Manisnya Persahabatan 2 Pemuda Beda Agama di Kampung Sawah Bekasi

27 Desember 2018 10:09 WIB
clock
Diperbarui 15 Maret 2019 3:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Toleransi Kampung Sawah. Foto: Mahatmanara M Sophiaan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Toleransi Kampung Sawah. Foto: Mahatmanara M Sophiaan/kumparan
ADVERTISEMENT
Seorang pemuda berambut cepak terlihat sibuk mengatur lalu lintas di depan Gereja GPDI Batlehem, Sasak Djikini, Kampung Sawah, Bekasi. Dia mengenakan peci dan baju hitam khas Betawi.
ADVERTISEMENT
Namanya Marvianus (33). Bersama dengan tiga orang pemuda masjid lainnya dia bertugas menjaga keamanan gereja yang sedang menggelar kebaktian Hari Natal, Selasa (25/12) pagi.
Pemuda muslim mengatur parkir jemaah Gereja Betlehem Sasak Djikin, Kampung Sawah, Bekasi. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
Di samping gereja, seorang pendeta muda Vendy Saroinsong (36) menyambut hangat kedatangan Marvi dan pemuda masjid lainnya. Dibarengi jabat tangan erat, keduanya berbincang sambil berseloroh.
“Ini Mas Vendy, pendeta gereja sini. Teman saya juga,” ujar Marvi memperkenalkan.
Vendy dan Marvi sudah bersahabat sejak kecil. Pertemuan keduanya bermula saat main petak umpet di halaman rumah tetangga.
"Saat itu saya anak baru, pindahan dari Majalengka tahun 1991. Saya kenal Marvi itu ya pas main petak umpet," kenang Vendy.
Vendy bercerita, wajah khas Tionghoa yang ia miliki kerap menjadi bahan ejekan oleh teman-temannya saat kecil. Namun bukannya ikut mem-bully, Marvi justru melindungi Vendy dan mengajaknya bermain bersama.
ADVERTISEMENT
"Sejak itu kami bersahabat sampai sekarang. Berarti sudah 27 tahun saling kenal," jelas Vendy.
Vendy Saroinsong, Pendeta Muda GPDI Betlehem Sasak Djikin. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
Persahabatan keduanya terus berlanjut. Marvi yang seorang muslim tak segan untuk membantu bila Vendy menggelar acara keagamaan. Seperti yang dilakukan di Hari Natal ini, para pemuda masjid seperti Marvi membantu menjaga keamanan gereja.
Begitu pun saat Lebaran, Vendy bersama dengan pemuda Nasrani lainnya ikut membantu Marvi dan warga Muslim.
"Jadi dulu tahun 2000 itu jalannya belum seperti ini, terus masjidnya juga jauh jadi yang Nasrani ini pakai motor nganterin kita ke masjid satu-satu pas Lebaran. Ngojek gitu, tapi sekarang kan sudah banyak ojek online jadi enggak gitu lagi," jelas Marvi.
Ketika Lebaran tiba pemuda Nasrani memberikan sembako kepada 120 warga yang tinggal di sekitar gereja.
ADVERTISEMENT
"Kami memberikan sembako itu mungkin hampir sekitar untuk 120 warga yang mereka harus dibantu, seperti itu. Kami juga keluarga di gereja ini memberikan selamat kepada tetangga-tetangga sekitar, kita jalan untuk kasih Selamat Idul Fitri kepada mereka semua," lanjut Vendy.
Tak lupa, di setiap khotbahnya, Vendy selalu mengingatkan pemuda gereja agar bergaul dan menjaga kerukunan dengan umat beragama lainnya.
"Enggak boleh enggak bergaul, pokoknya nggak pandang pendek, kecil, hitam, kuning, merah, biru. Pokoknya harus bergaul," tutur Vendy.
Sama halnya dengan Vendy, Marvi yang juga menjabat sebagai Ketua Sanggar Seni Sasak Djikini selalu menyerukan kepada pemuda-pemuda muslim agar menghormati keyakinan masing-masing.
"Saling menghormati keyakinan kita. Kalau misal dia orang Kristen ya berarti kita harus menghormati cara ibadah orang Kristen. Kalau kita orang Islam ya kita juga harus menghormati agamanya. Jadi enggak ada kita saling menjelek-jelekan agama yang satu dengan yang lain," ujar Marvi.
Marvianus, Pemuda Islam Kampung Sawah. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
Persahabatan beda agama ini tak hanya terjalin apik antar pemuda di Kampung Sawah, namun juga para tokoh agama di sana.
ADVERTISEMENT
Sebut saja pertemanan antara Richardus Jacobus Napiun, Tokoh Masyarakat Katolik, dengan Solahudin Malik, Tokoh Masyarakat Muslim di Kampung Sawah.
Di Kampung Sawah, peran tokoh masyarakat dari berbagai agama diharapkan bisa menjadi contoh dalam menjaga kerukunan antar umat.
"Tokoh agama semuanya dari semua agama dalam momentum apapun di keagamaan atau di tengah masyarakat selalu memberikan dakwah atau memberikan masukan pada masyarakat untuk menjaga kerukunan toleransi," jelas Solahudin.
Suasana Gereja Kristen Pasundan, Kampung Sawah, Bekasi. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
Toleransi tidak sebatas disampaikan dalam dakwah, setiap tokoh agama juga memberikan contoh. Sehingga masyarakat juga mengikuti. Karena itu Solahudin dan Jacob selalu menyempatkan diri untuk bertemu dan berdiskusi.
Mulai dari curhat kendala yang terjadi di Kampung Sawah, politik, isu-isu yang berkembang di tengah masyarakat serta solusi yang dilakukan demi terjaganya kerukunan.
ADVERTISEMENT
"Ada pertemuan-pertemuan misalnya dialog kebangsaan, ada ngeriung bareng, itu istilah sebuah gerakan, kita ketemu bareng ngobrol apa saja utamanya, tentang fenomena yang ada di akhir-akhir ini," jelas Jacob.
Solahudin dan Jacob meyakini, dialog bersama antar tokoh beragama adalah salah satu cara terbaik untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi.
Suasana Gereja Katolik Santo Servatius, Kampung Sawah, Bekasi. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
Toleransi antar umat beragama di Kampung Sawah memang spesial. Sejak puluhan tahun yang lalu, warga Kampung Sawah bersama-sama menghormati perbedaan suku, agama dan ras yang ada di wilayah mereka.
Meski ujaran kebencian, rasisme, persekusi hingga perusakan rumah ibadah menghantui media sosial dan beberapa daerah di Indonesia, warga Kampung Sawah seakan tak terpengaruh.
Bagi mereka, toleransi ibarat bara api. Bila tak dijaga nyala apinya, ia akan padam.
ADVERTISEMENT
Simak selengkapnya konten spesial Toleransi di Kampung Sawah melalui tautan di bawah ini.