Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Setelah molor dari rencana awal, akhirnya pemerintah mengesahkan aturan kontrol IMEI pada perangkat seluler seperti smartphone dan tablet di Indonesia. Aturan yang berbentuk Peraturan Menteri (Permen) ini diberlakukan untuk menangkal peredaran smartphone black market (BM).
ADVERTISEMENT
Tiga menteri telah menandatangani langsung aturan tersebut, yakni Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, pada Jumat (18/10).
Selanjutnya Permen tentang pemblokiran ponsel BM lewat IMEI akan masuk ke tahap sosialisasi selama enam bulan dan akan efektif berlaku pada 18 April 2020. Dengan adanya aturan ini, tentu menjadi pertanyaan bagi masyarakat yang membeli ponsel dari luar negeri, baik pribadi maupun jastip (jasa titip).
Tenang saja, karena kalian masih bisa membeli smartphone dari luar negeri ke depannya. Tapi, ada aturan yang berlaku.
Dirjen Bea Cukai Kementerian Keuangan, Heru Pambudi, mengatakan hadirnya Permen tentang ponsel BM akan memperkuat penerapan Permen Keuangan nomor 203/PMK.04/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut.
ADVERTISEMENT
Dalam Permen Keuangan itu, sudah ditentukan setiap individu diperbolehkan membeli ponsel maksimal dua unit dari luar negeri. Nilai kedua unit ponsel tersebut tidak boleh lebih dari 500 dolar per penumpang.
Jika melewati batas nilai harga dan jumlah unit tersebut, pengguna yang kelebihan membawa unit ponsel akan disita dan diperbolehkan membawa pulang dua saja. Kemudian, jika ada kelebihan nilai maka akan dikenakan biaya PPN 10 persen dan PPH 7,5 persen dari harga.
"Jadi untuk barang penumpang sudah ada ketentuannya 500 dolar AS, biaya masuk nol, PPN 10 persen, dan PPH 7,5 persen. Maksimal dua tidak boleh lebih. Jadi kira-kira gitu artinya sebenarnya mending yang dari resmi, karena resmi buatan Indonesia sudah banyak dan juga sudah bayar pajak," ucap Heru, dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (18/10).
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut Heru menjelaskan, nantinya ketika pengguna sudah menaati ketentuan Bea Cukai. Unit ponsel yang dibeli dari luar negeri akan didaftarkan nomor IMEI (International Mobile Equipment Identity) ke database Kemenperin sehingga bisa digunakan di wilayah Indonesia dan tidak terblokir.
Bagi pengguna yang saat ini memiliki ponsel yang berasal dari luar negeri bisa mendaftarkan nomor IMEI-nya di situs Kemenperin selama masa pemutihan enam bulan hingga April 2020.
Tekan jastip ponsel ilegal
Aturan IMEI bagi Heru akan berdampak pada tren jastip ponsel ilegal yang membawa banyak perangkat sekaligus ke Indonesia. Ia menjelaskan saat ini pihaknya sering menemukan praktik ilegal yang mencurangi aturan bea cukai.
"Yang jadi masalah itu jastip membawa puluhan (unit) dengan alasan untuk pribadi kita ikutin ketentuannya ini akan ada ketentuan dalam aturan regulasi. Kita imbau menggunakan jastip yang tidak benar melalui jalur yang resmi saja," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Orang yang melakukan jastip juga diminta untuk membuat Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) dan membayar kewajiban berupa bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Jika pelaku jasa titipan ternyata tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), maka petugas akan meminta untuk membuat NPWP agar datanya dapat ditindaklanjuti oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Dengan cara tersebut, jastip akan memiliki izin resmi untuk membawa ponsel lebih dari dua unit dan bisa melewati batas nilai 500 dolar AS per individu, serta memberikan kontribusi pajak untuk pendapatan kepada negara.
Pemerintah mengklaim peredaran ponsel BM di Indonesia merugikan negara mencapai Rp 2 triliun per tahun. Bahkan, Menkominfo Rudiantara mengatakan jika aturan ini terlambat diterapkan maka bisa merugikan pendapatan negara Rp 5,5 miliar per hari.
ADVERTISEMENT