Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Siapa di Balik Tambang Emas Merkuri Poboya?
21 Maret 2017 8:29 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
ADVERTISEMENT
Sungguh janggal. Taman Hutan Rakyat (Tahura) Poboya, Palu, Sulawesi Tengah, yang mestinya berfungsi sebagai kawasan pelestarian alam, ternyata digunakan untuk menambang emas. Paling parah, penambangan berlangsung menggunakan merkuri atau air raksa --cairan perak beracun yang amat berbahaya bagi kesehatan. (Baca )
ADVERTISEMENT
Saat tim kumparan berkunjung ke Tahura Poboya, Senin (13/3), daerah konservasi tersebut lebih terlihat seperti area penambangan ketimbang hutan lindung.
“Semua kolam rendaman tersebut dimiliki oleh perusahaan ilegal,” kata Ketua Adat Poboya, Adjis Lumarekeng, kepada kumparan (kumparan.com), Selasa (14/1).
Kolam rendaman berfungsi untuk mengolah batuan menjadi emas. Sistem kerjanya seperti mesin tromol atau gelundung yang menghancurkan dan menangkap butiran emas, namun dengan teknologi lebih canggih dan skala lebih besar.
ADVERTISEMENT
Melihat teknologi pengolahan emas di Poboya, sulit dipercaya kolam rendaman seluas itu dimiliki oleh masyarakat. Aktivitas di kolam itu juga tidak terbuka seperti pada pengolahan tromol yang biasa dilakukan warga.
Kolam rendaman dikelilingi tembok tinggi, bahkan beberapa dilengkapi kawat berduri. Jelas, tak sembarang orang bisa masuk dengan leluasa.
Gemuruh mesin di sekitar dinding menandakan perendaman sedang dilakukan. Berjinjit dari luar, terlihat petugas sedang membereskan pipa-pipa. Ia enggan bicara apapun.
Sumber emas di kawasan Poboya sejatinya dimiliki secara legal oleh sebuah perusahaan bernama PT. Citra Palu Mineral (CPM). Kedudukan legal diperoleh CPM lewat kontrak karya tahun 1997.
ADVERTISEMENT
CPM menegaskan, praktik penambangan emas bermerkuri tersebut bukan dilakukan oleh perusahaannya.
“Kolam-kolam rendaman itu milik perusahaan ilegal. CPM tidak beroperasi karena masih proses memenuhi dokumen amdal (analisis mengenai dampak lingkungan),” kata Amran Amir, Humas CPM.
Sumber kumparan mengatakan, terdapat 4 perusahaan ilegal yang aktif beroperasi di wilayah Tahura Poboya, yakni PT. Panca Logam Utama, PT. Mahakam, PT. Madas, dan PT. Indo Kimia Asia Sukses.
Perusahaan-perusahaan itu dapat beroperasi atas seizin Adjis sang Ketua Adat Poboya.
“Kami bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan. Kami buat biaya masuk untuk mereka,” ujar Adjis. “Kami sempat menetapkan retribusi untuk aktivitas perusahaan di Poboya. Tarifnya dihitung berdasarkan karung (pasir tambang) yang dibawa truk,” kata Adjis.
Menurut Adjis, perusahaan-perusahaan tersebut, bersama masyarakat, saling bahu-membahu melakukan aktivitas penambangan. Kerja sama itu, menurut Adjis, dilakukan karena masyarakat tak punya pilihan lain. Lagi-lagi, ini soal kondisi ekonomi.
ADVERTISEMENT
“Pemasukan sangat penting untuk masyarakat. Bekerja sama dengan mereka (perusahaan-perusahaan ilegal) membuka lapangan kerja. Kami jadi bisa bangun fasilitas umum,” kata Adjis.
Ucapan Adjis senada dengan pengakuan salah satu perusahaan yang dianggap 'ilegal' yaitu PT. Panca Logam Utama. PT Panca Logam Utama adalah salah satu perusahaan yang terlibat penambangan di Poboya.
Direktur PT. Panca Logam Utama, Willem Chandra, mengatakan aktivitas tambang perusahaannya dilakukan sesuai kesepakatan dengan masyarakat setempat.
Willem menolak jika perusahaannya disebut ilegal. “Kami bisnis di Poboya kerja sama dengan masyarakat,” kata Willem kepada kumparan, Minggu (19/3).
Menurutnya, kerja sama dengan tokoh adat meminimalisasi kemungkinan konflik. Tak ada perebutan lahan dengan masyarakat yang juga menggali emas di Poboya.
ADVERTISEMENT
Untuk menopang bisnis perusahaannya di Poboya, Willem berinvestasi cukup besar. “Kami banyak keluar uang untuk beli alat dan rendaman.”
“Dulu saya bikin kolam rendaman habis Rp 1 miliar. Ada teman yang bahkan bisa (investasi) lebih dari Rp 2 miliar. Alatnya mahal dan belum tentu berhasil. Alat itu penting untuk bikin emas. Kami pakai metode penyiraman. Kami siramin beberapa (bahan) kimia, salah satunya sianida untuk jadikan emas,” ujar Willem
Dia juga membenarkan kolam-kolam rendaman di sepanjang Tahura Poboya adalah milik perusahaan. “Pasti, sebab biayanya besar dan teknologinya sulit,” kata Willem.
Dan meski perusahaannya menggunakan sianida dalam kolam rendaman, Willem mengklaim teknologi kolam rendaman tak mencemari lingkungan.
“Itu kan diputar terus, jadi tidak ada yang terbuang. Tidak seperti tromol yang bagian sisa cairannya dibuang ke kolam terbuka,” kata Willem.
ADVERTISEMENT
“Ada penguapan yang terjadi akibat aktivitas perendaman. Sebagaimana juga terjadi pada merkuri, penguapan zat kimia inilah yang berdampak serius bagi tanah dan air di Poboya,” ujar Isrun kepada kumparan.
Sudah semestinya penertiban menjadi jalan keluar untuk mengurai benang kusut di Poboya.