Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Untuk Trisna Supriatna dan Imam Topik yang Tak Terpisah Maut
21 September 2017 19:22 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
ADVERTISEMENT
“Sempat syok, nggak sangka ada rekan kami yang tertimpa,” ucap Iqbal, menceritakan kedua rekannya yang kini telah tiada.
ADVERTISEMENT
“Yang satu, Imam Topik, posisinya kepala terlihat, ada sebagian badan yang tertimpa, tapi kepala enggak. Kalau Trisna memang tertimpa reruntuhan.”
Iqbal adalah salah seorang pasukan pemadam kebakaran Kota Bandung yang ikut menggali reruntuhan yang menimpa Trisna Supriatna dan Imam Topik --dua sahabat karib yang sama-sama menjadi operator mobil damkar Kota Bandung.
Dengan mata berkaca-kaca, Iqbal mengatakan bahwa keduanya masih bernafas saat dievakuasi. “Cuma, mungkin Allah berkata lain.”
Subuh, api padam. Semalaman sudah 90 anggota damkar dari Dinas Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (DKPB) Kota Bandung bertarung mati-matian dengan api.
Pahlawan-pahlawan itu memaksa terjaga dan bepeluh keringat, agar warga Bandung lain dapat tidur dengan nyenyak. Meski 2.000 meter persegi bangunan gudang pabrik CV Sandang Jaya terbakar habis, para pemadam tahu bahwa tak menyebarnya api ke rumah-rumah sekitar adalah capaian yang patut dibanggakan.
ADVERTISEMENT
Pukul 05.00 WIB, dimulailah proses overhaul. Pendinginan. Proses ini tak kalah pentingnya dengan penyekatan yang menghindarkan terjadinya penjalaran api.
Pernah, pada kejadian kebakaran yang lain, proses pendinginan memerlukan waktu empat hari. Dan selama empat hari juga itulah pasukan damkar Kota Bandung terus bekerja berganti-gantian, memastikan api tak muncul lagi.
Pada saat itulah Trisna Supriatna dan Imam Topik memutuskan untuk bergerak ke front depan kebakaran untuk membantu rekan-rekannya. Simpel saja: mereka ingin menyuplai minuman buat teman-temannya yang berada di garis muka.
Di benak mereka, setu-dua teguk air buat yang semalaman berusaha memadamkan api tentu menjadi pelepas penat yang melegakan. Trisna dan Imam membawa pasokan minuman, bergerak masuk ke gudang yang struktur bangunannya sudah terpanggang lebih dari 4 jam.
ADVERTISEMENT
Nahas, justru saat berada di dalam, sebuah dinding setinggi lebih dari 5 meter runtuh menimpa mereka. Ditambah lagi rangka baja yang menyangga atap gudang, turut menambah derita bagi Trisna dan Imam.
“Posisi almarhum (Trisna) sudah di bawah, seperti tidak jauh beda dengan orang sujud. Ia dievakuasi, kami mundur, kami pergunakan stretcher untuk ngeboyong korban,” ucap Iqbal.
Tapi, sepertinya Tuhan punya rencana lain. Trisna meninggal sesaat setelah dibawa ke rumah sakit, sedangkan nyawa Imam tak dapat ditolong dan menyusul sahabatnya tepat 5 hari kemudian.
Betul-betul karib yang tak terpisah maut.
Trisna dan Imam adalah sahabat dekat. Istri Imam, Erlin, menyebut bahwa semua orang tahu suaminya dan Kang Trisna bagai tak terpisahkan.
ADVERTISEMENT
“Itu sahabatnya banget ya. Di tempat kerja juga semua orang bilang merea bener-bener temen deket. Ke sana ke sini bareng,” ucapnya.
Dan memang demikian. Latar belakang keduanya menjadi pemadam kebakaran pun punya plot cerita hampir serupa.
Keduanya sama-sama telah berusia lebih dari 30 tahun ketika mencoba peruntungan menjadi pemadam kebakaran di DKPB Kota Bandung. Dan karenanya, mereka berdua tak bisa menjadi pasukan, namun menjadi operator armada.
Operator sering diidentikkan dengan sebatas menjadi sopir armada damkar, padahal tak cuma demikian. Mereka berdua harus menguasai peralatan, sistem kerja, formasi regu, dan segala skill yang dimiliki oleh pasukan biasa.
Keduanya memang lebih sering berada di mobil saat operasi berlangsung. Trisna yang masuk ke regu pemadam akan mengatur tekanan air yang keluar di ujung pipa semprot, sementara Imam yang menjadi operator regu pemadam akan sibuk memasok macam-macam peralatan bagi pasukan yang berada di depan.
ADVERTISEMENT
Namun entah apa sebab di hari itu, Senin (11/9), keduanya meninggalkan mobil masing-masing dan maju ke garis depan.
Akhirnya kita tahu: maut datang bersamaan, seakan tak mau memisahkan kedua sahabat, dan memberikan tempat yang lebih baik buat mereka berdua di surga. Semoga.
Liputan khusus ini untuk mereka. Bukan, bukan untuk mengorek kembali luka keluarga, atau menjual kesedihan. Namun kami ingin khalayak luas tahu, betapa kerja pemadam kebakaran di Indonesia merupakan hal yang luar biasa berat.
Misal, banyak kita yang bertanya, bagaimana kronologi kejadian? Bagaimana dua operator pemadam yang dikira hanya diam di mobil, bisa tewas di dalam bangunan? Jawabannya ada di artikel Kisah Getir Pemadam Rp 10 Ribu Per Jam .
ADVERTISEMENT
Pertanyaan lain, mengapa pemadam kebakaran hanya diberi upah Rp 10 ribu per jam kerjanya? Apakah itu cukup? Bagaimana kebutuhan pemadam kebakaran di Indonesia? Jawabannya akan Anda temukan di artikel Pemadam Api: Nyawa Tergadai 50 Persen, Kerja Tetap 100 Persen.
Lalu, pertanyaan selanjutnya, bagaimana keadaan keluarga korban? Anda bisa menemukannya di artikel Setelah Ayah Tiada .
Juga, bagaimana kehidupan seorang pemadam kebakaran? Apakah mereka lantas menganggur ketika seharian penuh tak ada bencana? Jawabannya: tidak, dan lebih lengkapnya akan Anda temukan di artikel Ketika Api Padam .
Bagaimana pula alat-alat yang menyokong kinerja para pemadam? Anda bisa cari tahu jawabannya di Senjata Andalan Para Penakluk Api .
Karena pada akhirnya, keingintahuan kami soal kehidupan mereka, menjadi harap kami agar jasa mereka tak dilupa dalam sehari-dua hari.
ADVERTISEMENT
Untuk Trisna Supriatna dan Imam Topik, juga untuk seluruh pemadam api di negeri ini yang begitu berani, kami sungguh angkat topi.