Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
“Gue pakai barang mahal karena gue mampu, bukan karena harus. That’s the difference. Jadi kalau orang tanya, ‘Kenapa mesti beli brand-brand seperti itu?’ Karena gue mampu, Bos! Dan gue suka.”
ADVERTISEMENT
Itulah berbusana bagi Vellen Roeslan, pemuda 28 tahun penggila streetwear―pakaian jalanan dengan merek berkelas. Ia seorang hypebeast . Baginya, berbusana tak bisa asal-asalan, gaya butuh biaya besar.
Tren hypebeast telah masuk ke Indonesia. Beragam merek seperti Supreme asal Amerika Serikat, A Bathing Ape (BAPE) asal Jepang, Off-White asal Italia, dan lain-lain, tengah digandrungi anak-anak muda.
Vellen termasuk perintis hypebeast di jalanan Jakarta. Ia mulai menyimpan keinginan berpakaian ala hypebeast sejak SD, saat matanya rutin menonton MTV. Penampilan rapper asal Amerika Serikat menyihirnya untuk berpakaian sama.
“Gue suka. Terus ketika suka, otomatis gue melihat cara mereka berdandan dan memakai barang. That's why gue bilang, gue udah pakai celana Phat Farm, Man! Itu celana super gombrong, Man. Itu celana yang kalau lu pakai sudah kayak sarung,” tuturnya dengan nada khas anak hypebeast ketika berbincang dengan kumparan di rumahnya, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, Kamis (15/11).
Keinginan berpakaian ala rapper diwujudkan Vellen dengan mudah. Keluarganya mapan. Orang tua Vellen pengelola bisnis kosmetik besar di Indonesia. Ia sejak kecil sudah memakai sepatu merek Supra yang pada 2000-an awal menjadi streetwear mewah.
ADVERTISEMENT
Tapi tak semua keinginan Vellen sekejap terkabul. Sepatu Adidas jenis Stan Smith dan Superstar yang ia idamkan, tak pernah mampir ke kakinya. Padahal, ujarnya, “(Barang) itu menurut gue OG (original), nggak bisa dilewatkan.”
Tak hanya sepatu, apparel atau busana seperti baju, rantai, hingga penutup kepala ala do-rag ia kenakan ketika berkumpul di klub Bliss―perkumpulan penggila rapper di Menara Jamsostek, Jakarta. Namun Bliss kemudian bubar, dan Vellen bosan karena tak punya rekan sehobi saat menginjak usia 17 tahun.
Hasrat Vellen untuk memakai streetwear kembali mengemuka pada 2015. Sang adik mengenalkannya pada hypebeast melalui sneakers atau sepatu kets Nike seri Air Jordan. Namun ia tak dapat membeli sepatu itu karena uangnya terlanjur dikuras untuk pesta.
ADVERTISEMENT
“Jadi duit gue kebanyakan buat party, buat minum. Ya, namanya dulu masih muda. Ketika itu adik gue yang mulai (bergaya hypebeast) duluan. Tapi sekarang gue lebih gila dari adik gue,” ceritanya.
Koleksi adik lantas menjadi bekal Vellen. Ia membeli sepatu-sepatu adiknya, semisal Nike Air Jordan Infrared dan Nike Air Jordan 7.
Nafsu belanja sneakers Vellen terus berkembang. Ia sampai berbelanja ke luar negeri, dan cakrawala soal produsen sneakers dan barang hypebeast-nya berkembang.
Vellen mempelajari rantai produsen hypebeast, seperti kolaborasi antara Nike dan Virgil Abloh (pendiri Off-White) serta Yeezy. Ia pun sempat menjadi reseller barang-barang hypebeast pada 2015.
“Terus semua beramai-ramai menjadi reseller. Semula mereka hanya berpikir, gue personal cari barang ke Amerika Serikat. Gue ambil barang Rp 4 juta di AS, gue jual Rp 7 juta, cuan (untung), kan,” kata Vellen.
Belanja sneakers Vellen terus berkembang hingga ia berkenalan dengan hypebeast yang mencakup semua streetwear. Saat itu, berbagai merek streetwear yang identik dengan hypebeast seperti Off-White dan Stone Island asal Italia, Anti Social Social Club (ASSC) asal AS (yang kini berkolaborasi dengan BAPE), Palace asal Inggris, mulai merebak.
ADVERTISEMENT
Vellen membeli hoodie pertama setelah melihat video klip di YouTube. Hoodie bermerek BAPE yang ia tonton dapat ditutup dengan ritsleting hingga kepala itu ia beli seharga Rp 2-3 juta. Tetapi ketika barang itu ia pamerkan di Instagram, caci maki ia dapat.
Itu tak melunturkan niat Vellen menjadi hypebeast. Kini, ia memiliki 60-an koleksi sneakers dan beberapa apparel. Tentu saja harga barang-barang itu tak murah, pun saat ia menyempatkan diri berbelanja ke Hong Kong sekali atau dua kali setahun untuk belanja.
“Karena Hong Kong itu menurut gue surga belanja. Tempatnya bagus, harganya juga oke,” kata dia.
Rutinitas Vellen berbelanja barang-barang hypebeast terus tumbuh karena ia memiliki rekan. Pada 2017, ia membuat acara bagi sesama hypebeast, yakni Urban Sneaker Society (USS) bentukan YouTuber Jeffry Jouw yang akrab disapa Je Jouw.
Je Jouw sendiri seorang perintis hypebeast di Indonesia. Ia mulai mengenal dunia itu sejak studi di Amerika Serikat. Sekitar tahun 2011-2012, Je Jouw melihat antrean raffle (undian) untuk membeli barang di AS. Setelah mencari tahu, antrean itu ternyata untuk memperebutkan barang hypebeast.
ADVERTISEMENT
Dia ikut kena sihir hypebeast, dan melanjutkan kegemarannya itu setelah pulang ke tanah air.
Soal belanja, Je Jouw sama gilanya dengan Vellen. Ia bahkan sempat membeli hoodie Supreme x LV seharga Rp 45 juta. Ia juga memiliki koleksi sneakers sebanyak 30-an.
“Apalagi dulu gue belum married. Sekarang sudah married, punya anak, sudah mikir. Kalo dulu mah nggak mikir. Gila, sehari bisa beli 4-5 sepatu,” kata Je Jouw saat berbincang dengan kumparan di Kemang, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Setelah menikah, Je Jouw memang membatasi nafsu belanja atas kawalan sang istri, Yenni Kristiani, yang menjatah anggaran maksimal Rp 10 juta sekali belanja.
Menurut Je Jouw, salah satu sebab orang memilih produk mahal adalah soal kenyamanan. Namun, imbuhnya, kualitas produk-produk dalam negeri kini sudah mulai menyaingi produk hypebeast luar negeri. Oleh sebab itu ia tengah mendorong orang untuk belanja produk lokal.
ADVERTISEMENT
Tak melulu kekayaan yang membuat orang suka membeli barang hypebeast. Pekerja media, Arman Dhani, menggandrungi sneakers karena dendam masa kecil. Ia berasal dari keluarga pas-pasan dan waktu itu tak mampu membeli sepatu bagus.
Ketika sudah bekerja, Dhani akhirnya bisa membeli sneakers walau harus memangkas gajinya sendiri.
“Itu balas dendam. Kayak, bagaimana sih perasaan lu kalau dulu lu pengin punya sesuatu tapi nggak mampu. Sekarang bekerja, menabung, terus lu bisa mendapatkan hal yang dari hasil kerja sendiri. Itu bangganya luar biasa,” ucap Dhani di Pasar Santa, Jakarta Selatan.
Pengamat fesyen, Syahmedi Dean mengatakan hypebeast memang merambat cepat dua tahun belakangan. Harga busana yang identik dengan hypebeast pun meroket karena produsen high-end merambah streetwear. Padahal dulu ketika streetwear diproduksi masal, tak ada klasifikasi level atas maupun bawah untuk busana jenis itu.
Industri musik Amerika Serikat yang melahirkan penyanyi seperti Kanye West dan Selena Gomez, juga punya andil besar dalam membawa pengaruh hypebeast ke Indonesia. Sebab penampilan mereka digandrungi anak-anak muda dunia, termasuk Indonesia.
ADVERTISEMENT
Rapper Indonesia yang mendunia, Rich Brian (dulu dikenal dengan nama Rich Chigga), pun bergaya hypebeast.
Damian Fowler menuliskan artikel The Hype Machine: Streetwear and Business Scarcity di BBC Capital yang menyebut, tren hypebeast bermula 18 tahun lalu. Kala itu, merek seperti Supreme sengaja membuat produk terbatas yang cepat habis untuk mempertahankan harga.
“Situs budaya streetwear, Highsnobiety , mengatakan bahwa item kebaruan menunjukkan hubungan sadomasokisme Supreme dengan para penggemarnya,'” tulis Fowler. Para pemuja Supreme akan membeli apa pun selama barang itu bertuliskan S-U-P-R-E-M-E.
Begitulah merek-merek mewah pakaian jalanan mengembangkan bisnis, dan akhirnya menegaskan kedudukan sebagai brand yang digilai.
ADVERTISEMENT
------------------------
Simak selengkapnya di Liputan Khusus kumparan, Hypebeast: Gaya Mahal Remaja Kota .