Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Mitos 'Penyihir' di Afrika Tak Cuma Menimpa Manusia
5 Februari 2017 14:22 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT
Laporan Leo Igwe, seorang humanis berkebangsaan Nigeria sekaligus aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) di Afrika, memperlihatkan bahwa tuduhan terkait sihir di Afrika tak hanya tejadi terhadap anak manusia, tetapi juga makhluk hidup lainnya.
ADVERTISEMENT
"Bocah penyihir" adalah julukan untuk seorang bocah laki-laki berusia 3 tahun yang tahun lalu ditemukan dalam kondisi luntang-lantung tak terurus di jalanan Nigeria. Ia telanjang, kotor, dan tampak seperti sekadar tulang berbalut kulit.
Anak itu kekurangan gizi, dan payahnya, wujud fisiknya yang dianggap mengerikan malah membuat dia dijuluki "bocah penyihir."
Si bocah penyihir dibuang oleh masyarakat, bahkan orang tuanya sendiri. Dia tinggal di jalanan dan mengandalkan makanan pemberian orang --yang tak selalu ada.
Sampai akhirnya ia ditemukan oleh Anja Ringgren Lovén, perempuan yang menjadi penyelamatnya.
Dalam tulisan berjudul Belief in Witchcraft in Africa, Leo Igwe memaparkan bahwa di Afrika, sosok penyihir juga dianggap menjelma menjadi makhluk lainnya.
ADVERTISEMENT
Di Nigeria sendiri, kebanyakan orang memercayai para penyihir dapat berubah menjadi hewan malam atau serangga seperti kucing, tikut, kelelawar, atau kupu-kupu.
Di Gambia, berkembang kepercayaan bahwa para penyihir dapat berubah menjadi burung hantu. Sementara di Senegal, warga lokal percaya para penyihir hidup dalam buah paw paw, dan mereka beroperasi saat malam tiba.
Di Malawi, masyarakat percaya para penyihir berkeliaran saat malam hari dengan menggunakan pesawat gaib yang dapat rusak jika terjadi kesalahan magis.
Sementara di Burkina Faso, orang-orang percaya bahwa para penyihir berkeliaran memakan daging dan jiwa manusia, serta meminum darah mereka. Oleh karena itu mereka menyebut para penyihir sebagai “para pemakan jiwa.”
Dengan keyakinan bahwa para penyihir itu jahat dan dapat menjelama menjadi berbagai sosok itulah, maka ketika orang-orang melihat binatang, termasuk serangga, atau makhluk lainnya pada malam hari, mereka berpikir para "penyihir" itu sedang dalam misi --misi untuk membunuh, memusnahkan, dan mencelakai.
ADVERTISEMENT
Dan orang-orang kemudian membunuh hewan atau serangga tersebut.
Membunuh dipercaya sebagai cara untuk memusnahkan dan melenyapkan penyihir. Jadi, di Afrika para pemburu penyihir tidak hanya mengincar manusia, tapi juga hewan, serangga, hutan, dan pepohonan.
Apa yang terjadi di Afrika itu berkontribusi atas munculnya anak-anak terlantar dengan kondisi memprihatinkan. Mereka dituding "penyihir" dan karenanya dibiarkan tak terawat. Selamat dan tumbuh sehat, bagi mereka adalah keajaiban.