Kemenhub: Kebutuhan dan Permintaan Ojek Sudah Seimbang

25 Maret 2017 11:42 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Bendera merah putih hadir dalam aksi damai Grab. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bendera merah putih hadir dalam aksi damai Grab. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
Kementerian Perhubungan menyebut, ojek bukanlah angkutan umum karena memiliki berbagai risiko tinggi. Namun fenomena ojek online di tengah-tengah masyarakat tak dapat dihindari.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, menurut Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementrian Perhubungan, JA Barata, pemerintah daerah harus membuat aturan mengenai ojek online. Sebab kebutuhan ojek online kondisional, tergantung keadaan di masing-masing daerah.
"Contoh kalau di Jogja ada andong. Andong tidak diatur oleh undang-undang, tapi pemda secara lokal mengatur itu, kapan beroperasi, di mana melakukan," ujar Barata dalam diskusi Polemik Sindo Trijaya, Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (25/3).
Sementara untuk kawasan Jabodetabek, Barata mengakui, keberadaan ojek online memang dibutuhkan. Mengingat kondisi jalanan di Jabodetabek yang hampir selalu macet.
"Karena memang suasana di Jabodetabek banyak pembangunan, jalan banyak macet, tapi itu nanti kalau LRT, MRT, sudah ada, ini akan minggir juga," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, tempat mangkal ojek online juga harus diatur agar tidak mengganggu pengguna jalan. Sebab saat ini banyak ojek online yang berkumpul di pinggir jalan saat menunggu orderan masuk.
"Kita perlu atur supaya jangan kumpul di suatu tempat di pinggir jalan. Pemda bisa mengatur itu," ujarnya.
Barata mengakui, saat ini jumlah driver ojek dan penumpang seimbang.