Titi Anggraini Usai MK Hapus PT 20%: Semoga Tidak Ada Lagi Polarisasi

2 Januari 2025 17:14 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bagian tim Pemohon perkara 62/PUU-XXII/2024, Titi Anggraini dan Hadar Nafis Gumay di MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025). Foto: Luthfi Humam/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Bagian tim Pemohon perkara 62/PUU-XXII/2024, Titi Anggraini dan Hadar Nafis Gumay di MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025). Foto: Luthfi Humam/kumparan
ADVERTISEMENT
Anggota tim Pemohon perkara 62/PUU-XXII/2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Titi Anggraini, mengapresiasi putusan yang dikeluarkan MK. MK mengabulkan permohonan Pemohon terkait dengan dihapuskannya ambang batas (presidential threshold) pencalonan presiden dan wakil presiden.
ADVERTISEMENT
Titi mengatakan soal ambang batas pencalonan ini sudah 36 kali digugat ke MK. Namun, baru kali ini akhirnya MK mengabulkan dan menyatakan pasal terkait ambang batas inkonstitusional.
“Ini kemenangan rakyat Indonesia, 36 permohonan menandakan bahwa ambang batas pencalonan Presiden memang bermasalah bertentangan dengan moralitas politik kita, rasionalitas konstitusi dan juga mengandung ketidakadilan yang intolerable,” kata Titi kepada wartawan di MK, Jakarta, Kamis (2/1).
Dengan adanya putusan MK tersebut, Titi berharap pada Pemilu selanjutnya masyarakat memiliki banyak pilihan calon pemimpin Indonesia.
Lebih lanjut, pengajar Pemilu di Universitas Indonesia itu juga berharap putusan MK ini tak ada lagi polarisasi yang memecah masyarakat.
Ia juga sekaligus mendorong partai politik khususnya partai politik peserta Pemilu dapat melakukan proses kaderisasi yang baik guna melahirkan calon pemimpin yang berkualitas.
ADVERTISEMENT
“Partai politik harus berbenah untuk menyiapkan kader-kader terbaiknya agar 2029 ruang yang sudah diberikan oleh Mahkamah Konstitusi itu bisa disikapi atau ditangkap dengan serius oleh partai politik kita,” tandasnya.
Diketahui, dalam amar putusan perkara 62/PUU-XXII/2024 MK mengabulkan untuk seluruhnya permohonan pemohon. Pemohon yakni Rizki Maulana Syafei, Enika Maya Oktavia, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.
Pemohon menilai, Pasal 222 ini telah melanggar batasan open legal policy, moralitas, rasionalitas dan ketidakadilan bagi seluruh warga Indonesia. Akibatnya, mereka yang bisa mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres terhambat oleh syarat ambang batas ini. Pemohon meminta MK menganulir Pasal 222.
"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo.
"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," tambah dia.
ADVERTISEMENT
MK memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.