MK Hapus Ambang Batas Syarat Capres, Penggugatnya 4 Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga

2 Januari 2025 17:26 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para Pemohon menyampaikan pokok-pokok permohonannya secara daring pada sidang panel pendahuluan uji Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Ruang Sidang MK, Selasa (16/07/2024). Foto: Dok. Humas MK
zoom-in-whitePerbesar
Para Pemohon menyampaikan pokok-pokok permohonannya secara daring pada sidang panel pendahuluan uji Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Ruang Sidang MK, Selasa (16/07/2024). Foto: Dok. Humas MK
ADVERTISEMENT
Setelah beberapa kali ditolak, permohonan agar ambang batas syarat pencalonan Capres-Cawapres dihapus akhirnya dikabulkan Mahkamah Konstitusi. MK mengabulkan permohonan Perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang dibacakan di Ruang Sidang Pleno MK, Kamis (2/1).
ADVERTISEMENT
Penggugat dalam permohonan itu ada empat orang, yakni Rizki Maulana Syafei, Enika Maya Oktavia, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna. Dikutip dari situs MK, keempatnya adalah mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta angkatan 2021.
Di kampus, mereka aktif berkegiatan di Komunitas Pemerhati Konstitusi.
Tsalis Khoirul Fatna. Foto: Dok. Istimewa
Rizki Maulana Syafei. Foto: Dok. Istimewa
Faisal Nasirul Haq. Foto: Dok. Istimewa
Enika Maya Oktavia. Foto: Dok. Istimewa
Dalam petitumnya, para pemohon mempermasalahkan Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu. Pasal 222 ini mengatur syarat ambang batas atau threshold bagi capres dan cawapres.
Berikut bunyi dari Pasal 222:
Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Pemohon menilai, Pasal 222 ini telah melanggar batasan open legal policy, moralitas, rasionalitas dan ketidakadilan bagi seluruh warga Indonesia. Akibatnya, mereka yang bisa mencalonkan diri sebagai capres atau capres terhambat oleh syarat ambang batas ini. Pemohon meminta MK menganulir Pasal 222.
Dalam putusannya, MK mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya. MK menilai Pasal 222 bertentangan dengan UUD NKRI 1945.
Unjuk rasa tolak ambang batas presiden di depan Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (8/8). Foto: Maulana Ramadhan/kumparan
Pasal 222 UU Pemilu sudah berulang kali digugat ke MK. Tetapi berkali juga permohonan gugur, baik ditolak maupun tidak diterima. Hingga kemudian akhirnya, MK mengabulkan permohonan keempat mahasiwa itu dalam pembacaan putusan pada Kamis (2/1).
MK berpendapat bahwa ada kecenderungan bahwa arah pergerakan politik mutakhir Indonesia selalu mengupayakan agar setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya terdapat 2 pasangan calon.
Unjuk rasa tolak ambang batas presiden di depan Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (8/8). Foto: Maulana Ramadhan/kumparan
Padahal berkaca pada pengalaman sejak penyelenggaraan pemilu presiden dan wakil presiden secara langsung, menunjukkan bahwa dengan 2 paslon tersebut masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi (masyarakat yang terbelah).
ADVERTISEMENT
"Sekiranya tidak diantisipasi akan mengancam keutuhan kebhinekaan Indonesia. Bahkan jika pengaturan tersebut terus dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal," kata Hakim MK Saldi Isra.