Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dia menilai, intervensi penegakkan hukum tidak selalu berasal dari penegak hukumnya, tapi dari luar. Dia mengaitkan soal praktik menyenangkan lewat spoiling alias bocoran putusan.
"Kita ndak perlu menyebut siapa orangnya, tapi itu ada. Ada, dalam arti, apa namanya, ya sebenarnya sudah jadi semacam praktik juga di banyak tempat," kata Jimly kepada wartawan di Gedung MK, Selasa (7/11).
"Idealnya para penegak hukum dan keadilan itu punya komunitas sendiri. Tidak bergaul dengan pengusaha, tidak bergaul dengan politikus," tambahnya.
Namun Jimly nampak pesimis. Sebab, kata dia, kebiasaan di Indonesia, ada penegak hukum dekat dengan politisi hingga pengusaha.
"Coba itu ada, yang main olahraga dengan para pihak. Ya, itu kan, jadi masalah, gitu. Enggak saya sebut nama, kan, sudah tahu saudara semua … tapi yang jelas kita mendapatkan temuan, 'wah ini bahaya ini'. Praktik yang membahayakan independensi peradilan," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Pada kesimpulan putusan MKMK terhadap Anwar Usman, disebutkan bahwa paman Gibran Rakabuming Raka itu terbukti sengaja membuka ruang intervensi dalam putusan syarat capres-cawapres.
"Hakim Terlapor terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, sehingga melanggar sapta karsa hutama, prinsip independensi," begitu bunyi salinan putusan MKMK.
Anwar Usman dijatuhi pelanggaran kode etik berat. Namun hanya dicopot sebagai Ketua MK dan masih jadi hakim konstitusi.