Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kamala Sebut Trump Bahan Tertawaan Pemimpin Dunia: Anda Memalukan!
11 September 2024 10:00 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Dalam debat kedua pemilu Amerika Serikat yang berlangsung Rabu (11/9) waktu setempat, Wakil Presiden Kamala Harris mengkritik keras Donald Trump, dengan menyebut bahwa "para pemimpin dunia menertawakan" mantan presiden tersebut.
ADVERTISEMENT
"Saya telah berkeliling dunia sebagai Wakil Presiden Amerika Serikat, dan para pemimpin dunia menertawakan Donald Trump," kata Kamala saat debat berlangsung.
“Saya telah berbicara dengan para pemimpin militer, beberapa di antaranya pernah bekerja dengan Anda, dan mereka mengatakan Anda memalukan,” tambah Kamala sambil menoleh ke arah Trump.
Kamala juga menyoroti ketidakmampuan Trump untuk menerima kekalahan dalam pemilihan 2020 dan klaim-klaimnya tentang pengadilan sebagai bukti "senjata" dari Kementerian Kehakiman.
Menanggapi serangan Harris, Trump justru memuji Perdana Menteri Hungaria, Viktor Orbán, yang menurutnya merupakan "salah satu orang yang paling dihormati" dan "sosok yang tangguh."
Trump mengeklaim bahwa Orbán berkata, "Jika Trump kembali sebagai presiden, mereka takut padanya," merujuk pada negara-negara seperti China dan Rusia.
ADVERTISEMENT
Trump menegaskan kembali bahwa di masa kepemimpinannya, tidak ada masalah besar di panggung internasional.
"Lihat, Viktor Orbán mengatakan bahwa orang yang paling dihormati dan ditakuti adalah Donald Trump," ujar Trump, memperkuat klaimnya tentang efektivitas kepemimpinannya di masa lalu.
Sekilas tentang PM Orbán
Viktor Orbán pertama kali terpilih sebagai perdana menteri Hungaria melalui pemilu demokratis, namun dikenal dengan kebijakan yang melemahkan institusi-institusi demokrasi.
Ia mengikis sistem hukum, memecat pegawai negeri, mempolitisasi bisnis, menyerang media, dan mengintimidasi partai oposisi, serta menggunakan isu migrasi sebagai alat politik.