Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Ketika Serie A musim 2016/17 dimulai, tak sedikit orang yang menyebut bahwa kalau Juventus menurunkan tim pelapisnya di sepanjang kompetisi, mereka tetap bakal menjadi juara.
ADVERTISEMENT
Pernyataan itu memang berlebihan. Akan tetapi, munculnya pernyataan demikian tentu bukan tanpa alasan. Faktanya adalah Juventus merupakan tim terkuat di Italia dan harus diakui bahwa belum ada tim Italia lain yang mampu menandingi mereka dari segi apapun.
Juventus pun mampu memberi bukti konkret. Selain masih jadi yang terdepan dalam perburuan gelar scudetto, mereka juga sudah mengklaim gelar juara Coppa Italia dan bakal berlaga di partai puncak Liga Champions.
Secara kasatmata, sulit sekali mencari kekurangan Juventus. Dari belakang sampai depan, mereka memiliki pemain-pemain berkelas. Skuat mereka pun sudah terhitung mewah bahkan untuk ukuran tim-tim papan atas Eropa sekalipun.
Namun, Juventus belumlah sempurna. Di satu-dua kesempatan, masih terlihat kelemahan di sana-sini, termasuk ketika ditahan imbang Torino dan dikalahkan Roma. Walau tampil trengginas di Liga Champions, justru di kompetisi domestiklah kekurangan "Si Nyonya Tua" tampak jelas.
ADVERTISEMENT
Saat bursa transfer musim dingin dibuka, satu-satunya pemain yang didatangkan manajemen Juventus adalah seorang gelandang petarung bernama Tomas Rincon. Oleh tabloid Tuttosport, pemain berjuluk "Sang Jenderal" itu disama-samakan dengan legenda Juventus, Edgar Davids.
Meski merupakan seorang petarung, Rincon juga punya kemampuan teknikal yang mumpuni. Salah satu keunggulan lain pemain asal Venezuela ini adalah kemampuan dribelnya. Hal inilah yang membuat manajemen Juventus kepincut terhadapnya.
Pertanyaannya, mengapa harus Tomas Rincon?
[Baca Juga: Menakar Tomas Rincon ]
Di saat yang nyaris bersamaan dengan kedatangan Rincon, Juventus juga melepas seorang gelandangnya, Anderson Hernanes, ke Liga Super China. Hernanes dianggap sudah habis dan tidak mampu menawarkan apa yang ditawarkan Rincon.
Sudah sedari awal dijelaskan, meski secara tersirat, bahwa Rincon adalah solusi jangka pendek. Lini tengah Juventus memang memiliki Miralem Pjanic, Sami Khedira, dan Claudio Marchisio, tetapi rupanya mereka merindukan sosok pemain yang benar-benar dinamis macam Arturo Vidal dan Paul Pogba.
ADVERTISEMENT
Tentunya, Rincon bukanlah Vidal atau Pogba. Namun, setidaknya dia punya determinasi dan daya jelajah yang mirip dengan dua pemain tersebut.
Itulah mengapa, Juventus belum berhenti mencari sosok gelandang dinamis yang dulu membuat lini tengah mereka sulit sekali dikontrol lawan. Nama gelandang Olympique Lyonnais, Corentin Tolisso, pun muncul.
Juventus berharap bahwa Tolisso bisa menjadi jawaban atas Radja Nainggolan yang menjadi senjata andalan Roma. Selain perkara daya jelajah, Tolisso juga memiliki kemampuan memberi umpan terobosan, menahan bola, dan melakukan finishing yang bagus. Pemain 22 tahun ini pun diharapkan mampu memberi warna yang pada musim ini tidak dimiliki oleh lini tengah Juventus.
Sampai saat ini, Juventus masih jadi yang terdepan dalam urusan transfer Tolisso. Meski begitu, mereka juga harus bersaing ketat dengan Arsenal yang juga punya masalah besar di pos gelandang tengah.
ADVERTISEMENT
Selain lini tengah, Juventus pun memiliki beberapa pekerjaan rumah untuk membenahi pos-pos lain. Di pos bek kanan dan bek kiri, misalnya, Juventus tidak memiliki pemain pelapis sepadan untuk Dani Alves dan Alex Sandro.
Stephan Lichtsteiner yang pada lima musim sebelumnya menjadi sosok tak tergantikan, penampilannya begitu mengecewakan musim ini. Sejak rumor transfer ke Internazionale di awal musim urung terwujud, kapten Tim Nasional Swiss ini terus tampil angin-anginan.
Kemudian, di pos bek kiri, Kwadwo Asamoah pun demikian. Awalnya Asamoah adalah seorang gelandang tengah yang disulap Antonio Conte menjadi wing-back kiri. Sepeninggal Patrice Evra, praktis hanya Asamoah-lah pemain yang secara logis mampu mengisi tempat Alex Sandro tiap kali bek asal Brasil itu tidak bermain. Namun, meski kerap tampil apik, Asamoah juga tak jarang tampil seenaknya saja.
ADVERTISEMENT
Itulah mengapa, Juventus harus benar-benar menyeriusi masalah full-back ini. Masalahnya, mereka tentu tidak bisa mengandalkan dua pemain yang sama sepanjang musim dan sudah terbukti bahwa di situasi genting, baik Lichtsteiner maupun Asamoah kurang bisa diandalkan.
Setelah itu, Juventus juga masih punya persoalan dalam diri Juan Cuadrado. Pemain satu ini memang punya kemampuan teknik bagus dan cocok sekali untuk mengisi pos sayap kanan Bianconeri. Namun, pemain Kolombia ini punya satu masalah besar: inkonsistensi. Untuk Cuadrado, setiap satu penampilan apik, ada lima sampai sepuluh performa di bawah rata-rata.
Celakanya, Juventus hanya memiliki Cuadrado sebagai pemain sayap kanan murni. Dani Alves memang bisa bermain di posisi ini, tetapi kalau Alves harus bermain di sini, artinya pos bek kanan harus terkompromi. Itulah mengapa, Juventus juga masih harus mencari pemain sayap kanan yang selain lebih konsisten juga harus mau terlibat dalam pertahanan.
ADVERTISEMENT
[Baca Juga: Bagi Dani Alves, Usia Hanya Angka ]
Kemudian, ada masalah penyerang tengah. Ya, ya, Juventus memang memiliki Gonzalo Higuain dan Mario Mandzukic. Namun, seiring dengan digesernya Mandzukic ke sayap kiri, artinya Juventus hanya memiliki satu penyerang tengah murni yang selalu tersedia. Giuseppe Marotta dan Fabio Paratici mau tak mau harus bergerak cepat untuk mencari pelapis bagi pemain termahal mereka, Gonzalo Higuain.
Selanjutnya, Juventus juga harus segera mencari suksesor Gianluigi Buffon. Meski masih garang, sang kapten biar bagaimanapun sudah berusia 39 tahun dan dalam waktu dekat bakal gantung sarung tangan.
Nama-nama seperti Gianluigi Donnarumma dan Alex Meret pun sudah dimunculkan ke permukaan. Walaupun hal ini belum benar-benar mendesak, tetapi tidak ada salahnya jika segera ditindaklanjuti. Pasalnya, akan lebih baik jika kiper-kiper muda ini berada di bawah arahan Buffon terlebih dahulu ketimbang langsung dilepas ke alam bebas.
ADVERTISEMENT
Terakhir, Juventus sebagai sebuah kesatuan utuh harus terus mewaspadai progres yang dijalani klub-klub lain. Musim ini, mereka sudah kesulitan menghadapi Napoli dan kalah melawan Roma.
Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya, kedua klub itu sama sekali bukan lawan enteng. Barangkali, mencomot "Pjanic-Pjanic" dan "Higuain-Higuain" lain pun bisa kembali dilakukan kalau Juventus benar-benar ingin menghegemoni persepakbolaan Italia sampai beberapa waktu ke depan.