranggapan tak perlu ada hak angket lantaran masalah ini bisa diselesaikan dalam rapat dengar pendapat antara Komisi III dan KPK.
Konpers "Jangan Lemahkan KPK" di kantor ICW (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konpers "Jangan Lemahkan KPK" di kantor ICW (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
ADVERTISEMENT
Hak angket bukan memang bukan hak fraksi, tapi hak masing-masing anggota DPR yang diusulkan paling sedikit oleh 25 orang anggota DPR dan lebih dari 1 fraksi. Dalam hal ini dilakukan PPP, fraksi PPP menolak namun ada satu anggota yang mendukung.