MK Ubah Syarat Capres-Cawapres, 4 Hakim Tak Setuju

16 Oktober 2023 17:10 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi terpilih periode 2023-2028 Anwar Usman (keempat kiri) dan Saldi Isra (keempat kanan) berpose bersama sejumlah hakim konstitusi usai pemilihan di gedung MK, Jakarta, Rabu (15/3/2023).  Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi terpilih periode 2023-2028 Anwar Usman (keempat kiri) dan Saldi Isra (keempat kanan) berpose bersama sejumlah hakim konstitusi usai pemilihan di gedung MK, Jakarta, Rabu (15/3/2023). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan terkait syarat capres dan cawapres. Putusan ini diwarnai perbedaan pendapat 4 orang hakim.
ADVERTISEMENT
Dalam putusannya, MK mengubah pasal yang mengatur syarat capres dan cawapres pada Pasal 169 huruf q UU Pemilu. Berikut perubahannya:
Sebelum:
'Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah: Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun.'
Setelah:
'Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah: berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah.'
Putusan ini disetujui oleh 5 hakim MK, yakni Anwar Usman, Manahan Sitompul, Guntur Hamzah, Enny Nurbaningsih, dan Daniel Yusmic. Dua hakim yang terakhir disebut mempunyai alasan berbeda dalam pertimbangannya.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic menilai permohonan layak dikabulkan. Namun, keduanya menilai frasa tambahan dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengatur pengalaman hanya sebatas pengalaman untuk kepala daerah setingkat provinsi alias gubernur.
ADVERTISEMENT
Sementara 4 Hakim Konstitusi yang berbeda pendapat ialah Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo. Keempatnya menilai gugatan layak ditolak.
"Terhadap putusan Mahkamah a quo, terdapat alasan berbeda dari dua hakim konstitusi yaitu Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh serta terdapat pula pendapat berbeda dari 4 orang hakim Konstitusi, yaitu Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Hakim Konstitusi Saldi Isra, Hakim Konstitusi Arief Hidayat, dan Hakim Konstitusi Suhartoyo," kata Anwar Usman.
Hakim Mahkamah Konstitusi, Wahiduddin Adams saat sidang Perselisihan Hasil Pemilu Umum 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat(21/8) Foto: Helmi Afandi/kumparan
Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams menilai bahwa sebenarnya permohonan ini merupakan hal yang sedernaha. Ia berpendapat bahwa tidak ada masalah konstitusional dalam permohonan ini.
"Seharusnya secara yuridus dan teknikalitas sangatlah sederhana untuk diputus oleh Mahkamah, tetapi seolah-olah menjadi sangat kompleks sebagai akibat dari terlalu besarnya dosis penggunaan aspek-aspek nonyuridis yang secara kontekstual sulit dipungkiri sangat menyelimuti dinamika persidangan terhadap perkara ini," papar dia.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, permohonan ini dinilai bukan semata karena 'hak politik' pemohon untuk 'dipilih' menjadi terhalang karena adanya syarat capres-cawapres.
Melainkan, 'hak politik' Pemohon terhalang untuk dapat 'memilih'. "Hanya karena subjek preferensi politik pemohon (sebagaimana yang beberapa kali disebutkannya sangat spesifik dalam permohonan) tidak memenuhi syarat menjadi calon presiden dan wapres," ujar Wahiduddin Adams.
Dikutip dari situs MK, dalam sidang yang digelar Selasa (5/9/2023), nama Wali Kota Solo Gibran Rakabuming menjadi acuan dalam gugatan Almas.
Gibran dinilai berhasil dalam membangun ekonomi daerah Surakarta hingga 6,25% dari sebelumnya hanya -1,74%.
"Oleh karena itu, saya berpendapat sama sekali tidak terdapat persoalan konstitusionalitas apapun dalam konteks ini," kata dia.
Hakim Mahkamah Konstitusi, Saldi Isra. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Hakim Konstitusi Saldi Isra pun menilai permohonan ini layak untuk ditolak.
ADVERTISEMENT
"Saya menolak permohonan a quo dan seharusnya Mahkamah pun menolak permohonan q quo," ujar dia.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat juga menolak permohonan itu. Ia bahkan mengaku heran dengan komposisi hakim yang terjadi.
Komposisi yang dimaksud ialah:
ADVERTISEMENT
"Sepengetahuan saya belum pernah terjadi," ujar Anwar Usman.