Politikus PKS Heran Juliari Batubara Divonis 12 Tahun: Mestinya Diperberat

25 Agustus 2021 1:52 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota DPR RI Fraksi PKS, Bukhori Yusuf . Foto: Dok. Bukhori
zoom-in-whitePerbesar
Anggota DPR RI Fraksi PKS, Bukhori Yusuf . Foto: Dok. Bukhori
ADVERTISEMENT
Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta telah menjatuhkan vonis terhadap eks Menteri Sosial, Juliari Batubara, selama 12 tahun penjara dan denda senilai Rp500 Juta pada Senin (23/8).
ADVERTISEMENT
Vonis ini jauh lebih ringan dibandingkan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara hingga hukuman mati.
Merespons hal itu, Politikus PKS Bukhori Yusuf turut memberikan perhatian. Dia menilai, vonis hakim gagal memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Hal ini karena masyarakat sudah dirugikan akibat tindakan yang dilakukan Juliari khususnya, akibat korupsi bantuan sosial selama pandemi COVID-19.
“Vonis hakim semestinya mampu memberikan efek jera sekaligus menyiratkan pesan yang ‘kuat dan tajam’ kepada khalayak untuk tidak coba-coba melakukan korupsi di tengah pandemi," kata Bukhori dalam keterangannya yang diterima kumparan, Rabu (25/8).
"Namun sangat disayangkan, vonis itu hanya mengundang publik untuk tidak berhenti mengolok-olok terpidana, tetapi kian melebar dan dikhawatirkan menyasar majelis hakim hingga kehormatan lembaga peradilan itu sendiri,” tambah dia.
Terdakwa mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara usai menjalani sidang pembacaan putusan secara virtual di gedung ACLC KPK, Jakarta, Senin (23/8). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
Anggota DPR yang pernah duduk di Komisi Hukum ini mempertanyakan dasar pertimbangan hakim yang meringankan vonis terdakwa. Salah satunya, soal terdakwa yang sudah cukup menderita akibat mendapat makian publik kendati belum ada putusan pengadilan inkrah.
ADVERTISEMENT
Bukhori menilai, pertimbangan hakim tersebut sulit diterima akal sehat. Sementara, menurutnya ada banyak pertimbangan lain yang patut membuat terdakwa bisa dihukum lebih berat.
Misalnya, tindakan memperkaya diri dengan korupsi yang dilakukan saat penanggulangan keadaan bahaya akibat bencana pandemi. Apalagi, tindakan Juliari sudah menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 14,5 miliar.
“Putusan ini sangat mengherankan. Semestinya makian publik menjadi salah satu pertimbangan hakim untuk perberat hukuman, bukan sebaliknya. Pasalnya, makian publik sebenarnya muncul akibat rasa kekecewaan dan kemarahan mereka lantaran haknya dirampas oleh pejabat yang semestinya melindungi," ujarnya.
"Hakim seyogyanya juga harus cermat melihat ini sebagai ekspresi dari suasana batin mereka yang menjerit," sambungnya.
Terdakwa mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara usai menjalani sidang pembacaan putusan secara virtual di gedung ACLC KPK, Jakarta, Senin (23/8). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
Dalam kondisi ini, Bukhori menilai aneh karena pertimbangan serupa tidak berlaku bagi terdakwa kasus korupsi lainnya meski tiap terdakwa kasus korupsi bisa dipastikan memperoleh makian publik.
ADVERTISEMENT
Dia merujuk vonis hakim terhadap terpidana Akil Mochtar, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang divonis hukuman penjara seumur hidup karena kasus suap dan gratifikasi terkait sengketa Pilkada.
Kemudian ada vonis terhadap Hary Prasetyo, Direktur Utama Jiwasraya, yang dijatuhi hukuman 20 tahun penjara dalam kasus korupsi Jiwasraya akibat merugikan negara sebesar Rp 16,8 triliun.
Sebelumnya, salah satu pertimbangan hakim meringankan vonis hukuman Juliari menuai sorotan publik karena dianggap janggal.
Hakim berdalih, terdakwa sudah cukup menderita lantaran memperoleh caci maki publik kendati belum ada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.