Konten Pornografi Paling Banyak Diadukan ke Kominfo Selama 2019

8 Januari 2020 17:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi nonton video porno. Foto: Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi nonton video porno. Foto: Getty Images
ADVERTISEMENT
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) merilis data konten yang paling banyak diadukan oleh masyarakat selama tahun 2019. Dari 431.065 total aduan yang terkumpul, kategori konten pornografi yang paling banyak diadukan, dengan jumlahnya mencapai 244.738.
ADVERTISEMENT
Dari data yang Kominfo berikan, selain pornografi ada konten yang mengandung unsur fitnah berada di posisi kedua yang terbanyak diadukan dengan jumlah 57.984. Lalu, ada konten meresahkan masyarakat dengan 53.455 aduan, perjudian 19.970 aduan, penipuan 18.845 aduan, dan hoaks 15.361 aduan.
Plt. Kepala Biro Humas Kominfo, Ferdinandus Setu, menjelaskan Kominfo menerima aduan konten negatif melalui berbagai kanal, seperti laman aduankonten.id, email aduankonten@kominfo.go.id, maupun melalui akun Twitter @aduankonten.
Fedinandus Setu, Plt. Kepala Biro Humas Kominfo Foto: Bianda Ludwianto/kumparan
Setiap aduan yang diterima akan diverifikasi oleh Tim Aduan Konten untuk menguji apakah konten tersebut menyalahi aturan perundangan sesuai Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
"Jika ditemukan pelanggaran peraturan perundangan maka Tim Aduan Konten akan meneruskan proses pemblokiran ke penyedia platform. Tim Aduan Konten menetapkan prioritas untuk pelaksanaan pemblokiran dan dipantau oleh Tim Panel Ahli," jelas pria yang akrab disapa Nando itu dalam siaran pers yang diterima kumparan, Rabu (8/1).
Ilustrasi nonton video porno. Foto: Getty Images
Selain menerima aduan dari masyarakat, Nando menjelaskan Kominfo juga secara aktif terus melakukan patroli siber untuk melakukan pengaisan, verifikasi, dan validasi terhadap seluruh konten internet yang beredar di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kominfo menggunakan mesin pengais (crawling) bernama AIS untuk menghalau konten-konten seperti konten hoaks, terorisme dan radikalisme, pornografi, perjudian, dan lainnya. Mesin yang beroperasi sejak akhir tahun 2017 itu memakan biaya pengadaan sebesar Rp 200 miliar.